Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Makna Upacara Siraman pada Pernikahan Aurel Hermansyah

Adapun Siraman adalah salah satu dari rangkaian prosesi yang harus dilewati dalam upacara pernikahan adat Jawa.

Makna upacara Siraman sarat akan lambang atau simbol yang diharapkan dapat menjadi petuah atau nasehat bermanfaat untuk bekal hidup calon pengantin.

Mengutip buku "Ragam Pengantin di Jawa Tengah" yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provisi Jawa Tengah, Museum Jawa Tengah Ranggawarsita (2010), Siraman berarti mandi.

Ritual ini bertujuan untuk membersihkan sepasang calon pengantin lahir dan batin.

Selain orangtua pengantin, ada pula kehadiran beberapa ibu lanjut usia pada upacara tersebut yang diundang untuk memandikan pengantin, termasuk nenek dari pengantin.

Jumlahnya tujuh orang atau dalam Bahasa Jawa pitu. Maksudnya, orang-orang tersebut diharapkan bisa memberikan pertolongan (pitulungan).

Sementara menurut ulasan yang ditulis oleh Ernawati Purwaningsih dan dipublikasikan melalui situs Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, sebetulnya jumlah orang yang menyirami tidak dibatasi.

Semakin banyak semakin baik, asalkan jumlahnya ganjil.

Namun, agar calon pengantin tidak kedinginan karena banyaknya yang menyirami, maka biasanya hanya dibatasi tujuh orang saja.

Upacara Siraman biasanya diselenggarakan siang atau sore hari, yang kemudian dilanjutkan dengan upacara Midodareni.

Sesaji

Upacara siraman diperlukan sesaji atau barang-barang siraman yang meliputi:

1. Kembang setaman disebar di tempat yang telah diisi air, yang akan dipergunakan untuk Siraman. Kemudian, kelapa dua buah yang telah diikat dimasukkan ke dalam tempat air untuk Siraman.

2. Calon pengantin yang sudah mengenakan busana Siraman dijemput oleh kedua orangtuanya dari kamar pengantin. Kemudian pengantin digandeng menuju tempat Siraman. Para pinisepuh yang bertugas membawa ubarampe mengiringi dari belakang. Ubarempe tersebut berupa jarik grompol satu lembar, nagasari satu lembar, handuk, dan padupan.

3. Setelah semua siap, acara diwali dengan doa, kemudian orang tua mengawali menyiram calon pengantin menggunakan air yang telah tersedia. Orang yang pertama menyirami calon pengantin adalah bapak pengantin, diikuti oleh ibunya, kemudian para pinisepuh yang telah diminta untuk ikut menyirami calon pengantin dan memberi berkah. Siraman calon pengantin diakhiri oleh juru rias, atau sesepuh yang sudah ditunjuk atau disepakati.

4. Pada akhir Siraman, juru rias atau sesepuh mengeramasi calon pengantin menggunakan landha merang, santen kanil dan banyu asem, serta meluluri tubuh dengan konyoh, kemudian menyiram lagi sampai bersih. Setelah itu, calon pengantin memanjatkan doa, dan kemudian juru rias mengucurkan air kendhi untuk berkumur sebanyak tiga kali. Selanjutnya juru rias mengguyurkan air kendhi ke kepala sebanyak tiga kali, membersihkan muka, telinga, leher, tangan, kaki sebanyak tiga kali. Setelah air kendhi habis, juru rias memecah kendhi di depan kedua orangtua calon pengantin.

5. Acara dilanjutkan dengan membawa calon pengantin menuju kamar pengantin. Calon pengantin digandeng oleh kedua orangtuanya menuju kamar pengantin untuk mengeringkan tubuh dan disiapkan untuk melaksanakan prosesi selanjutnya, yakni upacara Ngerik.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/03/19/103037620/mengenal-makna-upacara-siraman-pada-pernikahan-aurel-hermansyah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke