KOMPAS.com - Banyak orang berusaha menjalani hidup yang lebih seimbang, tapi sering kali tidak menyadari bahwa beberapa kebiasaan sehari-hari justru dapat merusak kesehatan fisik maupun mental.
Kebiasaan yang tampak sederhana dapat berdampak pada stres, kualitas tidur, kesejahteraan emosional, hingga produktivitas jika dibiarkan terus berulang.
Para ahli mengidentifikasi sejumlah kebiasaan toxic yang sebaiknya diperhatikan dan mulai dikurangi, agar kualitas hidup tetap terjaga. Berikut penjelasan lengkapnya.
Baca juga: 6 Cara Menghindari Toxic Positivity agar Emosi Tetap Sehat dan Tidak Tertekan
Kebiasaan membuka media sosial sebelum tidur sering dianggap sebagai cara melepas penat. Namun, efeknya justru sebaliknya.
Menurut psikiater Dr. Zishan Khan, kebiasaan scrolling media sosial justru membuat kamu sulit tidur dengan nyenyak.
“Scrolling tanpa henti sering kali menstimulasi pikiran secara berlebihan, sehingga lebih sulit untuk beristirahat,” ujarnya, seperti dikutip dari Real Simple, Senin (1/12/2025).
Ia merekomendasikan rutinitas yang menghentikan penggunaan layar 30–60 menit sebelum tidur sambil melakukan aktivitas menenangkan seperti membaca, menulis jurnal, atau meditasi.
Khan juga menyarankan menjadikan kamar tidur sebagai zona bebas ponsel dan menggunakan jam alarm tradisional untuk meminimalkan godaan membuka layar.
Kesibukan sehari-hari membuat olahraga mudah terabaikan. Namun, pola hidup sedentari bisa jadi kebiasaan toxic yang berdampak besar pada kesehatan.
“Kebiasaan sedentari berkontribusi terhadap stres, suasana hati yang buruk, dan masalah kesehatan fisik,” kata Khan.
Ia menegaskan, aktivitas fisik tidak harus intens untuk memberikan manfaat. Jalan kaki singkat, short workout selama istirahat, atau yoga ringan sudah cukup membantu tubuh bergerak dan mengurangi ketegangan.
Baca juga: 6 Tanda Toxic Positivity yang Sering Tak Disadari, Salah Satunya Merasa Diabaikan
Bekerja tanpa henti dianggap produktif, padahal bisa jadi toxic, karena justru merugikan kesehatan mental.
Terapis berlisensi Kiana Shelton, LCSW mengingatkan untuk memanfaatkan waktu istirahat kerja dengan maksimal.
“Istirahat tidak harus didapatkan dengan usaha, dan tidak ada imbalan jika melewatkan istirahat,” tuturnya.
Ia mendorong pekerja untuk tetap mengambil jeda meski hanya lima menit. Aktivitas sederhana seperti stretching, minum air, atau berjalan keluar ruangan dapat membantu menyegarkan pikiran dan mencegah kelelahan jangka panjang.
Belanja spontan memang menyenangkan, tetapi kebiasaan toxic ini dapat menumpuk stres finansial dan mental.
“Pembelian impulsif dapat menyebabkan stres finansial dan kekacauan, yang keduanya berkontribusi pada beban mental,” ujar Khan.
Ia menyarankan metode aturan 24 jam, yaitu menunggu sehari sebelum memutuskan membeli barang yang tidak mendesak.
Selain itu, menghapus aplikasi belanja, berhenti mengikuti influencer pemicu FOMO, serta berhenti berlangganan email marketing dapat membantu mengurangi godaan.
Suka berkata “iya” untuk segala hal bisa berubah menjadi kebiasaan toxic yang menguras energi.
“Terlalu sering berkomitmen atau mengatakan ‘ya’ dapat menyebabkan kelelahan, kebencian, dan hubungan yang tegang,” kata Khan.
Awal tahun bisa menjadi momentum mengevaluasi mana komitmen yang bermanfaat dan mana yang membebani.
Ia menyarankan untuk melatih komunikasi asertif dan memprioritaskan hal-hal yang relevan dengan nilai serta tujuan hidup.
Baca juga: Toxic Productivity, Meningkatkan Kinerja atau Merusak Kesehatan Mental?
Konsumsi layar yang berlebihan tidak hanya melelahkan pikiran, tetapi juga mempengaruhi kesehatan fisik.
“Paparan layar yang terlalu lama tidak hanya menyebabkan ketegangan mata dan kelelahan mental, tetapi juga membuat kita terputus dari momen saat ini,” jelas Khan.
Untuk menguranginya, ia merekomendasikan aturan 20-20-20. Setiap 20 menit, alihkan pandangan selama 20 detik ke objek sejauh 6 meter.
Selain itu, membuat menu dopamin atau daftar aktivitas menyenangkan tanpa layar, dapat membantu mengurangi kebiasaan doomscrolling.
Banyak orang mengira self-care memerlukan waktu lama atau biaya besar. Padahal, perawatannya dapat sangat sederhana.
“Ketika kita mengabaikan perawatan diri, kita tanpa sengaja membuat orang lain merampas kebahagiaan kita,” ucap Shelton.
Ia menyarankan meluangkan lima menit sehari untuk mindfulness, journaling, atau merenungkan momen positif.
Self-care juga bisa berarti memasak makanan favorit, memilih aktivitas fisik yang disukai, atau menyusun ulang rutinitas agar lebih ramah untuk diri sendiri.
Mengubah kebiasaan tidak terjadi dalam semalam. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menghilangkan kebiasaan bisa memakan waktu 30 hingga 60 hari.
Oleh karena itu, penting untuk menerapkan perubahan secara bertahap dan penuh belas kasih pada diri sendiri.
Dengan mengenali tujuh kebiasaan toxic ini dan menggantinya dengan rutinitas yang lebih sehat, kamu bisa meningkatkan kualitas hidup secara signifikan di tahun mendatang.
Baca juga: Toxic Masculinity, Ketika Laki-laki Tak Boleh Menangis
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarangArtikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya