Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengulas Harga Mahal Brompton, antara Fungsi dan Gengsi

Artinya, apa pengaruh dari hubungan antara ketersediaan produk tertentu dan permintaan/kebutuhan konsumen terhadap harganya.

Ketika permintaan terhadap suatu barang meningkat, dan pasokan menurun, maka harga akan cenderung naik.

Hal itu pula yang diduga terjadi pada fenomena melambungnya harga jual sepeda lipat buatan London, Inggris, Brompton, di pasar Indonesia.

Pakar Marketing & Managing Partner Inventure, Yuswohady dalam perbincangan dengan Kompas.com, mengungkap pandangan tentang fenomena kenaikan drastis harga Brompton.

Yuswohady menyebut, di luar hukum permintaan dan penawaran itu, pasar di Indonesia memang memiliki keunikannya sendiri.

Fungsi vs gengsi

"Orang (Indonesia) itu kalau sesuatu mahal, dipakai oleh -katakanlah direktur gitu, terus jadi mempunyai nilai gengsi tinggi."

"Jadi saya kira ini fenomena kayak kalau saham, 'goreng' saham. Orang Indonesia kan begitu ada sesuatu yang trending, responsnya langsung cepat," cetus dia.

Yuswohady tak membantah jika secara fungsional sepeda menjadi kebutuhan yang "booming" di tengah masyarakat. Apalagi di era pandemi Covid-19, untuk menghindari transportasi umum.

"Tapi di Indonesia, Jakarta, jalur sepeda kan masih terbatas, belum menunjang. Tapi orang-orang sini banyak sok-sok-an-nya," kata dia.

"Kalau di luar negeri kan orang memang fungsional, ke rumah sakit, supermarket, dan lain-lain."

"Naik angkutan umum takut, maka transportasi yang kompetitif ya sepeda," sebut dia. 

Yuswohady tak melihat keadaan itu di Indonesia, khususnya Jakarta. "Kan orang tetap naik mobil, angkutan umum, dan sebagainya. Jadi sepedanya sebenarnya biasa saja," ujar dia.

"Tapi kadang ketika terjadi tren global, di sini bukan fungsional, lebih ke gengsinya," tegas Yuswohady.

Yuswohady lalu memperkirakan, fenomena kenaikan harga Brompton akan berlangsung sesaat.Meskipun, secara fungsional, pondasi dari tren bersepeda tergolong kuat.

"Pertama untuk sehat, lalu (kedua) untuk menghindari transportasi dalam kota untuk menghindari Covid-19," sebut dia.

"Segmen ketiga yang karena gengsi. Gengsi juga nggak sepenuhnya gengsi sih, mereka tetap cari sehat juga, naik sepeda. Tapi aspek gengsinya nanti dipotret, ditaruh Instagram."

"Ngomongnya enggak gengsi, tapi uncinsciously (tak sadar) dia ingin menunjukkan bahwa sepedaku harganya sekian," kata dia.

Dalam konteks ini, secara fungsional kebutuhan bersepeda memang ada. Tetapi, untuk tren yang lebih kental dengan sisi emosional, tak akan bertahan lama.

"Barusan aku survei, tiga prioritas kebutuhan dasar keluarga, makanan, kesehatan dan digital," cetus Yuswohady.

Dari survei itu terlihat bahwa pola pembelanjaan keluarga bergeser, di mana kesehatan menjadi prioritas.

"Makanya, aktivitas kayak yoga, berkebun, bersepeda, yang wellbeing akan meningkat. Apalagi entertainment hanya bisa home entertainment. Termasuk sepeda."

"Jadi sepeda ini sehat, menghindari Covid-19, dan wellbeing dalam rangka untuk hiburan, gengsi. Jadi dapatnya berlipat-lipat," kata dia lagi.

Dengan segala tinjauan tersebut, maka tak mengherankan jika tren sepeda bakal terus berkembang, termasuk market-nya.

"(Tapi) kalau yang berlebih-lebihan enggak akan lama. Market-nya akan grow, dan merek sepeda lokal akan bermunculan menyaingi Brompton itu."

Dia menyebutkan, pada segmen ekonomi bawah, harga barang -dalam hal ini sepeda, akan tergantung persaingan.

"Artinya customer akan membandingkan. Ketika pemainnya banyak, diferensiasinya antara satu sepeda dengan lain bedanya jauh, dia akan cenderung, kalau demand gede harga akan turun,"

"Tapi karena pasarnya gede, volumenya gede, profitnya enggak akan turun karena main di volume. Itu untuk segmen menengah bawah," tegas dia.

Sementara, hal yang berbeda terjadi pada segmen ekonomi atas.

Kelompok ini, menurut Yuswohady tak bergantung pada daya beli. "Berapa pun akan dibeli," sebut dia. 

"Brompton itu di segmen yang itu, jadi mau dikasih harga berapa pun demand enggak akan turun," kata Yuswohady.

Kalau pun ada merek lain yang membuat model meniru Brompton, maka pasarnya akan cenderung stabil.

"Karena kadang orang yang punya duit, kalau enggak mahal, dia enggak mau. Jadi yang satu gengsi, yang satu lagi value: cari kuatnya, awetnya, modelnya."

"Kalau gengsi, mungkin limited edition dan sebegainya, harga akan cenderung naik terus."

"Jadi satu market kecenderungannya (harga) turun, tapi main volume, yang (segmen) kedua enggak main volume."

"Makin sedikit malah lebih bagus, tapi harga consistently naik terus karena mau harga berapa pun customer akan beli. Tapi memang marketnya niche, ngga gede."

"Mahal itu kan karena nyari eksklusivitas," sebut Yuswohady.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/06/23/115908020/mengulas-harga-mahal-brompton-antara-fungsi-dan-gengsi

Terkini Lainnya

Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Wellness
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Wellness
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Wellness
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Wellness
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
Wellness
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Wellness
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Wellness
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Beauty & Grooming
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Parenting
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Wellness
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Wellness
Mengapa Efek Screen Time pada Kemampuan Bahasa Anak Bisa Berbeda-beda
Mengapa Efek Screen Time pada Kemampuan Bahasa Anak Bisa Berbeda-beda
Parenting
Cinta Laura Tak Tergiur Cara Instan Dapatkan Kulit Glowing
Cinta Laura Tak Tergiur Cara Instan Dapatkan Kulit Glowing
Beauty & Grooming
Luna Maya Ungkap Efek Rutin Minum Vitamin Kulit untuk Perlambat Penuaan
Luna Maya Ungkap Efek Rutin Minum Vitamin Kulit untuk Perlambat Penuaan
Beauty & Grooming
Cerita Sari, Ibu Mertua yang Menguatkan Langkah Menantunya Jadi Ibu Bekerja
Cerita Sari, Ibu Mertua yang Menguatkan Langkah Menantunya Jadi Ibu Bekerja
Parenting
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com