Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/08/2017, 12:07 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menikah bukan perkara mudah. Perlu persiapan, hingga kematangan. Namun kini di media sosial muncul sebuah ajakan nikah muda, agar anak-anak muda  dan remaja segera memutuskan untuk menikah.

Beberapa alasan yang dijadikan pembenaran antara lain agar tak perlu melewati masa pacaran dan menghindari perbuatan yang dilarang norma. Lantas, bagaimana persoalan tersebut dipandang?

Koordinator komunikasi dan advokasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Frenia Nababan mengatakan, perlu membedah lebih dahulu soal ajakan nikah muda—satu di antaranya soal batasan umur.

“Kalau mendorong nikah di usia di bawah 18 tahun kan sama kaya perkawinan anak, dan itu menjadi ironi. Di satu sisi kita kampanye kekerasan seksual pada anak, tapi kekerasan seksual anak (seakan) diperbolehkan dalam pernikahan. Padahal undang-undang mewajibkan orangtua lindungi anak-anak dari kekerasan seksual,” kata Frenia saat dihubungi Kompas Lifestyle, di Jakarta, Rabu (9/8/2017).

Baca: Pernikahan yang Bahagia Bikin Panjang Umur

Dia sendiri tidak secara keras menentang nikah muda—karena setiap orang memiliki kematangan berbeda. Yang ditentang adalah bila persiapan tidak dilakukan secara benar, baik secara kedewasaan diri hingga persoalan lanjut setelah menikah.

Salah satu yang dikhawatirkan adalah, dalam ajakan nikah muda yang disampaikan kebanyakan sesuatu yang mudah, indah dan manis. Padahal ada hal lain dari pernikahan, mulai dari kesehatan reproduksi, mengurus rumah tangga, hingga mengasuh anak. Hal-hal itu sering tidak masuk perhitungan.

“Misalnya, kalau (melahirkan) di bawah usia 20 tahun, resiko kematian ibu bisa 5 sampai 7 kali lebih besar karena ketidaksiapan organ reproduksinya,” kata dia.

Sementara dalam hal tanggungjawab terhadap anak, mereka yang belum siap secara pekerjaan dan penghasilan karena baru lulus sekolah, dikhawatirkan akan mengalami kesulitan ekonomi, dan itu berdampak buruk pada pengasuhan anak.

"Ada risiko anak-anak mereka tidak terurus karena pekerjaan yang dimiliki orangtua tidak mendukung. Pada akhirnya, mereka akan kembali pada orangtua atau mertua, bukan membangun rumah tangga sendiri," ujar Frenia.

“Kalau saya melihat, kampanye nikah muda lebih banyak menawarkan sisi romantis dalam pernikahan. Sisi indah-indah saja,” kata Frenia .

Baca: Wanita Berusia Matang Mengasuh Anak Lebih Baik

Selain itu, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, terjadi 40 perceraian setiap satu jam. Ini disebut berbanding lurus dengan tren menikah di usia muda.

Data lain dari Kementerian Agama RI pada tahun 2014 menyebutkan bahwa 70 persen perceraian diajukan oleh perempuan. Kondisi ini menunjukkan bahwa memang ada tekanan yang dialami perempuan dalam biduk rumah tangga. Ada ketidaksiapan dari mereka menjadi ibu rumah tangga, istri dan faktor lain.

Risiko tidak disampaikan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com