Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Efek Lain dari Kurang Protein Tak Cuma Kualitas Sperma yang Buruk

KOMPAS.com - Riset baru telah membuktikan pria yang kurang mengonsumsi protein memiliki kualitas sperma yang buruk.

Celakanya lagi, kemungkinan besar mereka juga akan memiliki keturunan dengan obesitas.

Peneliti menemukan bukti ini setelah menganalisis tikus yang diberi makan dengan protein yang berjumlah setengah dari konsumsi yang disarankan.

Riset dipimpin oleh Dr Adam Watkins dengan memberi tikus jantan pola makan yang terdiri dari 18 hingga 19 persen protein.

Berdasarkan pedoman gizi di Inggris dan Amerika Serikat, orang dewasa sebaiknya mengonsumsi sekitar 20 persen protein setiap harinya.

Sampel sperma didapatkan dari tikus jantan yang mati, sehingga peneliti bisa menganalisis perbedaan antara kedua kelompok.

"Hasil menunjukkan tikus yang kurang mengonsumsi protein menghasilkan sperma yang buruk," papar Dr Watkins.

Hasilnya, tikus tersebut memiliki kualitas sperma dan cairan semen yang lebih rendah.

Keturunan yang dihasilkan pun berbobot lebih besar dan memiliki gejala diabetes tipe dua.

Keturunan tikus dianalisis oleh peneliti ketika usia mereka setara dengan usia 30 tahun usia manusia.

Periset menyimpulkan hal ini terjadi karena ketidakseimbangan diet protein yang mempengaruhi kualitas DNA yang diturunkan dari ayah pada anak.

Laman Daily Mail menyebutkan, riset ini dilakukan oleh peneliti dari Nottingham University untuk mengetahui bagaimana kekurangan protein dapat melemahkan sperma.

Sebelumnya, banyak riset yang telah membuktikan pria dengan berat badan lebih, merokok atau pecandu alkohol memiliki kualitas sperma yang lebih buruk.

Namun, riset ini telah menyoroti celah lain dalam kesimpulan itu. 

Sperma memiliki lebih sedikit label kimia pada DNA yang mengatur ekspresi gen, dibandingkan dengan tikus yang diberi diet normal.

Plasma seminal - cairan yang membawa sperma dan memberi nutrisi melalui saat berproses untuk membuahi sel telur, juga memiliki kualitas yang lebih buruk.

Peneliti menggunakan sperma yang dikumpulkan dari tikus jantan yang mati untuk menghamili tikus betina, yang semuanya telah diberi diet normal.

Kesehatan anak-anak tikus tersebut kemudian dianalisis ketika mereka berusia empat bulan, yang setara dengan usia 30 tahun pada manusia.

Hasilnya, anak-anak hasil sperma yang "buruk" tersebut memiliki bobot tubuh yang lebih besar daripada anak-anak tikus yang mendapatkan diet normal.

Mereka juga menunjukkan tanda-tanda diabetes tipe dua yang merupakan penyebab kematian dini.

Selain itu, mereka juga memiliki metabolisme yang lebih lambat.

Plasma seminalis dari tikus yang kekurangan protein menekan peradangan uterus pada ibu, yang dianggap penting untuk kehamilan yang sehat.

"Apa yang dikonsumsi ibu selama kehamilan memang mempengaruhi perkembangan dan kesehatan anaknya," papar Watkins.

Oleh karena itu, Watkins mengatakan agar para wanita yang sedang melakukan program kehamilan harus memahami pentingnya gaya hidup sehat dan pilihan diet yang baik.

Menariknya, riset ini juga menemukan efek dari apa yang dikonsumsi oleh para ayah untuk anak-anak mereka kelak.

"Penelitian kami yang memakai subjek berupa tikus menunjukkan pada saat pembuahan dan diet ayah mempengaruhi pertumbuhan jangka panjang dan kesehatan metabolik anak-anaknya," papar Watkins.

Menurut dia, riset ini tidak hanya mengidentifikasi dampak pola makan buruk dari calon ayah terhadap kesehatan keturunannya, tetapi juga mulai mengungkap bagaimana efek ini terjadi.

Menurut Profesor Kevin Sinclair, salah satu periset, sperma berkontribusi lebih dari setengah gen yang membentuk anak.

"Selama proses pembuahan, sperma juga menjadi bagian penting yang bertugas untuk membuahi sel telur wanita yang ditunjang oleh plasma seminal, dan dapat mempengaruhi hasil dari pembuahan," paparnya.

Riset ini, kata Sinclair, menunjukkan komposisi plasma seminal dipengaruhi oleh pola konsumsi sang ayah, dan ini juga dapat mempengaruhi kualitas kesehatan anak.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/08/30/144149620/efek-lain-dari-kurang-protein-tak-cuma-kualitas-sperma-yang-buruk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com