Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Event Lari Bukan Ajang FOMO, Awas Risiko Cedera hingga Berakibat Fatal

KOMPAS.com - Dalam beberapa tahun terakhir, pamor dari event lari semakin berkembang di tengah masyarakat bahkan menjadi gaya hidup yang terus diminati.

Bukan hanya di kota-kota besar, tapi di beberapa daerah lain di Indonesia terlihat semakin banyak orang yang turut berpartisipasi dalam event yang satu ini.

Semakin banyaknya kegiatan seru yang dikemas pada event lari hingga sukses menarik minat banyak kalangan.

Tak heran jika segelintir orang ikut serta dan menjadikannya sebagai ajang pamer eksistensi di media sosial alias FOMO (fear of missing out).

Padahal menurut Andriyanto, seorang pelatih lari bersertifikat asal Indonesia, event lari sebaiknya tidak dijadikan ajang yang cuma sekadar ikut-ikutan.

"Jangan buru-buru daftar event lari tanpa latihan dulu. Berlatih itu penting banget mau itu cuma event lari 3 kilometer, 6 kilometer, atau mau ikut lomba dan berkompetisi sekali pun,"

"Mempersiapkan diri melatih dari jauh-jauh hari itu penting untuk pemula," kata Andriyanto saat ditemui Kompas.com di ASICS House, Bandung, Jawa Barat.

Pelatih yang juga terlibat melatih tim pelari Asics di Pocari Sweat Run Indonesia 2023 ini mengatakan kalau event lari sebaiknya dijadikan ajang untuk menjaga kesehatan, mencapai tujuan kebugaran, hingga merayakan semangat komunitas.

Sehingga saat mengikutinya, peserta tidak cuma mampu membayar biaya registrasi atau eksis di media sosial saja, tapi juga mempersiapkan fisik sampai benar-benar siap untuk lari.

"Kalau event lari yang sifatnya kompetisi itu butuh persiapan paling tidak dua sampai tiga bulan sebelumnya," lanjut Andriyanto.

Persiapan sekitar dua sampai tiga bulan sebelum hari - H sangat diperlukan bagi pelari pemula. Sejumlah persiapannya melibatkan beberapa latihan untuk membangun daya tahan.

Ini adalah salah satu faktor atau modal penting untuk menghindari cedera saat mengikut event lari.

Jika benar-benar mulai dari nol, pelari pemula perlu membangun kebiasaan lari yang dilakukan paling tidak dengan latihan lari tiga kali dalam seminggu.

"Bentuk latihannya disesuaikan setiap individu dan harus dilakukan selang-seling. Sehari lari, besok istirahat, lusa lari lagi. Dibangun dulu kebiasaannya,"

"Dengan satu catatan, latihannya bisa dimulai dengan tidak memaksakan kondisi tubuh ya dan dilakukan secara bertahap," kata dia.

Pasalnya, jika event lari ini diikuti tanpa persiapan yang matang, bukan tidak mungkin ada risiko cedera seperti kelelahan, keseleo karena salah teknik berlari, risiko cedera kaki, otot sobek hingga dapat berakibat fatal (kematian) dapat terjadi.

Menurutnya pelari pemula lebih rentan mengalami risiko bahaya itu jika tanpa persiapan yang matang atau cuma sekadar ikut-ikutan.

"Kejadian fatal (sampai meninggal dunia) ada beberapa yang saya tahu di Indonesia itu biasanya mereka over the limit," paparnya.

"Saya mengimbau agar pelari-pelari baru jangan memaksakan diri. Cobalah untuk bisa membedakan mana lari hobi atau ada tujuan tertentu."

"Karena kalau cuma sekadar hobi (lari) kan itu tidak ada yang dikejar. Kalau pun sifatnya event lari berkompetisi seperti 5K, 10K sampai marathon itu butuh persiapan matang," tandasnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/07/30/062600120/event-lari-bukan-ajang-fomo-awas-risiko-cedera-hingga-berakibat-fatal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com