Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Menyimpan" Hubungan Intim Pertama untuk Malam Pertama...

Namun tidak demikian dengan Laura (33) dan Adam Hardin (37) yang menyimpannya untuk malam pertama, dan lalu merasakan hal yang tak terlupakan.

Pasangan suami istri asal Washington D.C,  Amerika Serikat tersebut mengenang hubungan intim pertama keduanya di malam pertama.

Meski kini Laura tengah hamil anak ketiga, tapi Adam masih ingat kecemasan-kecemasan yang dirasakannya ketika bulan madu sekitar lima tahun lalu.

Saat itu adalah kali pertama kali keduanya berhubungan intim. "Aku pikir saat itu, aku khawatir dan tidak ingin menyakitinya," kata Adam.

Laura dan Adam telah mengenal satu sama lain selama bertahun-tahun dan membina hubungan selama sekitar 1,5 tahun.

Keduanya sangat bersemangat untuk menjalani malam pertama mereka sebagai suami-istri.

Namun, ketika hari itu tiba, mereka justru tidak yakin dengan apa yang harus mereka lakukan.

"Aku ingat, menelepon seorang teman dan hanya mengatakan kepadanya bagaimana kami butuh waktu, dan kami tidak yakin apa yang harus dilakukan," kata Laura.

Di AS, jarang orang yang menunggu menikah hanya untuk berhubungan intim.

Memang secara angka sulit diukur, namun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS menyebut, hampir 90 persen orang yang menikah pernah melakukan hubungan seks pranikah.

Tentu saja, kecemasan-kecemasan yang dialami Laura dan Adam bukanlah karena masalah kurangnya chemistry.

Mereka sudah merasakan itu saat menjadi sukarelawan untuk sebuah program yang dijalankan oleh sebuah gereja Kristen Evangelis.

Di sanalah persahabatan mereka mulai tumbuh menjadi sesuatu yang lebih dari pertemanan. 

Meski memiliki perasaan yang sama, Adam mengaku tak ingin segala sesuatunya berjalan terlalu terburu-buru.

Keputusan itu sebagian besar memang terjadi karena iman mereka. Mereka sepakat untuk menyimpan hubungan intim hanya setelah mereka resmi menikah.

Jadi, mereka membuat beberapa aturan: bukan hanya tanpa seks, tapi juga tanpa ciuman. Tak hanya hingga pertunangan, tapi hingga hari pernikahan.

Mereka pun sampai membicarakan bagaimana agar langkah-langkah itu bisa dilakukan.

Cara ini, berbincang dengan pasangan soal kapan bisa mulai berhubungan intim, mungkin tidak berlaku bagi semua orang.

Tapi, bagi Laura dan Adam, hal itu perlu dibicarakan untuk membantu mereka tetap pada rencana.

"Jika kita tidak mencium satu sama lain, maka kita tidak akan melangkah lebih jauh. Begitu, bukan?" kata Adam.

Menyimpan semuanya untuk hari pernikahan membuat sentuhan-sentuhan terasa lebih intim dan lebih erotis.

"Seperti berpegangan tangan dan berpelukan adalah hal besar bagi kami, mungkin terlalu besar," kata Laura.

Adam dan Laura mengatakan, mereka pernah mencium orang lain pada hubungan masa lalu. Tetapi keduanya tidak pernah melakukan hubungan seksual sebelum pernikahan.

Jadi mereka tahu bahwa terlepas dari keinginan mereka, akan ada masa belajar.

Mereka menghabiskan waktu menjalani konseling pranikah dengan para pendeta dan istri mereka, yang tidak merasa pembicaraan soal hubungan intim adalah hal tabu.

Hari Minggu sebelum pernikahan, istri pendeta Laura mendatanginya dengan tas -diisi dengan baby oil, pelumas dan benda-benda lainnya yang tak pernah dipikirkannya.

Laura mengenang itu sambil tertawa. Mereka merasa beruntung berada di sekitar orang-orang baik.

Keluarga maupun kerabatnya di gereja terbuka dan tidak menghakimi ketika bicara tentang seks. Sesuatu yang mungkin tidak semua orang temukan di komunitas mereka.

"Ini membuat saya tidak merasakan beban. Namun, aku setuju dengan beberapa hal yang kubaca. Aku pikir kami perlu membicarakannya lebih lanjut," kata dia.

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa orang yang tumbuh dalam gerakan murni Kristen evangelikal menulis, mereka menemukan pesan tentang seks pranikah yang dianggap dosa yang berbahaya.

Laura dan Adam merasa bahwa beberapa dari pesan itu, dan cara pesan itu disajikan, telah membuat orang merasa malu tentang seks dan tubuh mereka.

Padahal, Adam menilai bahwa kritik bisa membantu.

"Bagi saya, itu bukan kritik tentang menunggu untuk melakukan hubungan seks. Itu adalah kritik tentang menunggu untuk berbicara tentang seks, atau bagaimana Anda berbicara tentang seks," kata Adam.

Tapi, bicara tentang seks dan berhubungan intim bukanlah hal yang sama.

Laura dan Adam mengatakan, semua saran yang mereka dapatkan sangat membantu, tetapi mereka masih harus memikirkan bagaimana mempraktikkannya di bulan madu.

"Kamu belum pernah mengalami itu sebelumnya, kamu tidak tahu seperti apa rasanya atau apa yang akan kamu pikirkan tentang dirimu," katanya.

"Jadi itu menantang, tapi begitu berhasil melewatinya, itu benar-benar terasa manis."

Laura mengatakan, seorang temannya menyarankan posisi tertentu yang mungkin bisa membantu. Dia dan Adam memutuskan untuk mencobanya.

Setelah bulan madu, Adam mengatakan, mereka melakukan penyesuaian untuk melihat semuanya dengan pandangan yang sedikit berbeda.

"Ini agak aneh, tapi ketika aku mengantre di kantor pos, misalnya, aku berkata, 'wow, dunia adalah tempat seksual!'."

"Mengenal seks pada tingkat intim itu membuatmu mulai menyadari bahwa orang lain juga mengetahui hal ini," ujar dia.

Bagi Laura dan Adam, bagian dari keindahan hubungan seksual mereka adalah bahwa tidak ada orang lain, dan tidak pernah ada yang mengetahui tentang sisi intim masing-masing dari mereka, kecuali pasangan.

"Adam adalah satu-satunya orang yang tahu sisi lainku. Dan aku satu-satunya orang yang tahu sisi dirinya," kata Laura.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/05/03/081507820/menyimpan-hubungan-intim-pertama-untuk-malam-pertama

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com