Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bahaya Mengasuh Anak dengan Pengalaman Masa Lalu

Oleh: Nika Halida Hashina dan Ristiana D. Putri

KOMPAS.com - Sering kali kita mendapati nasehat dari orang-orang generasi atas dengan nada yang seolah membandingkan. Nyatanya perkembangan zaman memang membuat perbedaan antargenerasi sangat terasa.

Orang yang lebih tua terkadang menekan kita untuk melakukan apa yang menurut mereka baik. Padahal bisa jadi beberapa nilai sudah ketinggalan zaman.

Begitu pula dalam hal parenting. Terkadang orangtua masih memaksakan ajaran yang dulu ia terima kepada anak. Padahal hal itu bisa berbahaya. Misalnya saja, saat ini, masih banyak orangtua yang masih menganggap gawai hanya membawa pengaruh buruk.

Sementara itu, menurut Rahmat Hidayat, Co-Founder AyahAsi, dalam siniar Obrolan Meja Makan, bertajuk “Menghadapi Perbedaan Pola Asuh Zaman dulu dan Sekarang”, orangtua justru harus melek teknologi.

Hindari Melarang Anak Bermain Gawai

Perubahan zaman tentu membuat orangtua mempertanyakan apa yang harus dilakukan terhadap gawai di sekitar anak-anak. Kekhawatiran mereka pasti muncul. Namun, acap kali hal ini direspons dengan kurang tepat, seperti melarang anak untuk bermain atau memiliki gawai.

Padahal, anak harus terus memperbarui pengetahuannya soal teknologi. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memberikan batasan-batasan yang jelas bagi anak. Misalnya dengan memberikannya jadwal bermain gawai dan mengawasi apa saja yang dilihat olehnya.

Sering dijumpai juga alasan lain karena sentimen akan pola pengasuhan masa kini yang tidak sesuai dengan masa lalu. Menurut Rahmat, pengasuhan pada zaman dahulu sebenarnya tidak banyak bedanya dengan masa kini.

Akan tetapi, anak lebih banyak berkumpul untuk beraktivitas fisik dari permainan tradisional. Selain itu, orangtua juga mengenal teman-teman anak. Hal itu tentu lebih memberikan kebebasan untuk bermain di luar rumah.

Sementara di zaman sekarang, terlebih di masa pandemi, anak jadi kurang bersosialisasi. Hal ini menjadi keresahan bagi orangtua.

“Karena masih pada guyub dan kita belum punya handphone, jadi kenal orang itu wajib. Perbedaannya dengan sekarang apalagi ada covid ini jadi berpengaruh, ya,” ujar Rahmat.

Ia juga menambahkan, “Tadinya sedang mulai berusaha untuk bersosialisasi, baik dengan teman di sekolah atau teman di luar. Tapi selama tiga tahun kan nggak ke mana-mana, jadi hilang kesempatan bersosialisasinya. Itu mungkin yang untuk orangtua sekarang jadi PR.”

Biarkan Anak Memilih Apa yang Ia Sukai

Beberapa orangtua zaman dahulu, terutama sosok ayah, sering kali menghadirkan kesan ingin disegani anak agar anak mau menuruti mereka.

Hal ini nyatanya salah kaprah karena anak hanya akan melihat orangtua dari sisi itu. Misalnya saat terbiasa diomeli, anak hanya akan berfokus pada omelan, bukan pada konsekuensi atas tindakannya.

Berkembangnya zaman banyak membawa dampak baik dalam pengasuhan, seperti normalisasi pengasuhan bersama, berpikiran terbuka, dan peran orangtua yang fleksibel. Namun, hal ini hanya dapat direalisasikan dengan bangkit dari sentimen masa lalu.

Salah satu sentimen masa lalu yang mungkin membekas untuk sebagian orangtua adalah patuh dan taat. Hal ini tidak lain karena pernyataan "jangan membantah orangtua" yang sudah membudaya.

Namun, Menurut psikoterapis dan psikolog, Sandy Karta Sasmita, “Mendidik anak harus sejalan dengan kemauan mereka. Ketika anak mau A tetapi orangtua kasih B, tidak akan nyambung. Hal ini juga berpengaruh pada minat dan bakat anak.”

Ajarkan anak untuk mempertimbangkan pilihan, bukan memaksakan. Boleh saja jika orangtua menginginkan anaknya kelak berprofesi yang sama dengannya. Namun jangan jadikan ambisi itu sebagai beban.

Biarkan anak menentukan pilihannya sendiri. Jika orangtua merasa pilihannya kurang tepat atau dapat membahayakan, berikan pendapat mengenai konsekuensi yang mungkin ia terima.

Berhenti Membandingkan Anak

Sebenarnya, sengaja maupun tidak, kita semua pasti membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Akan tetapi, mengukur dan membandingkan anak dengan kita di masa lalu adalah kesalahan.

Misalnya secara tidak sengaja, kita mengutarakan pencapaian saat berada di usia yang sama dengan anak. Daripada berlaku seperti itu, lebih baik gunakan perkataan yang menyemangati anak.

Menurut penelitian, jangan menjadi orangtua yang selalu membuat anak kita merasa kurang. Hal ini juga berlaku dalam membandingkan anak dengan mereka yang lebih unggul.

Pada situasi tertentu, anak juga akan merasa kompetitif dengan sendirinya. Memaksakan anak untuk mencapai harapan yang tidak berujung tentu akan melelahkan mereka. Terlebih, masalah mental akan muncul karena anak akan selalu melihat ke atas.

Membandingkan anak lebih banyak membawa pengaruh negatif. Sebaiknya, katakan bahwa tidak apa-apa untuk berkembang dengan kecepatan yang nyaman bagi mereka. Berikan pengertian kalau yang terpenting adalah proses dan niat untuk berkembang.

Simak pola asuh anak di zaman dahulu dan sekarang serta perbedaannya dalam siniar Obrolan Meja Makan episode, “Menghadapi Perbedaan Pola Asuh Zaman dulu dan Sekarang” yang tayang tiap Senin dan Kamis hanya di Spotify.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/03/30/200000820/bahaya-mengasuh-anak-dengan-pengalaman-masa-lalu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke