KOMPAS.com - Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah momok bagi laki-laki maupun perempuan yang menjalin hubungan pernikahan.
Sayangnya, praktik KDRT masih sangat banyak kita jumpai di kehidupan sehari-hari.
Korban KDRT seringkali sulit melepaskan diri dari hubungan toxic itu karena ikatan pernikahan yang sudah terjalin.
Selain itu, masih ada stigma yang menempel, baik pada laki-laki maupun perempuan, bahwa KDRT adalah aib rumah tangga yang harusnya ditutupi.
PBB mendefinisikan KDRT sebagai pola perilaku dalam hubungan apa pun yang digunakan untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan dan kendali atas pasangan.
KDRT bisa berupa fisik, seksual, emosional, ekonomi atau psikologis atau ancaman tindakan yang mempengaruhi orang lain.
Seseorang bisa dikatakan melakukan KDRT ketika tindakannya menakut-nakuti, mengintimidasi, meneror, memanipulasi, menyakiti, mempermalukan, menyalahkan, melukai, atau melukai pasangannya.
Baca juga: Pentingnya Kenali Indikasi Perilaku KDRT Sejak Pacaran
Meskipun lebih dominan dialami perempuan, kekerasan dalam hubungan ini juga bisa dialami oleh laki-laki.
Terlepas istilahnya, kekerasan serupa juga bisa terjadi dalam berbagai tahapan hubungan termasuk pacaran atau tunangan.
KDRT, atau dikenal dengan nama kekerasan domestik, bisa dialami oleh semua orang dengan berbagai latar belakang sosial ekonomi, budaya dan tingkat pendidikan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.