Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potret Ocha sebagai Ibu Pekerja, Dilanda Rasa Bersalah Harus Andalkan Pengasuh

Kompas.com, 2 Desember 2025, 16:03 WIB
Nabilla Ramadhian,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Konsultasi Tanya Pakar Parenting

Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel

Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com

KOMPAS.com - Status ibu pekerja ada kalanya membuat ibu menghadapi tuntutan dari dua dunia berbeda, yakni kantor dan keluarga.

Waktu 24 jam seringkali terasa tak cukup untuk mengurus keluarga dan pekerjaan. Hal ini yang dirasakan Ocha, yang telah delapan tahun menjadi ibu bekerja.

“Tantangan terbesar pastinya masalah waktu. Gimana caranya kita ngatur waktu buat ngurusin anak, rumah, suami, dan kerjaan di kantor,” kata dia saat dihubungi oleh Kompas.com pada Sabtu (29/11/2025).

Keterbatasan waktu dan tenaga, membuat Ocha memutuskan memakai jasa pengasuh untuk membantu mengurus anaknya.

Baca juga: Cerita Kartika Menghadapi Rasa Bersalah sebagai Ibu dan Keputusannya Melepaskan Karier

Terpaksa menyewa pengasuh

Setelah cuti melahirkan selama tiga bulan, Ocha memutuskan untuk lanjut bekerja.

Beruntung, ia dibantu oleh ibunya untuk mengurus si kecil Gala. Namun, sang nenek hanya bisa memantau cucu dan mengajaknya bermain karena sudah berumur.

“Ada pengasuh dari awal, karena aku sadar diri kerja terus, enggak ada jeda terlalu lama pas resign sebelum kerja lagi. Jadi otomatis pastinya aku harus ambil pengasuh buat bantu si nenek saat aku kerja,” ujar Ocha.

Meski sudah dibantu oleh ibu dan pengasuh, Ocha tetap mengkhawatirkan anaknya. Wajar saja, naluri seorang ibu memang sulit untuk diajak tenang. Ada saja yang dipikirkan terkait kesehatan dan keselamatan anak.

Ocha pun mengakui, selalu ada sesuatu yang dirasa kurang ketika anak diasuh oleh pengasuhnya.

“Dipegang pengasuh sama dipegang sendiri tuh beda. Kalau dipegang pengasuh, pasti kita ada aja enggak “sreg”nya, kayak enggak sesuai sama prinsipku atau kemauanku, aku maunya anakku gimana, dan lain-lain,” tutur dia.

Baca juga: Perjuangan Ira Membesarkan Anak dengan ADHD, Tentang Menerima dan Mencintai

Anak dibawa pulang pengasuh

Ada satu momen yang cukup membuat Ocha merasa bersalah karena menjadi seorang ibu pekerja, yakni tidak bisa sepenuhnya memantau anak ketika sedang diasuh oleh pengasuh.

Bahkan, ia sempat “kecolongan” dengan sikap pengasuh yang disebut “terlalu ekstrovert”, lantaran suka membawa Gala pulang ke rumahnya ketika masih bayi.

Lokasi rumah pengasuh memang tidak terlalu jauh, tetapi bukan berarti ia mengizinkan Gala dibawa pulang pengasuhnya. Apalagi, tidak ada pembicaraan soal hal itu dalam perjanjian kerja kedua belah pihak.

“Aku maunya anak di rumah saja, jangan ke mana-mana karena kita enggak tahu lingkungan di luar seperti apa. Pasti kan beda sama di rumah sendiri, entah dia bersih atau enggak lingkungan di rumahnya, orang-orangnya gimana, kita kan enggak tahu,” jelas Ocha.

Sang pengasuh rupanya sangat sering itu membawa pulang Gala, sampai si kecil sering tidur siang di sana.

“Sampai difoto-foto, terus di-share di Facebook. Waktu itu aku kasih peringatan keras ke dia. Dan dia enggak bertahan lama, cuma tujuh bulan. Enggak aku perpanjang,” ucap Ocha.

Saat ini, Gala masih dijaga oleh pengasuh, tetapi orang yang berbeda.

Momen kewalahan menjadi seorang ibu

Harus mengajak anak bermain sepulang kerja

Menjadi seorang ibu adalah tugas sepanjang masa. TIdak heran bila seorang ibu bisa merasa kewalahan secara fisik dan mental ketika mengurus anak.

Ocha mengaku, momen dirinya merasa paling kewalahan adalah ketika sang buah hati masih bayi karena membutuhkan banyak perhatian, sekaligus diberikan beragam stimulasi demi perkembangannya.

“Sebenarnya sih aku bawa enjoy aja, cuma kan namanya manusia, rasa capek pasti ada. Aku kerja, pulang capek, dan sampai rumah masih harus ngajak main dan lain-lain. Tapi itu wajar lah, namanya manusia,” kata dia.

Belum bisa ini dan itu

Secara mental, Ocha juga lelah karena berjibaku dengan dirinya sendiri. Ia sempat khawatir melihat anaknya belum bisa melakukan beberapa hal.

Di sisi lain, ia juga memahami bahwa anaknya masih bayi, dan setiap bayi memiliki laju perkembangan yang berbeda-beda.

Baca juga: Cerita Kartika Hadapi Tekanan Jadi Ibu Sempurna dari Mamanya Sendiri

“Melihat anak belum bisa ini dan itu jadi merasa bersalah karena aku merasa, apa aku kurang main bareng, belajar bareng, dan lain-lain. Ngerasa kewalahan secara mental karena itu,” terang Ocha.

Berjuang dengan didampingi suami

Suami adalah support system utama Ocha. Ia selalu hadir menemaninya di saat Ocha merasa kurang baik menjadi seorang ibu. Suaminya pun tidak pernah absen di setiap fase perkembangan anak.

“Alhamdulilah suami aku orangnya bukan tipikal yang terlalu patriarki. Masih mau bantu gantiin popok, beres-beres rumah, dan lain-lain. Dia bukan orang yang sering diem aja, alhamdulillah rajin,” kata Ocha,

Saat Gala baru lahir, ia mengakui bahwa sang suami kurang andil dalam mengurus anak. Namun, ini karena ia takut menyakiti Gala yang kala itu masih sangat kecil.

“Dia takut megang bayi dan bingung sama anak bayi digendongnya gimana. Kata dia nanti kalau sudah gedean bakal diajak main, dan ya benar. Pas anak gedean, benar-benar diurus sama suami,” tutur Ocha.

Teman curhat yang bijaksana

Di samping menjadi orang yang telaten dalam membantu mengurus rumah dan anak, suami Ocha juga merupakan teman curhat yang bijaksana.

Semua keluh kesah yang dirasakan, direspons dengan ajakan untuk mencari solusi bersama-sama, bukan menyuruh Ocha menyelesaikan permasalahannya seorang diri.

“Kalau curhat secara langsung bahwa aku merasa kurang jadi seorang ibu sih enggak pernah. Cuma kayak, aku ngerasa ada yang kurang di anakku. Dan kita cari solusi sama-sama, walaupun keseringannya solusinya dari aku,” tutur dia sambil tertawa.

Semua dukungan terpenuhi

Saking suportifnya sang suami, Ocha tidak merasa ada dukungan yang belum diberikan. Sebab, ia masih bisa me time.

Pada awalnya, ia memang kesulitan untuk mendapatkan me time, karena suaminya masih berpikir bahwa seorang ibu hanya perlu menghabiskan waktu dengan anak.

“Awal-awal mungkin karena kaget punya anak, jadi (mengira) aku harus bareng anak. Aku kasih pengertian bahwa aku juga butuh waktu sendiri, dan kami juga butuh jalan-jalan sendiri,” tutur Ocha.

Baca juga: Depleted Mother Syndrome, Saat Ibu Terlihat Kuat tapi Sebenarnya Kelelahan

Seiring bertambahnya usia, kini Gala punya teman sendiri dan bisa dibilang sibuk dengan dunianya sendiri.

Momen seperti inilah yang disyukuri oleh Ocha. Akhirnya, ia bisa memanfaatkan lebih banyak waktu untuk mengisi kembali energi yang dibutuhkan oleh jiwanya.

“Dan suami juga sudah paham ketika aku mau pergi-pergi ke mana, ya sudah. Paling kulineran, nongkrong sama teman. Kalau jalan-jalan paling acara kantor,” kata dia.

Apa yang ingin disampaikan ke diri sendiri di masa lalu?

Ada pesan yang ingin Ocha sampaikan pada dirinya delapan tahun lalu ketika baru menjadi ibu, yakni harus banyak bersabar.

Bersabar dalam menghadapi anak, bersabar dalam menghadapi berbagai rintangan, dan bersabar dalam bertindak. Terkhusus anak, momen mengurusnya ketika masih kecil tidak akan terulang.

“Waktu aku baru jadi ibu, jujur kesabaranku masih setipis tissue. Ngelihat kelakuan anak, kadang aku enggak bisa bedain antara gemes sayang dan rasa kesal. Jadi kadang aku agak keras,” ungkap dia.

Seiring berjalannya waktu, Ocha tersadar bahwa ia tidak perlu bersikap seperti itu apabila ia lebih banyak bersabar kala itu.

“Karena, seharusnya bisa dibilangin pelan-pelan. Karena masih belum bisa kasih yang terbaik buat anak, ya jangan marah-marah mulu. Semua bisa diobrolin baik-baik, toh nanti anak juga akan ngerti seiring waktu,” pungkas dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau