Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Dokter Qory, Ini 4 Fase yang Buat Korban KDRT Sulit Lepas

KOMPAS.com - Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah momok bagi laki-laki maupun perempuan yang menjalin hubungan pernikahan.

Sayangnya, praktik KDRT masih sangat banyak kita jumpai di kehidupan sehari-hari, seperti kasus dr. Qory yang ramai jadi perhatian warganet sekarang.

Korban KDRT seringkali sulit melepaskan diri dari hubungan toxic itu karena ikatan pernikahan yang sudah terjalin.

Selain itu, masih ada stigma yang menempel, baik pada laki-laki maupun perempuan, bahwa KDRT adalah aib rumah tangga yang harusnya ditutupi.

Apa itu KDRT?

PBB mendefinisikan KDRT sebagai pola perilaku dalam hubungan apa pun yang digunakan untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan dan kendali atas pasangan.

KDRT bisa berupa fisik, seksual, emosional, ekonomi atau psikologis atau ancaman tindakan yang mempengaruhi orang lain.

Seseorang bisa dikatakan melakukan KDRT ketika tindakannya menakut-nakuti, mengintimidasi, meneror, memanipulasi, menyakiti, mempermalukan, menyalahkan, melukai, atau melukai pasangannya.

Meskipun lebih dominan dialami perempuan, kekerasan dalam hubungan ini juga bisa dialami oleh laki-laki.

Terlepas istilahnya, kekerasan serupa juga bisa terjadi dalam berbagai tahapan hubungan termasuk pacaran atau tunangan.

KDRT, atau dikenal dengan nama kekerasan domestik, bisa dialami oleh semua orang dengan berbagai latar belakang sosial ekonomi, budaya dan tingkat pendidikan.

Empat fase KDRT yang harus diwaspadai

KDRT seringkali menjadi jaring yang menjerat korbannya sehingga sulit melepaskan diri dari hubungan tersebut.

Dibandingkan jenis kekerasan lainnya, berbagai kasus KDRT biasanya memang lebih kompleks karena melibatkan banyak faktor.

Hal ini tak lepas dari adanya empat fase KDRT yang umumnya dialami korban yakni:

Ketegangan

Fase pertama, ketegangan atau tension, terjadi karena stresor eksternal yang mulai menumpuk di dalam diri pelaku.

Stresor eksternal ini bisa mencakup masalah keuangan, stres pekerjaan, atau sekadar kelelahan.

Kondisi ini membuat rasa frustasi pelaku KDRT meningkat seiring waktu dan semakin bertambah marah ketika merasa kehilangan kendali.

Umumnya, korban KDRT akan mencoba untuk meredakan ketegangan tersebut untuk mencegah kekerasan yang bakal dialaminya.

Selama waktu ini, biasanya orang yang berisiko dilecehkan merasa cemas dan waspada sambil berharap tidak membuat pasangannya marah.

Insiden

Pelaku KDRT cenderung merasa perlu melepaskan ketegangan yang dirasakannya, demi memiliki kuasa dan kendali lagi.

Demi tujuan itu, mereka akan mulai berperilaku kasar seperti:

  • Melempar hinaan atau memanggil nama pasangannya
  • Mengancam akan menyakiti pasangannya
  • Mencoba mengontrol bagaimana pasangannya bertindak, berpakaian, memasak, dll.
  • Melakukan tindakan kekerasan fisik atau seksual terhadap pasangannya
  • Memanipulasi pasangannya secara emosional, yang dapat berupa menargetkan rasa tidak aman mereka atau berbohong dan menyangkal melakukan kesalahan

Pelaku KDRT juga akan mengalihkan kesalahan atas perilakunya kepada pasangannya.

Contohnya, menyalahkan perilaku korban yang memicu amarahnya sehingga melakukan kekerasan.

Fase ketiga KDRT berupa rekonsiliasi biasanya terjadi beberapa waktu setelah insiden dan ketegangan mulai berkurang.

Pelaku KDRT akan mulai memperbaiki keadaan dengan menawarkan hadiah, bersikap terlalu baik, atau merayu dengan penuh kasih sayang.

Periode rekonsiliasi sering disebut sebagai "tahap bulan madu" karena meniru awal hubungan ketika pasangan berada pada perilaku terbaiknya.

Pasa fase ini, korban KDRT mendapatkan curahan kasih sayang dan kebaikan ekstra sehingga memicu reaksi otak yang melepaskan hormon dopamin dan oksitosin.

Kedua hormon ini memunculkan perasaan positif dan kasih sayang sehingga korban akan merasa lebih dekat dengan pasangannya dan seolah-olah semuanya kembali normal.

Tenang

Selama fase tenang, akan muncul pembenaran dan penjelasan sehingga kekerasan domestik yang dilakukan termaafkan.

Misalnya ketika pelaku KDRT mengaku menyesal melakukannya dan menyalahkan faktor di luar hubungan termasuk stres pekerjaan dan finansial.

Selain itu, mereka akan menunjukkan penyesalan dan berjanji tidak akan melakukan KDRT lagi.

Karena sifatnya yang meyakinkan, korban KDRT cenderung percaya bahwa insiden itu tidak seburuk yang dikira sehingga kemudian memaafkan pasangannya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/02/03/094614720/kasus-dokter-qory-ini-4-fase-yang-buat-korban-kdrt-sulit-lepas

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com