Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Keluar dari Kecemasan dan Rasa Takut di Masa Pandemi?

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 adalah situasi yang penuh ketidakpastian. Karena itu, tidak heran jika kita akan menemukan kesulitan melewati masa-masa ini.

Masyarakat dihantui stres, kecemasan, hingga rasa takut selama pandemi. Lalu, bagaimana agar kita dapat keluar dari situasi tersebut?

Menurut Annastasia Ediati, S.Psi, M.Sc, Ph.D, psikolog dan dosen di Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, di masa pembatasan sosial, banyak orang merasa ada "tembok besar" yang menghalangi hidup mereka.

"Mereka yang mau pergi menjadi tidak bisa. Lama-lama, orang menganggap dirinya semakin kecil dan tembok itu semakin besar. Kita pun bertanya bagaimana melewati tembok ini."

Demikian kata Annastasia dalam program "Menjadi Pribadi Yang Bertransformasi di Era Pandemi" yang ditayangkan secara langsung di YouTube pada Rabu (3/6/2020) sore.

Sebelum pandemi, kata Annastasia, rata-rata orang sudah memiliki sifat anti-sosial, tetapi mereka masih mempunyai tempat pelarian seperti pergi ke kafe atau tempat yang mereka inginkan.

"Sekarang, dengan adanya pandemi, kita tidak bisa lagi melakukan hal itu," ucap dia.

"Tidak bisa pergi membuat orang dihadapkan pada realita yang tak dapat ditolaknya. Orang menjadi semakin kesepian, dan mengalami gangguan tidur atau insomnia."

Annastasia melanjutkan, di masa pandemi Covid-19, masyarakat akan menghadapi tiga tahapan Learning Zone Model (Senninger, 2000), yaitu:

1. Panic Zone

2. Learning Zone

3. Comfort Zone

"Learning Zone adalah zona di mana kita belajar hal baru untuk beradaptasi. Mereka telah menemukan ritme bekerja dari rumah, namun terkadang mereka bisa kesulitan untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga," tutur Annastasia.

"Ada orang yang sudah hampir tiga bulan pandemi masih dominan di Panic Zone. Sementara sebagian lain sudah menemukan zona nyaman mereka (Comfort Zone). Kepanikan mereka berkurang jauh, dan proses kreatifnya mulai jalan."

Ia berharap, setiap orang dapat mengevaluasi diri selama pandemi.

"Tanyakan, kita berada di zona mana di dalam keluarga? Bagaimana mensinkronkan kegiatan setiap anggota keluarga?" katanya.

"Jika kita memahami hal ini ini, kita dapat berempati pada orang-orang yang masih berada di Panic Zone."


Perilaku adaptasi seseorang di masa pandemi

Annastasia menuturkan, beberapa orang terjebak dengan dirinya melihat "tembok" sebagai hambatan permanen.

"Seolah tidak ada matahari di balik tembok tersebut. Mereka merasa takut, cemas, tidak berdaya. Mereka anggap pembatasan sosial itu membatasi segala hal dalam hidup mereka," tuturnya.

"Bayangan bahwa hidup tidak lagi seperti dulu sangat menakutkan. Mereka sulit menerima adanya pikiran selain apa yang mereka pahami."

Namun, tidak sedikit orang menilai bahwa di situasi pandemi sangat penting untuk belajar hal baru, hanya saja mereka takut mengambil risiko, kata Annastasia.

"Banyak sekali pertimbangan saat akan bertindak. Akhirnya mereka menunda tindakan mereka."

"Saya lihat, di masa sekarang, orang mulai menawarkan belajar online, digital marketing. Keinginan untuk keluar dari Panic Zone sangat besar, namun mereka belum berada di Comfort Zone karena masih mencari petunjuk yang cocok."

Ia menyarankan agar kita bertanya kepada diri sendiri: "Selama tiga bulan masa pandemi, apakah sudah ada sesuatu yang saya lakukan?"

"Saat ini kita masih berada di tahap mencari siasat untuk menghilangkan kejenuhan. Ketika kita menghadapi tembok, nikmati saja. Tidak banyak orang yang mampu menikmati tembok ini," ujar dia.

Di samping itu, Annastasia menyebut perlunya "menikmati" masa pandemi dengan menciptakan ide kreatif.

Annastasia menjelaskan lima proses yang akan membantu kita menghasilkan kreativitas, seperti yang ia kutip dari buku Wired to Create karangan Scott Barry Kaufman dan Carolyn Gregoire:

1. Proses kreatif selalu berantakan pada awalnya

"Orang kreatif menggabungkan hal-hal yang kontradiktif di dalam diri. Kemudian mereka jadikan satu dalam prosesnya," ucap Annastasia.

2. Orang kreatif suka mengkhayal

Orang kreatif akan berjalan kaki sambil melamun untuk memikirkan ide-ide, serta melakukan deep breathing atau bernapas secara dalam.

3. Mulai menciptakan sesuatu

"Kita mulai menciptakan sesuatu. Terkadang kita tidak mendapat penghargaan yang layak saat membuat sesuatu, sehingga kita takut memulainya," katanya.

4. Atensi atau perhatian

"Sekarang kita menjadi terkondisi untuk multitasking. Itu mengakibatkan kita sulit fokus pada satu hal. Keterampilan orang untuk fokus mengerjakan satu hal dalam waktu lama akan menjadi kekuatan luar biasa di masa depan."

5. Temukan sisi jenius

Annastasia mengatakan, setiap orang punya sisi jenius. "Cari sisi jenius kita. Ide apa yang pernah kita punya, namun belum kita kembangkan."

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/06/03/223724720/bagaimana-keluar-dari-kecemasan-dan-rasa-takut-di-masa-pandemi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke