KOMPAS.com – Ketika peran ayah tidak hadir secara utuh, baik secara fisik maupun emosional, anak bisa mengalami luka batin atau daddy issues.
Kondisi ini kerap membuat anak tumbuh dengan rasa takut kehilangan, sulit percaya, dan bahkan membangun relasi asmara yang tidak sehat. Hal ini diungkapkan oleh Psikolog Keluarga, Sukmadiarti Perangin-angin, M.Psi., Psikolog.
Meski begitu, banyak orang mungkin tidak menyadari bahwa daddy issues dapat memengaruhi hubungan yang anak jalani ketika dewasa.
Sukmadiarti menjelaskan, daddy issues berpotensi menimbulkan perasaan insecure pada anak. Ketika dewasa dan menjalin hubungan, ketakutan itu terbawa.
“daddy issues bisa bikin anak insecure sehingga kalau punya pasangan dia ketakutan ditinggalkan atau takut kehilangan. Pada akhirnya bisa jadi toksik ke pasangannya,” kata Sukmadiarti, saat diwawancarai Kompas.com, Senin (8/9/2025).
Ketakutan ini membuat seseorang terlalu bergantung pada pasangan. Mereka cenderung mengekang, membatasi, atau selalu ingin tahu keberadaan pasangannya.
Alih-alih membangun hubungan yang sehat, pola seperti ini justru berpotensi menekan pasangan hingga hubungan tidak stabil.
Tak hanya berdampak pada emosi, daddy issues juga memengaruhi pola pikir seseorang.
Anak yang tumbuh dengan pengalaman pahit bersama ayah bisa menjadi mudah curiga dan memiliki masalah kepercayaan.
“Kemudian secara kognitif atau pola pikir, seseorang juga jadi gampang curigaan dan takut menjalin relasi yang lebih serius karena takut apa yang terjadi pada orangtuanya juga terjadi pada dirinya,” ujar Sukmadiarti.
Sebagai contoh, jika anak pernah melihat ayahnya berselingkuh, ketakutan itu bisa terbawa sampai dewasa. Seseorang akan merasa takut pola tersebut terulang kembali dalam hubungan percintaannya.
“Jika seseorang melihat ayahnya berselingkuh maka rasa takut punya pasangan yang selingkuh atau tidak setia itu pasti menghantuinya jika dia belum berdamai,” tambahnya.
Akibatnya, meski pasangan tidak memberi tanda-tanda mencurigakan, rasa was-was terus muncul.
Hal ini membuat hubungan sulit berkembang ke tahap yang lebih serius karena selalu dihantui rasa takut dikhianati.
Tak hanya itu, lanjut Sukmadiarti, pengalaman buruk masa kecil sering menjadi bayangan yang memengaruhi kehidupan asmara saat dewasa.
“Permasalahan yang dialami orangtuanya itu jadi ketakutan sendiri bagi anak, takut terulang di hidupnya. Padahal bagi orang yang positif, bisa saja menikah atau memiliki pasangan adalah sesuatu yang membahagiakan,” katanya.
Bagi mereka yang memiliki daddy issues, pernikahan atau hubungan jangka panjang justru terlihat menakutkan.
Mereka merasa kebahagiaan itu bisa dengan mudah hilang karena pengalaman masa lalu bersama ayah meninggalkan luka yang dalam.
Menariknya, Sukmadiarti menambahkan, energi negatif yang ada dalam diri seseorang bisa memengaruhi jenis pasangan yang datang.
Ketakutan akan memiliki pasangan yang seperti sang ayah secara tidak langsung tertanam di benaknya dan menjadi afirmasi yang menarik kriteria pasangan serupa.
“Seseorang yang punya daddy issues akan mengundang pasangan yang sama seperti ayahnya karena energi yang terpancar di dalam dirinya itu energi kecemasan, bukan positif,” jelasnya.
Artinya, seseorang tanpa sadar bisa memilih pasangan dengan pola serupa ayahnya, meski pola itu tidak sehat. Hal ini akan membuat lingkaran hubungan toksik terus berulang dan sulit diputus.
Psikolog yang berpraktik di Semarang, Jawa Tengah, ini menekankan, jika luka ini tidak diselesaikan, dampaknya bisa diwariskan ke generasi berikutnya.
“Kalau tidak diselesaikan dan berdamai maka hal ini bisa turun ke anak kita nantinya,” tegasnya.
Trauma dari satu generasi bisa berlanjut ke generasi berikutnya. Anak yang lahir dari orangtua dengan daddy issues berisiko menghadapi pola relasi yang sama sehingga luka psikologis terus diwariskan.
Pentingnya berdamai dengan masa lalu
Daddy issues memang bukan hal yang mudah untuk dihadapi. Namun, kesadaran menjadi langkah awal agar seseorang bisa memutus rantai trauma.
Dengan mengenali luka, menerima perasaan yang ada, lalu belajar berdamai, anak dapat tumbuh dengan pola hubungan yang lebih sehat.
Relasi percintaan yang stabil tidak hanya membuat hidup lebih bahagia, tapi juga membantu memutus siklus luka batin agar tidak menurun ke generasi selanjutnya.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/09/12/093500920/daddy-issues-bisa-berdampak-pada-hubungan-percintaan-anak-ini-kata