Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
KOMPAS.com - Co-parenting atau pengasuhan bersama sering dilakukan oleh orangtua yang bercerai, untuk memastikan anak tetap tumbuh dengan cinta dan perhatian dari ayah dan ibunya, meskipun kedua orangtuanya sudah tidak tinggal seatap.
Ada beberapa figur publik yang menerapkan co-parenting, seperti Acha Septriasa dan Vicky Kharisma, Gading Marten dan Gisella Anastasia, serta Desta dan Natasha Rizky.
Rupanya, ada dampak positif dari co-parenting terhadap anak, meskipun dibesarkan oleh orangtua yang sudah bercerai.
Baca juga: Co-Parenting, Ketika Pasangan Bercerai Berbagi Pola Asuh Anak
Psikolog klinis anak dan remaja Alida Shally Maulinda, M.Psi., berpraktik di Sentra Pendidikan Khusus Amadeus, Manado, Sulawesi Utara, mengatakan bahwa anak bisa lebih mampu beradaptasi.
“Perpisahan orangtua merupakan hal yang signifikan bagi anak, sehingga anak yang diberikan persiapan secara fisik dan psikologis, akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan yang akan terjadi,” kata dia, Sabtu (9/8/2025).
Orangtua sebaiknya memberi tahu anak tentang apa yang terjadi. Ini dapat mempersiapkan anak dengan kehidupan barunya setelah orangtuanya bercerai.
“Ketika keputusan untuk bercerai sudah bulat bagi kedua pihak, anak harus diberi tahu. Luangkan waktu khusus untuk membicarakan ini pada anak. Lebih disarankan jika ayah dan ibu ada di situ,” tutur Alida.
Melibatkan anak dalam diskusi tersebut bukan berarti ayah dan ibu membicarakan semua hal tentang perceraian mereka, seperti penyebab perceraian, secara merinci. Caranya pun bukan langsung mengatakan “Ayah dan ibu bercerai ya, nak”.
Cara memberi tahu anak perlu disesuaikan dengan usia anak. Semakin muda usia mereka, semakin sederhana pula cara dan kata-kata yang digunakan.
Pada anak yang sudah mulai paham dengan isi dari buku yang dibaca, buku bisa menjadi alternatif untuk membantu ayah dan ibu menjelaskan soal situasi mereka.
Hal ini dapat membuat anak lebih mudah beradaptasi saat dihadapkan dengan situasi baru di masa yang akan datang.
“Misalnya mulai dari pengenalan sekolah atau tempat tinggal baru, hingga pengenalan tentang pikiran dan perasaan yang mungkin akan anak rasakan, dan cara mengatasinya,” tutur Alida.
Kekompakan antara ayah dan ibu saat co-parenting memengaruhi kemampuan anak berusia 9-16 tahun dalam mengelola emosi.
Misalnya adalah orangtua dengan sudut pandang yang sama tentang anak, seperti anak perlu lingkungan yang aman dan nyaman untuk mengekspresikan emosinya.
“Ini akan membantu anak terbuka mengenai perasaannya, serta mampu mengelola diri secara efektif ketika merasakan emosi negatif,” terang Alida.