Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Manfaat Tinggal di Desa

Kompas.com - 24/08/2022, 23:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Zen Wisa Sartre dan Fandhi Gautama

KOMPAS.com - Urbanisasi kerap menjadi tujuan hidup, misalnya ingin sekadar mengubah suasana. Banyak orang pula yang kerap membandingkan antara kehidupan desa dan kota.

Padahal, tak ada yang lebih buruk dari keduanya. Baik desa maupun kota memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.

Kota kerap diidentikkan dengan penghasilan yang lebih, banyak relasi, dan kesempatan yang terbuka, khususnya karier. Akan tetapi, bukan berarti desa kehilangan identitas dan keotentikannya.

Kali ini, Eko Prawoto, seorang arsitek yang selalu menonjolkan lokalitas Nusantara, membagikan pandangannya terkait kehidupan di desa dalam siniar Beginu episode “Tinggal di Desa, Belajar Selaras dengan Alam” di Spotify.

Hidup Selaras dengan Alam

Eko menceritakan kehidupannya di desa lebih sehat dibandingkan di kota. Karena desa dapat memberikan udara segar, misalnya, yang tidak akan didapat di kota.

Terlebih, di desa pikiran akan lebih damai dan sunyi yang membuat penghuninya memiliki kesempatan untuk berefleksi.

Desa lebih rileks dan fisiknya lebih sehat. Semua anjuran kesehatan sudah dilakukan,” ujar Eko.

Tidak Merasa Sendirian

Kehidupan di desa juga memberi pembelajaran tersendiri, seperti kesederhanaan dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Di kota, semua kebutuhan dapat kita penuhi secara lebih mudah.

Baca juga: Pentingnya Rekor MURI bagi Masyarakat Indonesia

Misalnya saja, sembako. Kita bisa mendapatkannya hanya dengan memesan melalui aplikasi daring.

Sementara di desa, kita harus berbaur dengan masyarakat. Kita harus berinteraksi, memulai percakapan seperti basa-basi yang mungkin dirasa tidak produktif di kota. Akan tetapi, interaksi itu memungkinkan kita untuk tidak merasa sendiri.

Dilansir dari The Guardian, kota merupakan tempat orang berkumpul juga pusat budaya dan perdagangan. Itu sebabnya, kota dianggap sebagai penangkal kesepian. Akan tetapi, tingkat kecemasan dan depresi terjadi lebih tinggi di kota daripada pedesaan.

Memang di kota lebih banyak penduduk dengan segala hiruk-pikuknya, tetapi bukan berarti ada interaksi di antara mereka. Untuk tidak merasa sendiri, mereka kerap menonton film secara daring atau bermain gim.

Sementara di desa, kita diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, seperti menyapa di pagi.

Terlebih, kita bisa bertemu orang asing di setiap persinggahan, hal ini jelas berbeda dengan kehidupan di desa yang memungkinkan kita mengenal para penghuninya.

Terhindar dari Fear of Missing Out

Dengan hidup di kota, kita akan cenderung memperhatikan sesuatu yang sedang ramai dibicarakan. Hal ini dapat menyebabkan kita menjadi merasa tertinggal atas kehidupan yang disebabkan oleh media sosial.

Seperti yang terjadi ketika mata uang digital, yaitu Crypto menjadi bahan perbincangan investasi menguntungkan. Tidak sedikit yang mengikutinya tanpa memiliki pengetahuan cukup, lalu mengalami kerugian.

Kerugian akibat tidak mengikuti trend tersebut sulit dialami di desa karena kehidupan desa cenderung sederhana dan jauh dari tekanan.

Terdapat Banyak Inspirasi

Hidup lebih dekat dengan alam akan memberikan waktu kita untuk menyaksikan keindahannya. Eko menjelaskan bahwa kehidupan di desa kerap memberinya inspirasi untuk berkarya.

Baca juga: 5 Kasus Kematian Keluarga Paling Tragis di Dunia

“Seperti kalo daun kering, saya mencoba gak nganggep itu sampah sehingga menggeser pemaknaan itu sebagai art material," pungkas Eko

Pemaknaan terhadap sampah, seperti daun kering, sebagai bahan-bahan kesenian sulit didapatkan di kota. Karena tidak banyak masyarakat yang melihat sampah dari sudut pandang lain.

Dari pemaknaan yang berbeda itu, Eko belajar tidak lagi untuk memaknai melalui satu sudut pandang. Hal inilah yang menyebabkan Eko merasa nyaman hidup di desa.

Dengarkan kisah hidup lainnya yang inspiratif dari para tokoh terkemuka hanya melalui siniar Beginu di Spotify. Di dalamnya, ada banyak fakta-fakta yang belum terungkap dan pengalaman berkesadaran yang penuh makna.

Tunggu apalagi? Yuk, ikuti siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya tiap Senin, Rabu, dan Jumat. Akses sekarang juga siniarnya melalui tautan https://dik.si/beginu_eko1.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com