Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Makanan dan Kesehatan Mental, Bagaimana Hubungannya?

Kompas.com, 5 Juli 2022, 13:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Meylisa Permata Sari, S.Psi., M.Scn dan Sharon Winardi*

DI tengah-tengah dunia yang bergerak serba cepat, makanan cepat saji seringkali menjadi pilihan agar tetap dapat mengikuti laju tuntutan pekerjaan atau tugas. Statista Research Department melaporkan, pada tahun 2018 hampir 50 persen penduduk Indonesia makan di restoran cepat saji dalam seminggu, dan 35.61 persen makan kurang dari sekali seminggu di restoran jenis itu.

Hal ini belum menghitung makanan cepat saji yang dapat dibuat di rumah, seperti makanan instan, frozen food, dan lainnya. Terlebih lagi saat pandemi Covid-19, batasan-batasan keluar ruumah dan jasa pengiriman makanan memudahkan kita untuk membeli makanan cepat saji.

Hasil penelitian yang dilakukan Sabilla dan Mustakim terhadap 413 mahasiswa dari 14 institusi di Jakarta menujukkan bahwa lebih dari 70 persen mahasiswa mengonsumsi ayam goreng dan mie instant sebanyak 1-3 kali seminggu. Makanan ini membawa pengaruh bagi kesehatan tubuh.

Baca juga: Pola Makan Sehat untuk Mengurangi Lemak Perut di Usia 50-an

You are what you eat” Dirimu adalah apa yang kamu makan merupakan ungkapan yang sering kita dengar. Istilah ini berasal dari pengacara Prancis bernama Anthelme Brillat-Savarin pada tahun 1826. “"Dis-moi ce que tu manges, je te dirai ce que tu es" (Katakan pada saya apa yang anda makan, dan saya akan memberitahu anda apakah diri anda). Kalimat ini terus berevolusi sampai akhirnya menjadi ungkapan yang sering kita dengar pada tahun 1930-an, saat Victor Lindlahr, ahli nutrisi dari Amerika Serikat (AS), berargumen bahwa makanan yang kita konsumsi mengontrol kesehatan tubuh kita.

Berbagai studi kemudian menunjukkan dampak dari apa yang kita makan terhadap kesehatan tubuh kita. Beberapa manfaat positif yang didapatkan dari mengonsumsi makanan sehat adalah meningkatkan imunitas tubuh, membantu fungsi sistem pencernaan, memperkuat tulang, dan berbagai keuntungan lainnya. Tidak hanya sebatas keuntungan secara fisik saja, makanan yang kita konsumsi juga berpengaruh terhadap kesehatan mental!

Efek makanan terhadap kesehatan mental

Berbagai penelitian menemukan, sejumlah gizi yang dikonsumsi, kekurangan atau kelebihan zat gizi, jenis makanan, kualitas pola makan, dan jenis pola makan dapat memengaruhi kesehatan mental dan kualitas tidur. Penelitian meta-analisis yang dilakukan Firth et al. memperlihatkan ada dampak peningkatan kualitas diet terhadap gejala depresi dan kecemasan. Mereka juga menemukan bahwa kesamaan dari program peningkatan kualitas diet yang berhasil adalah dengan mengurangi konsumsi makanan cepat saji (tinggi lemak, tinggi gula), dan menggantinya dengan makanan tinggi serat dan sayuran.

Tidak hanya itu, makanan ternyata juga memengaruhi mood kita. Carol Ottley menjelaskan, zat-zat yang ada di dalam makanan menciptakan respon kimiawi dalam tubuh yang menghasilkan perubahan pada mood.

Penelitian lain juga menemukan adanya perbedaan tingkat kebahagiaan pada orang yang mengonsumsi makanan sehat dengan yang kurang sehat. Individu yang cenderung mengonsumsi makanan yang sehat (yaitu buah dan sayuran segar) lebih bahagia daripada yang mengonsumsi makanan kurang sehat. Wah, ternyata salah satu cara untuk bahagia adalah makanan yang sehat.

Apa itu makanan sehat?

World Health Organization (WHO) mencirikan makan sehat atau makan sehat sebagai diet, buah-buahan dan sayuran, jumlah lemak dan minyak yang rendah atau sedang, dan sedikit garam dan gula. Konsumsi buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan contohnya lentil, kacang-kacangan dan biji-bijian berupa jagung yang tidak diolah, oatmeal, dan beras merah setiap hari. Batasi konsumsi lemak jenuh, dan lebih banyak mengonsumsi lemak tidak jenuh. Untuk lengkapnya dapat dilihat pada panduan diet sehat dari WHO.

Berikut adalah beberapa tips untuk memulai pola makan sehat.

Serupa tetapi lebih sehat. “Banyak orang merasa terbebani saat memikirkan perubahan pada diet (makanan yang dikonsumsi) mereka” kata Kathy McManus. Karena itu dia menyarankan menggunakan makanan pengganti yang serupa tetapi lebih sehat (lebih rendah kalori, rendah kolesterol, dan membuat gula darah lebih stabil).

Contohnya roti, kita bisa mengganti memakan roti manis menjadi roti yang lebih sehat seperti roti sourdough. Menurut Rizella et al (2019) manfaat utama roti sourdough, yaitu menurunkan indeks glikemik dan memenuhi harapan konsumen akan makanan alami dan bergizi tinggi.

Saat ingin makan mie instant, mie kita ganti jadi menjadi bihun dengan tetap menggunakan bumbu yang sama. Nah, tapi kan jadinya bihun instant. Kalau maunya tetap mie instant, kita dapat menggunakan mie shirataki sebagai pengganti yang lebih sehat.

Kurangi sedikit demi sedikit. Cara lain agar tidak terlalu terasa mendadak perubahannya adalah dengan mengurangi senyawa/jenis makanan yang kurang sehat. Contohnya adalah gula. Tingkat konsumsi gula orang Indonesia terbilang tinggi. Minuman dengan kadar gula tinggi dan dessert manis sangat diminati, padahal batas gula harian adalah 5-9 sendok teh saja (25-36 gram), atau kurang dari satu kaleg minuman bersoda.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau