Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini Tandanya jika Kita Sebenarnya Berperilaku Quiet Quitting di Kantor

Tren ini berupa perilaku bekerja seperlunya sesuai dengan job deskripsi profesinya atau tuntutan standar perusahaan maupun atasan.

Artinya, tidak ada dedikasi lebih pada pekerjaannya untuk bekerja lembur di luar jam kantor atau kinerja ekstra lainnya.

Quiet quitting artinya memberikan batasan pada dunia pekerjaan dengan kehidupan pribadi untuk mewujudkan work life balance.

Quiet quitting bukan fenomena baru di dunia kerja

Quiet quitting menjadi populer karena belakangan mewarnai media sosial baik TikTok, Instagram maupu Twitter.

Sejumlah anak muda mengunggah konten tentang hal tersebut untuk menetang Hustle Culture yang tidak sehat.

Faktanya, perilaku quiet quitting sebenarnya bukan fenomena yang baru di dunia kerja dan sudah dilakukan banyak orang sebelumnya.

“Meskipun ini berasal dari generasi yang lebih muda dan dalam kemasan baru, tren ini telah dipelajari dengan nama yang berbeda selama beberapa dekade: pelepasan, pengabaian, penarikan," ujar Anthony Klotz.

Ia merupakan profesor di School of Management University of College London yang kerap mencermati fenomena dalam dunia kerja.

Menurutnya, ini sudah dilakukan oleh banyak orang, khususnya yang tidak punya pilihan lain selain bertahan pada pekerjaannya.

"Mereka mungkin memiliki keterampilan yang tidak dapat dialihkan, fleksibilitas dan manfaat yang tidak dapat mereka peroleh di tempat lain atau tinggal di komunitas kecil dengan kelangkaan peluang lain.”

Faktor ekonomi juga berperan dalam memunculkan para pekerja yang tidak bahagia sehingga menerapkan quiet quitting ini.

Mereka tidak lagi memprioritaskan kariernya karena tidak merasa mendapatkan kemajuan apa pun selain hanya menghabiskan sumber daya mental dan memicu stres.

"Jadi, quiet quitting tidak hanya dialami generasi yang lebih muda – siapa pun yang pernah merasa terjebak dalam pekerjaan tetapi memiliki sedikit alasan untuk mengundurkan diri," terangnya.

Paula Allen, Pemimpin Global dan Wakil Presiden Senior Riset dan Kesejahteraan Total di LifeWorks, menguraikan sejumlah tanda-tandanya.

Quiet quitting dilakukan secara individu yang berusaha memberontak dari pekerjaan yang mengekang dan membuat tidak bahagia.

Hal ini tidak dilakukan secara berkelompok karena motif setiap individu bisa saja berbeda.

Meski demikian, konten media sosial belakangan membuat banyak orang lebih menyadari soal hal ini lalu kemudian mempertanyakan etos kerjanya.

“Berhenti diam-diam adalah tentang upaya sadar untuk menegakkan kesejahteraan kita dalam cara kita bekerja," kata Maria Kordowicz, PhD, profesor dalam perilaku organisasi di University of Nottingham soal dampaknya untuk kesehatan mental.

Kita secara sadar mengutamakan kesejahteraan diri terkait pekerjaan dan lebih berani menetapkan batas personal.

"Daripada mengambil risiko kelelahan melalui jam kerja yang panjang atau mendefinisikan diri kita sendiri hanya melalui pekerjaan kita,” katanya.

Pelaku quiet quitting berupaya memberikan perhatian pada hal lain dalam hidupnya termasuk berolahraga, bepergian, berjejaring dengan orang lain atau menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga.

"Menjaga tubuh dan pikiran mereka, atau hanya mengambil bagian dalam kegiatan favorit mereka," tandasnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/08/31/160000520/ini-tandanya-jika-kita-sebenarnya-berperilaku-quiet-quitting-di-kantor

Terkini Lainnya

88 Persen Masyarakat Indonesia Mengalami Gigi Berlubang, Apa Penyebabnya?
88 Persen Masyarakat Indonesia Mengalami Gigi Berlubang, Apa Penyebabnya?
Wellness
Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Wellness
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Wellness
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Wellness
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Wellness
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
Wellness
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Wellness
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Wellness
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Beauty & Grooming
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Parenting
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Wellness
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Wellness
Mengapa Efek Screen Time pada Kemampuan Bahasa Anak Bisa Berbeda-beda
Mengapa Efek Screen Time pada Kemampuan Bahasa Anak Bisa Berbeda-beda
Parenting
Cinta Laura Tak Tergiur Cara Instan Dapatkan Kulit Glowing
Cinta Laura Tak Tergiur Cara Instan Dapatkan Kulit Glowing
Beauty & Grooming
Luna Maya Ungkap Efek Rutin Minum Vitamin Kulit untuk Perlambat Penuaan
Luna Maya Ungkap Efek Rutin Minum Vitamin Kulit untuk Perlambat Penuaan
Beauty & Grooming
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com