Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Resolusi Hidup Sehat, Idealis Atau Realistis?

Kompas.com, 31 Desember 2024, 12:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Barangkali resolusi alias janji pada diri sendiri soal hidup sehat di tahun baru, terdengar semakin basi tahun demi tahun.

Janji yang sama berakhir tragis dengan drama ‘non happy ending’. Bahkan, kerap semakin banyak imbuhan aneka jegalan sana-sini.

Yang tiga tahun lalu resolusi cuma soal berat badan, dua tahun lalu ditambah ultimatum dokter dengan gangguan hormonal sehingga haid berantakan.

Baca juga: Apakah Masyarakat Indonesia (Sudah) Mampu Memilih Asupan Sehat?

Dan di tahun ini, sang dokter makin kencang suaranya dengan hasil laboratorium yang menunjukkan sindroma metabolik alias angka merah di panel pemeriksaan lemak darah, ditambah katanya sudah ada tanda-tanda insulin resisten.

Jika saja ada pil ajaib atau metode ampuh yang bisa membungkam semua sensor bahaya itu, rasanya apa pun akan dipertaruhkan termasuk jika harus bayar mahal. Sayangnya, tidak ada.

Pun diet sebulan mati-matian menahan liur di depan kedai bakmi ayam kesayangan, hanya berbuah turun setengah kilo dari bobot asal.

Begitu pula dua bulan ikut keanggotaan gym yang tak jauh dari kantor, berujung pengkhianatan berulang, karena jadwal rapat dan keluar kota – alhasil perut masih goyor dan tengkuk makin cenat cenut tiap habis menatap layar monitor beberapa jam sehari.

Tulisan di atas barangkali diamini banyak orang dengan keluhan serupa. Yang disalahkan, dijadikan kambing hitam, biasanya soal waktu.

Tidak punya waktu sarapan, sehingga nyamber secangkir kopi dan roti seketemunya, tidak punya waktu masak sehingga lebih praktis beli lewat layanan antar, tidak punya waktu olah raga sebab pulang rumah sudah luluh lantak, tidak sempat belanja kebutuhan dapur sebab masaknya saja tak tahu kapan.

Kisah yang sama bagi yang masih bujangan, apalagi yang telah beranak tiga.

Dari pengamatan yang selama ini saya temukan pada pasien dan kebanyakan orang di luar sana, resolusi hidup sehat diawali dengan cara-cara salah.

Pertama. target idealis ketimbang rencana realistis. Misal, seperti kebanyakan anjuran ‘clean eating’: sarapan saja dimulai dengan aneka bahan pangan impor dan menu asing.
Mulai dari roti gandum, havermut, hingga quinoa.

Tidak semua orang mampu membeli produk impor yang (apalagi) akan semakin mahal dengan kenaikan pajak.
Baca juga: Membangun Bangsa yang Sehat Tak Bisa Dikerjakan Sendirian

Lebih konyol jika roti gandumnya ‘main-main’ : tepung putih diberi sedikit ampas kulit gandum. Dan lidah orang Indonesia pastinya tersiksa tiap pagi hanya diberi telur rebus.

Padahal makan nasi tutug oncom dengan pepes ikan mas dan sayur daun singkong, serta pepaya satu juring, buat etnik Sunda jauh lebih nikmat sekaligus memenuhi konsep gizi seimbang: ada makanan pokok, protein, sayur dan buah.

Pemahaman soal konsep gizi seimbang sayangnya terdistorsi oleh banyak kepentingan, termasuk yang katanya pakar dan panutan tapi beriklan.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau