Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Rambut Putih Berarti Sering Berpikir Keras? Ini Penjelasan Ilmiahnya

"Dari penampilan kelihatan, banyak kerutan karena mikirin rakyat, ada yang rambutnya putih semua, ada itu...Lihat rambutnya, kalau putih semua, ini mikirin rakyat," katanya saat pertemuan relawan di Gelora Bung Karno (GBK) akhir pekan lalu.

Terlepas pesan politik yang tersirat, kata-katanya itu akhirnya memicu rasa penasaran publik soal fakta sesungguhnya.

Apakah benar jika rambut putih adalah pertanda seseorang sering berpikir keras?

Kaitan rambut putih dengan kebiasaan berpikir seseorang

Sebenarnya, anggapan bahwa rambut putih seseorang berkaitan dengan kebiasaan berpikir maupun tingkat stres yang dihadapinya bukan hal baru.

Mitos yang berkembang sebelumnya mengatakan rambut Marie Antoinette memutih dalam semalam setelah divonis penggal pada 1791 silam.

Stres yang dirasakannya diyakini sebagai penyebab perubahan warna rambutnya itu meskipun usianya masih sangat muda ketika dihukum mati.

Namun studi terbaru dari Columbia University Vagelos College of Physicians and Surgeons membuktikan jika memang ada kaitan antara stres psikologis dengan rambut putih manusia.

Stres memang bisa mempercepat tumbuhnya uban namun rambut yang memutih juga bisa menghitam kembali ketika beban pikiran tersebut reda.

"Memahami mekanisme yang memungkinkan uban 'tua' kembali ke keadaan berpigmen 'muda' dapat menghasilkan petunjuk baru tentang kelenturan penuaan manusia secara umum dan bagaimana hal itu dipengaruhi oleh stres," kata Martin Picard, PhD, Profesor kedokteran perilaku di Universitas Columbia Vagelos.

Ia mengatakan rambut memiliki informasi soal sejarah biologis tubuh kita termasuk tekanan yang diterima secara fisik dan mental.

“Ketika rambut masih berada di bawah kulit sebagai folikel, mereka tunduk pada pengaruh hormon stres dan hal-hal lain yang terjadi dalam pikiran dan tubuh kita," terangnya.

Ketika tumbuh dari kulit kepala, rambut mengeras dan secara permanen mengkristalkan paparan ini menjadi bentuk yang stabil.

Stres mengubah warna rambut seseorang

Penelitian ini juga mengukur  kadar ribuan protein yang ada di rambut dan bagaimana jumlahnya bisa berubah.

Perubahan pada 300 protein terjadi ketika warna rambut berubah, dan para peneliti mengembangkan model matematika yang menunjukkan bahwa perubahan yang disebabkan oleh stres pada mitokondria dapat menjelaskan bagaimana stres mengubah rambut menjadi abu-abu.

“Kita sering mendengar bahwa mitokondria adalah pembangkit tenaga sel, tetapi itu bukan satu-satunya peran yang mereka mainkan,” kata Picard.

“Mitokondria sebenarnya seperti antena kecil di dalam sel yang merespons sejumlah sinyal berbeda, termasuk tekanan psikologis.”

“Data kami menunjukkan bahwa uban dapat dibalik pada manusia, yang berimplikasi pada mekanisme yang berbeda,” kata rekan penulis Ralf Paus, PhD, profesor dermatologi di Fakultas Kedokteran Universitas Miami Miller.

Meski demikian, mengurangi stres tidak serta-merta membuat rambut beruban kembali menghitam.

“Berdasarkan pemodelan matematis kami, menurut kami rambut perlu mencapai ambang batas sebelum berubah menjadi abu-abu,” kata Picard.

“Di usia paruh baya, ketika rambut mendekati ambang itu karena usia biologis dan faktor lainnya, stres akan mendorongnya melewati ambang itu dan berubah menjadi beruban," tambahnya.

Jadi, seseorang yang berusia 70 tahun dan bertahun-tahun memiliki rambut putih tidak bisa langsung kembali normal ketika stresnya hilang.

Sebaliknya, orang berusia 10 tahun dengan stres berlebihan tidak akan langsung melewati ambang batas sehingga rambutnya memutih seketika.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/12/01/132004820/rambut-putih-berarti-sering-berpikir-keras-ini-penjelasan-ilmiahnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com