Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tandanya jika Kita Sebenarnya Berperilaku Quiet Quitting di Kantor

Kompas.com, 31 Agustus 2022, 16:00 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Quiet quitting adalah fenomena yang belakangan menjangkiti anak muda agar tidak bekerja berlebihan.

Tren ini berupa perilaku bekerja seperlunya sesuai dengan job deskripsi profesinya atau tuntutan standar perusahaan maupun atasan.

Artinya, tidak ada dedikasi lebih pada pekerjaannya untuk bekerja lembur di luar jam kantor atau kinerja ekstra lainnya.

Quiet quitting artinya memberikan batasan pada dunia pekerjaan dengan kehidupan pribadi untuk mewujudkan work life balance.

Baca juga: Quiet Quitting: Fenomena Kerja Seperlunya yang Melanda Anak Muda

Quiet quitting bukan fenomena baru di dunia kerja

Quiet quitting menjadi populer karena belakangan mewarnai media sosial baik TikTok, Instagram maupu Twitter.

Sejumlah anak muda mengunggah konten tentang hal tersebut untuk menetang Hustle Culture yang tidak sehat.

Faktanya, perilaku quiet quitting sebenarnya bukan fenomena yang baru di dunia kerja dan sudah dilakukan banyak orang sebelumnya.

“Meskipun ini berasal dari generasi yang lebih muda dan dalam kemasan baru, tren ini telah dipelajari dengan nama yang berbeda selama beberapa dekade: pelepasan, pengabaian, penarikan," ujar Anthony Klotz.

Baca juga: Kenali Hustle Culture, Gila Kerja yang Bisa Berujung Kematian

Ia merupakan profesor di School of Management University of College London yang kerap mencermati fenomena dalam dunia kerja.

Menurutnya, ini sudah dilakukan oleh banyak orang, khususnya yang tidak punya pilihan lain selain bertahan pada pekerjaannya.

"Mereka mungkin memiliki keterampilan yang tidak dapat dialihkan, fleksibilitas dan manfaat yang tidak dapat mereka peroleh di tempat lain atau tinggal di komunitas kecil dengan kelangkaan peluang lain.”

Faktor ekonomi juga berperan dalam memunculkan para pekerja yang tidak bahagia sehingga menerapkan quiet quitting ini.

Mereka tidak lagi memprioritaskan kariernya karena tidak merasa mendapatkan kemajuan apa pun selain hanya menghabiskan sumber daya mental dan memicu stres.

"Jadi, quiet quitting tidak hanya dialami generasi yang lebih muda – siapa pun yang pernah merasa terjebak dalam pekerjaan tetapi memiliki sedikit alasan untuk mengundurkan diri," terangnya.

Baca juga: 7 Penyebab Tidak Bahagia dengan Pekerjaan dan Cara Menghadapinya

Tanda-tanda kita melakukan quiet quitting

Ilustrasi bekerja remote dari mana saja. Dok. Shutterstock/GaudiLab Ilustrasi bekerja remote dari mana saja.
Sebagian besar dari kita mungkin pernah tanpa sadar menerapkan quiet quitting saat bekerja.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau