Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dampak Buruk Memukul Anak

Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Tidak sedikit orangtua yang masih menganggap memberi hukuman main tangan atau fisik, seperti memukul atau melukai, merupakan cara yang tepat untuk mendidik dan mendisiplinkan anak.

Keadaan ini yang menjadi topik diskusi Phebe Illenia Suryadinata, M.Psi., CHA, Psikolog Klinis ADA ASA dan Dear Astrid, dalam siniar Anyaman Jiwa bertajuk “Bukan Jadi Penurut Kalau Main Tangan ke Anak” yang dapat diakses melalui dik.si/AJMainTangan.

Nyatanya, UNICEF selaku lembaga kesejahteraan anak dunia menyatakan tindakan kekerasan kepada anak dapat memberikan efek buruk bukan hanya pada fisik, melainkan psikologisnya juga.

Kerap kali orangtua menerapkan tindakan kekerasan agar anak patuh seketika. Mungkin benar anak akan diam, berhenti menangis, dan menurut dalam sekejap. Akan tetapi, anak berperilaku demikian bukan karena mengerti, melainkan adanya perasaan takut kepada orangtua.

Tidak sedikit juga orang dewasa yang beranggapan bahwa kekerasan kepada anak tidak akan memiliki pengaruh sama sekali. Anggapan anak terlalu muda untuk mengetahui atau mengingat apa yang terjadi adalah pemikiran yang keliru.

Faktanya, penelitian menunjukkan adanya keterkaitan antara paparan kekerasan dan perilaku negatif

Dampak Trauma

Patut untuk diketahui bahwa kekerasan terhadap anak termasuk pada kategori kekerasan dalam rumah tangga dan dapat mengakibatkan trauma yang kompleks.

Trauma yang sifatnya kompleks ini mengacu pada pengalaman peristiwa yang berulang, kronis, dan berkepanjangan.

Tentu, trauma ini berakibat buruk pada perkembangan anak yang ditandai dengan sulitnya mengontrol emosi, selalu merasa bersalah, bahkan berperilaku agresif. Anak juga jadi sulit berkomunikasi dan bersosialisasi.

Karena anak cenderung merasa takut kepada orang lain dan menjadi tidak percaya diri ketika berada di masyarakat. Selain itu, anak yang sering mendapat kekerasan akan mengalami gangguan perkembangan otak.

Mackenzie (2014) mengungkapkan pada penelitiannya bahwa anak yang sering dipukul memiliki kecerdasan lebih rendah daripada anak yang tidak dipukul. Keadaan negatif yang dialami oleh anak ini tidak serta merta hilang dengan seiring berjalannya waktu.

Oleh karena anak kerap mengalami atau menyaksikan tindak kekerasan, maka anak akan cenderung menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Dalam konteks ini, tindakan anak tersebut merupakan cerminan dari perilaku orangtuanya.

Bila keadaan negatif terus berlangsung bukan tidak mungkin anak akan menghindari orangtua, bahkan rumah bukanlah tempat yang nyaman bagi dirinya. Kemudian, sang anak akan mencari dan mengupayakan lingkungan dan tempat yang dapat menerima sebagaimana dirinya.

Tidak jarang anak juga akan terjerumus pada perilaku yang melanggar hukum, seperti menyalahi penggunaan narkoba dan bertindak kriminal.

Tidak jarang orangtua melakukan kekerasan karena pernah mengalaminya sewaktu mereka anak-anak. Dengan begitu, orangtua tersebut menganggap kekerasan terhadap anak adalah sesuatu yang lumrah dalam mendidik dan mendisiplinkan anak.

Mereka juga tidak sadar bahwa omelan dan penggunaan kata-kata kasar akan memberi dampak negatif terhadap keadaan psikis anak. Tentunya, perilaku orangtua tersebut akan membekas dan memengaruhi pola pikir dan perkembangan kepribadian anak.

Akan tetapi, bukan hanya orangtua yang dapat melakukan kekerasan terhadap anak, melainkan budaya yang diterapkan dalam keluarga juga. Sebagai contoh, tradisi atau adat pernikahan paksa pada usia muda.

Oleh sebab itu, penting bagi orangtua untuk memahami bahwa kehidupan anak bukanlah milik orangtua dan budaya.

Orangtua juga perlu mengedukasi diri bahwa anak harus mengetahui dirinya berhak menerima kasih sayang, cinta, dan perhatian dari orangtua. Pelajari perilaku anak yang berbeda-beda pada tahap kembang usia dan apa yang mereka bisa lakukan serta tidak.

Jangan sampai juga orangtua membanding-bandingkan antar anak.

Karena hal ini dapat melukai psikis anak yang juga termasuk dari kekerasan non-fisik. Apabila dalam keluarga sedang ada masalah, jangan selesaikan dengan amarah dan emosi yang temperamental, terlebih menjadikan anak sebagai objek pelampiasan.

Jika anak sedang tantrum atau melampiaskan perasaannya dengan kurang tepat, orangtua dapat menggunakan metode pendisiplinan time-out atau memberi ruang dan waktu agar anak merefleksikan masalah dan kesalahannya.

Dengarkan informasi seputar kesehatan mental lainnya hanya melalui siniar Anyaman Jiwa di Spotify. Di sana, ada banyak pula informasi dan kisah seputar kesehatan mental untuk menunjang kehidupan sosial, romansa, dan kariermu!

Ikuti siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya. Akses sekarang juga episode ini melalui tautan berikut dik.si/AJMainTangan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/12/15/090000820/dampak-buruk-memukul-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke