Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lupa Vs Pikun, Gangguan Daya Ingat yang Serupa tapi Tak Sama

KOMPAS.com - Istilah lupa dan pikun sering dipakai untuk merujuk pada gangguan daya ingat yang dialami seseorang. 

Penurunan daya ingat merupakan salah satu bagian dari proses fisiologis dan penuaan yang dialami oleh semua orang. Semakin tua maka kita membutuhkan semakin banyak waktu untuk lebih lama melakukan pembentukan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali memori.

Kata lupa atau pikun sering disamakan untuk menjelaskan kondisi tersebut, padahal sebenarnya ada perbedaan yang sangat signifikan di antara keduanya.

Pakar kesehatan dari Universitas Indonesia, Dr. dr. Ninik Mudjihartini, MS, mengatakan, lupa dan pikun adalah dua hal yang berbeda dan tidak boleh disamakan.

"Dua hal ini tidak sama, berbeda dengan gejala dan penanganan yang seharusnya juga berlainan," jelasnya dalam webinar bertajuk "Kiat Sehat Lansia Pasca Pandemi Covid-19", Sabtu (18/12/2021).

Ia menguraikan, lupa adalah peristiwa ketika kita tidak dapat menimbulkan kembali informasi yang telah diterima atau disimpan. Lupa juga terjadi kita kehilangan kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa yang telah dipelajari sebelumnya.

Dokter Ninik memcontohkan, seseorang yang melupakan materi studinya di bangku kuliah merupakan bentuk nyata dari lupa. Orang tersebut lebih banyak berkutat dengan materi pekerjaannya saat ini sehingga ingatan tersebut tersingkirkan.

Lupa adalah fenomena yang awam dialami banyak orang dan terjadi karena berbagai alasan. Salah satu teori yang berkembang di dunia kedokteran, lupa disebabkan informasi tersebut sudah disimpan terlalu lama sehingga rusak atau hilang dari ingatan.

Selain itu, lupa juga bisa dikarenakan informasi yang disimpan atau akan ditimbulkan kembali sudah terlalu banyak sehingga menimbulkan interferensi.

Lupa merupakan kondisi yang normal dalam proses penuaan sebagai bagian dari proses fisiologis tubuh.

Ninik mengatakan, kondisi yang lebih serius tetapi luput dari perhatian adalah pikun. Banyak orang menyamakannya dengan lupa sehingga tidak awas dengan berbagai gejala yang muncul.

Padahal, pikun adalah bukti terjadinya penurunan kemampuan berpikir secara drastis akibat menurunnya jaringan otak.

"Pikun itu adalah demensia, bukan lupa, dan gejalanya biasanya meningkat seiring usia," tambah akademisi Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI ini.

Ditegaskan pula, pikun bukan merupakan gejala normal dalam proses penuaan sehingga tidak boleh disepelekan.

Pikun alias demensia, tambah Ninik, terjadi karena adanya kelainan neurogeneratif pada otak seseorang.

Pemicunya bisa beberapa hal, khususnya gaya hidup yang cenderung tidak sehat. Misalnya saja kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol, asupan gula terlalu tinggi, dan makan terlalu banyak.

Kebiasaan kurang tidur yang dijalani juga bisa memicu pikun alias demensia. Kecenderungan kurang melakukan stimulasi pada pikiran juga bisa memberikan dampak yang sama buruknya.

Pikun sebenarnya dapat dikenali dengan sejumlah gejala dalam aktivitas harian. Selain gangguan daya ingat yang ekstrem, demensia juga ditandai dengan kesulitan untuk fokus dan melakukan kegiatan yang familiar.

Disorientasi, kesulitan memahami visuospasial, gangguan komunikasi, dan sering menaruh barang tidak pada tempatnya juga bisa menjadi gejala pikun atau demensia.

Ninik juga menambahkan, perilaku sosial yang terganggu, seperti enggan bergaul, serta perubahan perilaku dan kepribadian, juga kerap dialami oleh penderita pikun atau demensia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/12/18/124453820/lupa-vs-pikun-gangguan-daya-ingat-yang-serupa-tapi-tak-sama

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke