Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal "Slow Fashion", Mode Berkelanjutan demi Kelestarian Bumi

KOMPAS.com - Perkembangan mode terjadi begitu cepat. Apa yang hari ini sedang hype bisa saja langsung terganti dengan tren yang lain.

Di satu sisi, merek-merek fesyen mewah mampu memproduksi enam koleksi dalam setahun.

Bahkan, pengecer online seperti ASOS mampu menyediakan hingga 60.000 gaya pada satu waktu.

Namun masalahnya, fesyen yang meliputi cara pakaian diproduksi, dipromosikan, dan dikonsumsi tanpa henti, turut mengambil andil besar dalam kerusakan bumi ini.

Pada 2015, emisi gas rumah kaca dari produksi tekstil global mencapai 1,2 miliar ton CO2. Angka tersebut melebihi emisi dari semua penerbangan internasional dan transportasi laut.

Prisip "Slow Fashion"

Dalam 15 tahun terakhir, produksi tekstil global meningkat dua kali lipat demi memenuhi permintaan.

Industri tekstil diprediksi akan meningkat 64 persen di tahun 2030.

Sebagian besar perkembangan tersebut didominasi oleh fast fashion, yang menghasilkan produk murah, namun mudah rusak.

Menurut konsultas fesyen, McKinsey, lebih dari setengah item hasil fast fashion dibuang dalam waktu kurang dari setahun.

Pada generasi sebelumnya, garmen bersumber dan diproduksi secara lokal. Orang-orang menjahit pakaian mereka sendiri atau membeli pakaian yang tahan lama.

Pakaian juga berhubungan dengan waktu dan tempat, serta mengekspresikan budaya dan komunitas sekaligus menawarkan elemen perlindungan.

Dan, prinsip-prinsip dalam mode lambat menerapkan semua hal itu.

Pelopor industri mode keberlanjutan Kate Flectcer juga menyoroti pendekatan dalam slow fashion yang mempertimbangkan proses dan sumber daya dalam proses produksi.

Dalam mode lambat, ada pendekatan yang berfokus pada kelestarian alam dan kesejahteraan orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatan serta keterampilan mereka.

Namun bagi konsumen, hal itu hanya buang-buang waktu saja. Mereka hanya bisa membeli pakaian bagus ketika membutuhkannya dan mencari kualitas terbaik.

Jika kita termasuk penggemar raw denim, wax jacket atau sepatu bot yang awet dan berkualitas, kini industri mode telah menyadari adanya kebutuhan mode berkelanjutan.

Ada mode yang memiliki perubahan lambat untuk memenuhi selera pasar yang lebih luas dari sebelumnya, termasuk streetwear.

Berikut hal-hal yang harus kita perhatikan agar pakaian yang kita gunakan awet dan berkelanjutan.

1. Bahan yang bagus

Produk fast fashion seringkali mudah rusak karena diproduksi dengan bahan berkualitas rendah.

Karena keterbatasan waktu, bahan untuk membuat produk fast fashion tidak mengalami tes pencucian dan uji coba pemakaian sehingga tidak terjamin kualitasnya.

Harga yang lebih murah juga membuat produsen lebih memilih menggunakan campuran serat sintetis untuk meminimalisir harga produksi.

Untuk menentukan kualitas bahan, kita bisa melakukan pengecekan secara pribadi. Remas kain dalam beberapa detik, lalu lepaskan. Jika tetap kusut, bisa jadi bahan yang digunakan tidak mengalami pengujian.

Hampir 40 persen pakaian yang diproduksi biasanya terbuat dari katun dengan tekstur yang lembut, kuat biodegradable, dan dapat di daur ulang.

Bahan yang memiliki kualitas serupa adalah poliester, yang berasal dari batu bara dan minyak bumi.

Poliester menghasilkan emisi karbon dua kali lipat dari katun. Dibutuhkan 20-200 tahun agar poliester terurai.

Saat dicuci, bahan tersebut juga bisa menyebarkan racun ke tanah dan melepaskan mikrofiber ke lautan.

Di sisi lain, pakaian berbahan poliester lebih awet dan dianggap mendukung mode berkelanjutan, daripada sekian banyak pakaian yang dianggap ramah lingkungan.

2. Menggunakan bahan baku lokal

Selama berabad-abad, industri tekstil adalah bagian penting dari ekonomi Inggris. Seluruh bahan baku diperoleh dari negara asal. Namun, semua itu hanyalah masa lalu.

Demi memotong biaya produksi, banyak perusahaan yang membeli bahan baku dan melakukann proses produksi di negara berkembang.

Di sisi lain, mode lambat dari merek pakaian asal Inggris sangat disukai para konsumen karena berbagai faktor.

Pertama, sebagian besar merek mode lambat merupakan perusahana kelaurga yang dikelola secara kompak.

Kedua, merek-merek asal Inggris juga cenderung dibuat dari bahan asal Inggris dan proses produksi dilakukan di negara asal, jadi meminimalisir dampak perjalanan udara.

Merek Inggris juga cenderung memuat koleksi kecil dengan gaya klasik yan bertahan lama. Misalnya, wax jaket atau jaket berlili bisa kita padukan dengan sepatu brogue.

Padu padan ini mungkin klasik, namun popularitasnya bertahan lama.

Mode lambat umumnya memang memiliki harga yang mahal tetapi lebih awet. Sepotong pakaian yang diproduksi dengan baik akan bertahan lebih lama daripada selusin pakaian murah.

3. Merek Indie

Merek-merek high street saat ini tak lagi fokus memproduksi fesyen yang berkelanjutan dan berkualitas tinggi.

Jika ingin mencari produk berkualitas tinggi dan tahan lama, coba kunjungi toko-toko indie.

Meski kurang terkenal, merek-merek clothing indie biasanya menyajikan produk dengan kualitas lebih baik.

4. Periksa kembali pakaian yang kita miliki

Menurut organisasi Worldwide Responsible Accredited Production, memperpanjang umur -pakaian hanya sembilan bulan saja mampu mengurangi emisi karbon dan polusi air sebesar 20-30 persen.

Agar pakaian lebih awet, jangan teralu sering mencucinya dan menyetrikanya. Panas  memecah serat kain, dan menyebabkan pakaian menyusut atau usang sebelum waktunya.

Simpan pakaian dengan menggunakan hanger kayu. Untuk kaus, kita bisa menyimpannya dnegan cara dilipat.

Saat pakaian terkena noda, beri setetes cairan pembersih dan usap dengan lap basah, beri tekanan lembut, dan rendam semalamam sebelum kia mencucinya.

Jika pakaian mengalami sedikit kerusakan sebaiknya kita jangan langsung membuangnya. Bawalah ke tukang reparasi atau penjahit agar pakaian kembali bisa digunakan.

5. Ubah cara pandang

Tak akan ada perubahan jika kita tidak mengubah cara pandang kita terhadap fesyen.

Hadirnya produk-produk fesyen yang murah dan selalu up to date, memang sulit untuk memperkuat mode yang berkelanjutan.

Tapi, jika kita tidak peduli dengan kelangsungan planet ini, perhatikan bahan dan kualitas pakaian yang kita beli.

Cari tahu dulu bagaimana perusahaan dan kisah para pembuatnya.

Jika memang merek pakaian yang kita beli tidak meminimalisasi biaya produksi dengan mengorbankan kualitas, dan pakaian yang akan kita beli bisa di daur ulang kembali, maka produk itu sudah menjadi bagian dari slow fashion.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/09/04/144957520/mengenal-slow-fashion-mode-berkelanjutan-demi-kelestarian-bumi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke