Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Belajar dari Choirul Huda, Perlu ada Pelatihan Khusus Cedera Olahraga

KOMPAS.COM - Meninggalnya Choirul Huda saat mengawal gawang Persela Lamongan pada pertandingan Liga 1 kontra Semen Padang, Minggu (15/10/2017) sore, menghadirkan duka mendalam bagi persepakbolaan nasional. Di sisi lain, masih ada pekerjaan rumah bagi PSSI untuk memberi pelatihan khusus terkait tindakan penanganan cedera olahraga. 

Kapten Persela , Choirul Huda, meninggal dunia, Minggu (15/10/2017) sore. Pemicunya adalah benturan Huda dengan rekan setimnya, Ramon Rodrigues.

Pada menit ke-44, Huda coba mengamankan gawang dari ancaman Marcel Sacramento, tetapi dadanya malah mengenai kaki dari Rodrigues. Huda sempat bergerak, kemudian tidak sadarkan diri. 

Akan tetapi, nyawa Choirul Huda tak terselamatkan. Kiper yang setia dari awal hingga pengujung kariernya membela Persela itu mengembuskan napas terakhir sekitar pukul lima sore hari. 

Berikut uraian Alfan kepada KOMPAS.com:

Nah ini yg jadi pekerjaan rumah federasi (PSSI) beserta jajaran komite medisnya untuk memantapkan apakah SOP di tingkat bawah sudah sesuai atau belum?

Pelatihan kasus emergency for sports injury mutlak harus diperlukan dan diajarkan untuk semua tingkatan mulai pemain, ofisial, dan tim medis.

Dikarenakan pengetahuan akan tindakan yang tepat dan cepat merupakan goal seorang atlet akan bisa hidup/cacat/bahkan meninggal dunia.

Saya mengamati kalau publik sekarang baru menyoroti kinerja tim medis. Namun, semua tidak bisa ditimpakan ke tim medis.

Permasalahnnya kompleks dari manajemen federasi sampai ke knowledge dan skill tim medis beserta fasilitas kesehatan yg tersedia.

Syukur sudah ada tim medis yang bekerja daripada tidak ada sama sekali. Nah, ini yg harus cek dan ricek.

Saya rasa perhatian untuk medis sangatlah penting dari federasi tidak hanya pada sistem kepelatihannya saja, karena peran medis juga vital dalam peningkatan prestasi atlet.

Mengeluarkan budget yang besar untuk medis saya rasa bukanlah kerugian.

Kalau pengalaman saya melihat dan membandingkan peralatan medis tim negara Jepang, Korea, dan  bahkan Eropa lainnya sudahlah sangat standar.

Kebetulan saya sendiri pernah mengikuti medicine football yg diselenggarakan oleh AFC/FIFA beberapa tahun lalu.

Beberapa tahun lalu sempat ada pelatihan tentang sports injury utk tim medis liga. Tapi Setelahnya kok tidak ada lagi. Ini yang harus kita pertanyakan lagi ke federasi. Kegiatan seperti itu sangatlah penting dan bermanfaat.

Ilmu pengetahuan tentang sports injury mutlak ditambahkan dan diajarkan ke tenaga medis yg bertugas.

Terkadang yang bertugas sebagai tim medis bukanlah seorang dokter, kadang fisioterapi, masseur, dan tenaga paramedis.

Beberapa yang saya amati belum memenuhi standard medis. Ini yang harus federasi bantu utk pemenuhannya.

Mulai dari obat-obatan, alat emergency musculosceletal, emergency cardiorespiration, AED (defibrilator jantung), alat cek suhu udara dan kelembaban. Soal SDM perlu di upgrade ilmunya juga.

Terjadinya kolaps atau pun susah napas di lapangan memang harus diselesaikan manajemennya di dalam lapangan sampai atlet bisa napas spontan sehingga dibawa ambulans dalam keadaan stabil.

Memang ada beberapa perbedaan antara cervical injury (cedera leher) dengan head injury ataupun thoracal injury (dada)

Karena perbedaan itulah bisa mengakibatkan fatal,  hal ini juga harus dikuasai tim medis.

Kalau Fernando Torres (Atletico Madrid), pemain dalam lapangan sudah paham apa yang harus dikerjakan sambil menunggu tim medis masuk lapangan.

Sementara kita belum tahu akan hal itu.

https://lifestyle.kompas.com/read/2017/10/16/151101520/belajar-dari-choirul-huda-perlu-ada-pelatihan-khusus-cedera-olahraga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke