Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makan Selama 20 Menit Ternyata Sudah Cukup untuk Kenyang

Kompas.com, 27 Juli 2021, 15:15 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial tengah diramaikan dengan aturan baru PPKM Level 4 yang mengizinkan pedagang makanan menyediakan dine in maksimal 20 menit per konsumen.

Durasi tersebut dianggap terlalu singkat sehingga membuat pengunjung terpaksa harus makan terburu-buru. Batasan waktu itu dianggap menyulitkan baik bagi pengunjung maupun pedagang.

Sejumlah warganet bahkan menyamakannya dengan perlombaan, menjadikannya olok-olok dengan berbagai meme yang bertebaran di Twitter maupun Instagram.

Faktanya, memang hanya dibutuhkan waktu hingga 20 menit untuk merasa kenyang begitu kita mulai makan.

Baca juga: Jadi Buru-buru Layani Pembeli, Pengusaha Warteg Minta Aturan Makan 20 Menit Ditiadakan

Zane Andrews, Profesor fisiologi dan ahli saraf di Monash University mengatakan aktivitas makan kita butuh proses untuk mengenali rasa dan teksturnya sehingga sampai pada kesimpulan apakah kita suka makanan tersebut atau tidak.

Setelah makanan sampai ke perut dan usus, barulah otak melepaskan hormon tertentu dan memberitahu tubuh bahwa kita sudah kenyang.

"Makanan itu perlu dikunyah, masuk ke usus dan diproses sedikit. Anda harus mulai menyerap glukosa dari makanan dan itu terjadi secara umum dengan cepat, tapi waktunya antara lima dan 20 menit," terangnya seperti dikutip dari laman Huffinton Post Australia.

Lonjakan glukosa dan insulin kemudian memberikan umpan balik yang sampai ke otak sehingga memberi perintah tubuh untuk berhenti makan.

Baca juga: Makan Salad Juga Bisa Kenyang, Simak Tipsnya

Terlepas aturan yang berlaku di era pandemi ini, bukan berarti kita harus membatasi aktivitas makan hanya selama 20 menit saja. Andrews mengatakan tidak ada konsekuensi negatif evolusioner dari makan berlebihan.

Memang ada konsekuensi fisiologis yakni menjadi gemuk, namun Andrews menilai makan berlebihan sangat berkaitan dengan ekspektasi budaya dan norma sosial.

Ahli saraf ini menjelaskan, ada neuron di otak yang memerintahkan manusia untuk makan namun praktiknya amat sangat jarang terjadi.

IlustrasiSHUTTERSTOCK Ilustrasi

"Sebagai manusia, kita sangat jarang makan karena otak kita menyuruh kita makan kecuali benar-benar saat kita kelaparan," jelasnya.

Kebanyakan orang makan karena jadwal rutin, acara sosial dan berbagai aspek budaya dan asosiasi lainnya. Menurutnya, banyak orang mengesampingkan isyarat kenyang dari otak berdasarkan ekspektasi budaya atau norma sosial yang diikutinya.

Baca juga: PKL Boleh Layani Makan di Tempat, Bima Arya: Maksimal 3 Pengunjung, Waktu Makan 20 Menit

Cara agar kita lebih cepat merasa kenyang

Ada beberapa orang yang merasa durasi 20 menit terlalu lama agar proses makannya sempurna. Zane Andrews punya saran ilmiah agar kira bisa merasa kenyang lebih cepat.

"Dalam hal memberi sinyal hormon kenyang, tampaknya protein adalah kunci untuk mendapatkan respons hormon untuk memberi tahu bahwa Anda sudah kenyang," katanya.

Hal ini, tambahnya, ada kaitannya dengan jumlah protein yang dibutuhkan tubuh. Ia mengatakan, kita perlu makan sejumlah protein, dan akan terus makan sampai berhasil memenuhi jumlah tersebut.

Sayangnya, orang lebih banyak makan karbohidrat dan lemak sedangkan proteinnya sangat minim sehingga tidak jua merasa kenyang.

Baca juga: Penyebab Cepat Lapar dan Cara Mengatasinya

Oleh sebab itu, kombinasi yang baik dari protein, lemak dan karbohidrat penting agar tubuh cepat merasa kenyang. Hal ini bisa diwujudkan tanpa harus menunggu hingga 20 menit lamanya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Wellness
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Wellness
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Wellness
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Wellness
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
Wellness
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Wellness
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Wellness
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Beauty & Grooming
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Parenting
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Wellness
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Wellness
Mengapa Efek Screen Time pada Kemampuan Bahasa Anak Bisa Berbeda-beda
Mengapa Efek Screen Time pada Kemampuan Bahasa Anak Bisa Berbeda-beda
Parenting
Cinta Laura Tak Tergiur Cara Instan Dapatkan Kulit Glowing
Cinta Laura Tak Tergiur Cara Instan Dapatkan Kulit Glowing
Beauty & Grooming
Luna Maya Ungkap Efek Rutin Minum Vitamin Kulit untuk Perlambat Penuaan
Luna Maya Ungkap Efek Rutin Minum Vitamin Kulit untuk Perlambat Penuaan
Beauty & Grooming
Cerita Sari, Ibu Mertua yang Menguatkan Langkah Menantunya Jadi Ibu Bekerja
Cerita Sari, Ibu Mertua yang Menguatkan Langkah Menantunya Jadi Ibu Bekerja
Parenting
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau