Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anak Bukanlah Milik Ambisi Orangtua

Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ristiana D. Putri

KOMPAS.com - Tidak peduli kapan dan di mana, orangtua kerap berambisi agar anaknya menjadi serba bisa, orator yang berbakat, memiliki kepribadian jujur, dan sifat-sifat yang baik lainnya.

Tidak sedikit juga orangtua yang memaksakan mimpinya kepada anak. Akan tetapi, hal-hal tersebut dapat membebani dan memengaruhi kehidupan anak.

Bahkan, ketika anak tidak dapat menyanggupi dan memenuhi ekspektasi orangtua, mereka kerap memarahi anak, meskipun di tempat umum.

Keadaan inilah yang menjadi topik dalam siniar Obrolan Meja Makan bertajuk “Seberapa Jauh Orangtua dapat Menanamkan Ambisinya Pada Anak?” yang dapat diakses melalui tautan berikut dik.si/OMMAmbisi.

Memang salah satu peran orangtua adalah menjadi role model bagi anak-anaknya. Mereka (anak-anak) akan meniru prinsip, nilai dan moral kebenaran yang ditanamkan, dan kesadaran atas tanggung jawab orangtua.

Akan tetapi, peranan orangtua ini juga bisa menjadi bumerang pada kehidupan anak, apalagi bila hubungan orangtua dan anak penuh tekanan.

Lantas, apa saja dampak ambisi dan ekspektasi yang dipaksakan terhadap anak?

Terbentuknya Rasa Rendah Diri

Melansir Psychology Today, memang sulit menghilangkan harapan dan ekspektasi dari orangtua kepada anak dan hal ini lumrah terjadi. Akan tetapi, bila ekspektasi orangtua tidak didasarkan dan disesuaikan dengan anak, maka akan berbahaya pada kehidupannya.

Mengapa? Karena seiring beranjaknya usia, anak akan mengembangkan perasaan dan pola pikir yang berdasarkan hubungan mereka dengan orangtua. Maka dari itu, ketika ekspektasi orangtua tidak terpenuhi dan orangtua merasa kecewa, anak akan berpikir dirinya sebagai kekecewaan dan tidak pantas menerima kebahagiaan.

Pendek kata, ambisi dan ekspektasi orangtua bisa menjadi faktor mengapa anak tidak terbuka dan menyembunyikan sebagian identitas dirinya. Buruknya lagi, anak akan membuat identitas palsu agar terlihat sesuai dengan ekspektasi orangtua.

Merasa Dibanding-bandingkan

Memiliki mental berjuang baik adanya. Dari mental tersebut, anak akan menjadi tidak mudah menyerah dan berusaha seoptimal mungkin ketika mengerjakan sesuatu. Akan tetapi, orangtua kerap juga membanding-bandingkan anak dengan maksud memotivasi.

Nyatanya, membandingkan seorang anak dengan yang lain dapat memberi efek sebaliknya. Anak akan merasa dirinya rendah dan selalu membanding-bandingkan dirinya dengan keinginan orangtua.

Perasaan ini akan membebani dan melukai mental anak, bahkan sulit disembuhkan dan dapat mengakibatkan depresi serta kebencian terhadap diri.

Itulah mengapa, penting bagi orangtua untuk mengetahui bahwa perkembangan dan pertumbuhan setiap anak berbeda dan akan sesuai pada tahapnya. Orangtua harus meluangkan waktu untuk mendengarkan apa yang mereka rasakan dan bagaimana mereka menjalani hari.

Orangtua sudah sewajibanya juga mencoba untuk melihat kehidupan melalui sudut pandang mereka dan memahami proses berpikir anak. Karena anak bukanlah milik orangtua, mereka juga seorang manusia yang memiliki perasaan yang suka mengekspresikan perasaan dan cita-cita. Orangtua tidak boleh mengukung anak-anak oleh ambisi dan ekspektasi.

Mudah Menyerah

Banyak orangtua yang berpikir mereka telah membantu anak-anak dengan menyekolahkan mereka di sekolah yang bagus dan mahal. Sayangnya, pemikiran ini adalah salah. Karena memperoleh pendidikan adalah hak setiap anak dan merupakan tanggung jawab orangtua untuk memberikan pendidikan.

Orang tua harus mengerti bahwa tujuan utama dari pendidikan adalah agar anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang bertanggung jawab, mandiri, dan tidak mudah menyerah.

Pendidikan bukan sebagai sarana agar anak dapat memenuhi syarat mendapatkan pekerjaan dan uang.

Terlepas dari pendidikan yang diberikan orangtua, anak harus dibiarkan memiliki pikiran dan cita-citana sendiri. Dengan begitu, anak dapat mengambil keputusan sendiri dengan rasa percaya diri, yakin, dan bila ternyata keputusannya itu salah, sang anak tidak menganggapnya sebagai suatu kesalahan dan kegagalan.

Oleh sebab itu, anak tidak boleh diperlakukan layaknya buku mewarnai oleh orangtua. Anak-anak juga tidak dapat dijadikan objek untuk ajang unjuk kepameran di lingkungan kerabat atau saudara orangtua.

Karena bila demikian, tujuan hidup anak seakan-akan hanya untuk memuaskan hasrat orangtua dan perilaku ini merupakan bentuk dari eksploitasi anak. Mereka (anak) harus diperlakukan dengan hormat dan rasa sayang selayak-layaknya manusia.

Dengarkan informasi selengkapnya seputar menghadapi kekerasan dalam rumah tangga, perasaan berduka, dan persoalan rumah tangga hanya dalam siniar Obrolan Meja Makan.

Akses sekarang juga episode bertajuk “Seberapa Jauh Orangtua dapat Menanamkan Ambisinya Pada Anak?” melalui tautan berikut.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/11/27/150000020/anak-bukanlah-milik-ambisi-orangtua

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke