Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Rolling Stones dan Sepatu Bata

Setali tiga uang dengan Mick Jagger, Keith Richard di 18 Desember 2024 usianya delapan puluh satu tahun.

Hanya Ronald David Wood yang berusia lebih muda, lahir pada 1 Juni 1947. Dengan demikian, di 2024 Ron Wood merayakan hari jadi ke tujuh puluh tujuh tahun.

Tidak salah apabila dua pendirinya -Jagger dan Richard- memberi nama bandnya Rolling Stones.

Sampai hari ini Rolling Stones terus bergulir, menggulung jaman. Sejak cikal bakal band dibentuk tahun 1962, lebih dari enam dekade Rolling Stones rajin menciptakan lagu, membuat album dan konser mengelilingi bumi.

Bertajuk Hackney Diamonds Tour, pada 2024 Rolling Stones mengadakan konser mengelilingi enam belas kota di Amerika Serikat dan Kanada. Di mulai pada 28 April 2024 dan akan diakhiri pada 17 Juli 2024.

Terlampau sedikit musisi (manusia) pada usia lebih delapan puluh tahun memiliki stamina prima untuk konser di lapangan besar dengan penonton puluhan ribu orang.

Terlalu minoritas musisi berkepala delapan tetap rajin membuat album dan dilempar ke pasar. Dan hanya satu-satunya grup musik yang umurnya lebih dari enam puluh tahun sukses melewati zaman dan tetap disuka multi generasi. Mick Jagger dan konco-konconya memang anomali yang layak untuk diapresiasi.

Bisa dikatakan hanya The Beatles yang kemasyhurannya sejajar dengan Rolling Stones. Oleh majalah Rolling Stones, The Beatles ditabalkan sebagai grup musik dengan lagu terbaik sepanjang masa sebanyak 23 lagu dan diikuti oleh Rolling Stones sejumlah 14 lagu.

Hanya saja The Beatles tidak berumur panjang. Tahun 1960 dibentuk, tahun 1970 dibubarkan.

Rolling Stones sampai hari ini tetap seperti batu yang bergulung-gulung melewati aneka jalanan. Pertanyaan reflektif, mengapa Rolling Stones -meminjam istilah yang sering dipakai dalam kajian disrupsi- tetap relevan?

Tidak mudah bagi Rolling Stones berkarier sangat panjang. Apalagi Rolling Stones tumbuh dalam zaman perlawanan dan antikemapanan. Dengan atribut yang menyertai: obat-obat psikotropik.

Salah satu otak musik Rolling Stones sekaligus juga yang ikut mendirikan band, Brian Jones meninggal dalam usia muda, dua puluh tujuh tahun.

Ada aneka teori penyebab meninggalnya Brian Jones. Namun tetap saja kebiasaan Jones menenggak minuman keras dan obat-obatan terlarang menjadi pendorong utama kematiannya.

Secara teori, masa lalu nan penuh onak, tentu akan berpengaruh pada kesehatan masa tua. Namun teori tersebut tidak berlaku untuk keempat anggota Rolling Stones (Charlie Watts, drummer meninggal dalam usia 80 tahun). Dalam usia sepuh mereka sehat nyaris tiada penyakit berat.

Benar bahwa kelihatan dari luar, kehidupan personal Rolling Stones berantakan. Namun bisa dipastikan dalam kehidupan pribadi, mereka memiliki disiplin tinggi. Disiplin dalam berefleksi, berpikir, dan bertindak.

Inilah alasan pertama mengapa Rolling Stones tetap relevan melewati jaman: disiplin.
Alasan kedua, seperti sering dikutip banyak orang, 483 sebelum masehi Sang Budha mengeluarkan khotbah: “Kita terbentuk oleh pemikiran kita sendiri. Kita menjadi apapun yang kita pikirkan.”

Berabad-abad kemudian, tahun 1650 filsuf garda depan Rene Descartes bernubuat “Aku berpikir maka aku ada.”

Dalam era multi disrupsi, berpikir adalah induk dari kreativitas. Dan kreativitas sendiri adalah ibu dari inovasi.

Bisa dikatakan inovasi selalu dimulai dari kreativitas. Kreativitas bermain dalam ranah kepala (ide, konsep, gagasan), inovasi pada wilayah tangan (perwujudan ide atau konsep menjadi nyata).

Inilah yang dimiliki personal Rolling Stones, kreativitas tanpa jeda. Rolling Stones merilis album perdana pada April 1964 dengan judul seperti namanya, "The Rolling Stones".

Lima puluh sembilan tahun kemudian, pada Oktober 2023 Rolling Stones melempar ke publik album ke tiga puluh satu “Hackney Diamonds.”

Ditambah dengan tiga belas album lives dan lebih dari seratus lagu singles, dapat dikatakan Rolling Stones menjadi band papan atas yang kreativitasnya sangat tinggi.

Alasan ketiga, kolaborasi. Masih merujuk pada era multi disrupsi, kompetensi manusia yang tidak tergantikan oleh teknologi adalah kolaborasi. Ditakdirkan manusia itu mahkluk sosial.

Awal mula Rolling Stones dibentuk oleh tiga orang; Jagger, Richards dan Jones. Charlie Watts menyusul kemudian.

Pada tahun 1975 Ron Wood bergabung. Empat personal ini berkolaborasi membentuk band yang solid. Sukses melewati era Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, Yudhoyono dan Jokowi.

Kolaborasi kokoh yang menjadikan Rolling Stones tetap relevan sampai nanti pada era Prabowo.

Adalah dua bersaudara dari Cekoslowakia Tomáš Anna dan Antonín Bata mendirikan pabrik sepatu pada 24 Agustus 1894. Mengambil nama pendiri, sepatu Bata hadir di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka, tahun 1931.

Bisa dikatakan hanya sedikit nama perusahaan yang akhirnya menjadi nama daerah. Karena pabrik pertama berdiri pada wilayah di Jakarta, nama daerah itu kemudian dikenal dengan sebutan Kalibata.

Melewati berbagai peristiwa, dengan perjalanan panjang, merek Bata dikenal hampir semua orang di Indonesia. Termasuk generasi muda yang lazim disebut Gen Z.

Selama pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru, Bata menguasai pasar di Indonesia. Memasuki warsa 2000, Bata mendapat serangan masif, baik dari sepatu merek lokal maupun global.

Pada dasarnya Bata tidak berpangku tangan menghadapi ketatnya persaingan. Toko Bata didesain kekinian. Pun merek yang dijual di toko Bata, multi merek.

Dikenal merek Marie Claire, North Star, Power, Weinbrenner, B First. Bahkan menggandeng Disney untuk mengeluarkan aneka sepatu dan sandal bermerek Disney.

Aneka merek ini menandakan bahwa Bata memiliki strategi untuk menggarap konsumen dari berbagai usia.

Strategi yang brilian belum tentu menghasilkan kinerja brilian juga. Itu yang terjadi pada Bata. Merek-merek lokal yang semakin variatif, mengusung kualitas maupun model yang tidak kalah dibanding Bata. Bahkan dari sisi harga lebih murah dibanding Bata.

Sementara merek-merek global yang diwakili oleh Adidas, Nike, Puma, Skechers, Vans, Converse, Hush Puppies dan Crocs terus berinovasi.

Ditambah dengan beriklan masif dengan menggunakan pesohor global. Adidas menggunakan Lionel Messi, Nike mengusung Ronaldo dan Neymar melalui Puma. Merek sepatu-sepatu ini tetap mentereng. Hal demikian tidak dimiliki oleh Bata.

Walaupun dipasarkan di puluhan negara, Bata tidak memiliki brand ambassador yang dikenal banyak orang. Padahal kepopuleran brand ambassador akan ikut mengangkat merek produk bersangkutan.

Per 30 April 2024, pabrik sepatu Bata yang masih beroperasi di Purwakarta resmi ditutup. Artinya 93 tahun pabrik sepatu Bata beroperasi di Indonesia.

Pabrik tutup, toko sepatu Bata tetap ada. Hanya saja pemasok sepatunya bukan dari internal. Apakah dengan demikian riwayat Bata juga berada di ujung tubir? Belum tentu.

Dari sisi produksi, strategi Bata ini mirip yang dilakukan oleh Nike, Adidas, Puma dan sejenisnya. Mereka tidak memiliki pabrik. Semua proses produksi dialihkan pada pihak ketiga.

Mereka fokus pada desain dan beberapa bahan baku yang memang tidak dialihkan ke pihak ketiga. Nike, Adidas, Puma dan kawan-kawannya tidak bermain dalam heavy asset, namun lite asset.

Brand, desain, pemasaran dan jejaring yang mereka miliki. Sementara pabrik milik pihak ketiga.

Hal ini yang dilakukan Bata di Indonesia untuk menekan kerugian dan fokus pada lite asset.

Tinggal strategi pemasaran yang perlu diperbaiki secara radikal oleh Bata agar sukses melewati persaingan yang super riuh. Kita tunggu manajemen sepatu Bata bergerak. Sehingga seperti Rolling Stone, bergulir, menggulung pasar.

https://lifestyle.kompas.com/read/2024/05/26/154815020/rolling-stones-dan-sepatu-bata

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke