Selain itu, harga yang dibanderol PAIR Batan untuk 50 ekor nyamuk seharga Rp 5.000 per wadahnya, sehingga setidaknya masyarakat membutuhkan Rp 25.000 untuk lima kali TSM.
Baca juga: Punya Gejala Mirip, Ini Perbedaan DBD dan 5 Penyakit Lain
Kompas.com mencoba melakukan penelusuran mengenai kedua metode ini apakah benar bisa digunakan oleh masyarakat umum atau tidak.
"Cara pertama adalah kita tahu nyamuk pasti bertelur di tempat penampungan air dan suka di tempat gelap, tapi ada kekurangannya kalau telat maka jentik akan berubah menjadi nyamuk (dewasa) karena tidak semua jentik siklusnya sama, sehingga proses penularan tetap ada," ujar Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik (PTVz) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi pada Selasa (29/1/2019).
Menurut dr Nadia, untuk metode kedua atau TSM juga belum bisa direkomendasikan, karena ranahnya masih dalam penelitian dan bisa mengganggu ekosistem.
Selain itu, dr Nadia menampilkan metode topi anti DBD dari yayasan Rockefeller yang diterapkan di Kota Tarakan, Jawa Tengah.
Disajikan juga bahwa dalam penggunaan topi anti DBD selama tuga bulan meningkatkan angka bebas jentik (ABJ) dari 56,3 persen menjadi 95 persen.
Selain itu, dr Nadia juga menjelaskan mengenai siklus pertumbuhan nyamuk Aedes Aegypti.
"Untuk metode pertama menggunakan angka lima-enam hari kemudian baru disaring, dikarenakan telur menetas dalam dua hari. Sementara siklus dari telur menjadi larva atau jentik pada hari kelima atau keenam. Sehingga dipanen pada hari kelima atau keenam sesuai siklus pertumbuhan nyamuk," ujar dr Nadia.
Tak hanya itu, dr Nadia mengungkapkan bahwa Kemenkes telah menyosialisasikan dengan penggunaan larvitrap atau teknologi untuk tempat nyamuk bertelur dan menjebak nyamuk agar tidak bisa keluar dari alat ini.
Kemudian, metode pengasapan dinilai efektif untuk daerah yang ada kasus DBD dan mencegah peluasan DBD, tetapi untuk mencegah dan menurunkan populasi nyamuk diperlukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan metode 3M (Menguras, Menutup, Menimbun).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.