KOMPAS.com - Ulos merupakan wastra bernilai tinggi yang dibuat melalui proses panjang dan penuh ketelitian. Maka dari itu, perawatannya tidak bisa disamakan dengan kain biasa.
CEO Tobatenun, Kerri Na Basaria Pandjaitan, menjelaskan bahwa ada beberapa cara merawat ulos agar warnanya tidak cepat pudar dan seratnya tetap awet, terutama pada ulos yang menggunakan pewarna alami.
Baca juga: 6 Tantangan Melestarikan Tenun Batak ke Generasi Muda Menurut TobaTenun
Menurut Kerri, ulos sebenarnya tidak dianjurkan untuk sering dicuci. Perawatan terbaik adalah mengangin-anginkan kain tersebut di tempat teduh. Cara ini membantu menyegarkan ulos tanpa merusak warnanya.
“Memang kalau kain sebenarnya enggak boleh banyak dicuci, lebih di angin-anginin. Kita enggak rekomen terlalu banyak dicuci, apalagi kain,” katanya saat ditemui dalam acara MAULIATE di Sopo Del Tower, Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025).
Kerri mengatakan banyak orang datang bertanya bagaimana cara mencuci ulos, dan ia selalu menekankan pentingnya menghindari frekuensi pencucian yang terlalu sering.
Bila pencucian memang diperlukan, barulah digunakan sabun khusus seperti sabun batik yang lebih lembut dibandingkan detergen biasa.
Baca juga: Mengenal Ulos Tumtuman dan Sadum, Dua Wastra dengan Teknik Jungkit
Kerri menegaskan bahwa ulos harus selalu dicuci dengan tangan. Mesin cuci berpotensi merusak serat dan membuat motif cepat berubah bentuk.
Ia juga mengingatkan agar penggunaan sabun sangat minimal, sekadar cukup untuk membersihkan, tanpa bahan kimia kuat yang dapat mengikis warna.
“Definitely harus hand wash semua, very minimum chemical dan sabun,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kain tenun, terutama ulos, memerlukan perlakuan lembut karena proses pembuatannya sendiri sangat panjang dan rumit.
Baca juga: Menjaga Tradisi, Membuka Inovasi: Cara Ulos Dekat dengan Generasi Muda
Ulos yang menggunakan pewarna alam sangat sensitif terhadap cahaya matahari. Paparan yang terlalu kuat memungkinkan warna pada ulos jadi cepat memudar.
Oleh sebab itu, penjemuran sebaiknya dilakukan di tempat teduh, bukan langsung di bawah sinar matahari.
“Jangan terlalu banyak matahari, apalagi kalau warna alam karena warnanya akan pudar,” saran Kerri.
Baca juga: Tenun, Suara Perempuan yang Jadi Wajah Perlawanan Kebudayaan di NTT
Kerri bercerita, dalam budaya Batak, banyak keluarga memiliki lemari khusus untuk menyimpan ulos agar tetap terjaga kualitasnya.
Menurut Kerri, ulos memang sebaiknya disimpan di tempat yang kering, tidak lembap, dan sedikit lebih sejuk. Kelembapan bisa menyebabkan ulos berjamur atau seratnya melemah.
“Seluruh keluarga Batak itu ada satu lemari full of ulos, dan itu lemari yang agak dingin dikit, dan enggak kena lembap dan enggak kena matahari,” cerita Kerri.
Baca juga: Lebih dari Sekadar Kain, Makna dan Warisan Tenun Biboki dari NTT
Kerri juga menjelaskan, untuk menjaga kualitas ulos agar tetap maksimal, penyimpanan dilakukan dengan sangat hati-hati.
Ia sering menggunakan kertas antiasam (anti acid paper) untuk menggulung ulos, sehingga kain lebih terlindungi dari kelembapan dan warnanya tidak mudah memudar.
“Kita pake kertas yang anti acid. Kita gulung biar kelembaban enggak masuk,” sarannya.
Baca juga: Toba Tenun Gaungkan Peran Perempuan dalam Melestarikan Tenun Batak
Di sisi lain, Kerri juga menegaskan bahwa ulos merupakan hasil kerja tangan yang dibuat melalui proses panjang dan sarat nilai budaya.
Oleh sebab itu, merawatnya dengan hati-hati bukan sekadar menjaga kainnya, tetapi juga menghormati warisan Batak yang dibawa dan menghargai para penenunnya.
“Tenun tangan itu panjang prosesnya, kita harus lebih apresiasi juga,” tutup Kerri.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang