Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Belajar dari Kasus Deepfake AI Porno, 6 Cara Orangtua Bantu Anak Pulih dari Trauma 

Aksi penyebaran video hasil manipulasi wajah menggunakan teknologi AI yang dilakukan oleh alumni sekolah tersebut, Chiko Radityatama Agung Putra, bukan hanya merugikan korban secara sosial, tetapi juga meninggalkan luka psikologis mendalam.

Video bermuatan pornografi itu menyebar luas di media sosial. Para korban pun melapor ke Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jawa Tengah.

6 Hal yang bisa dilakukan orangtua untuk memberi dukungan

Di tengah dampak emosional yang ditimbulkan, Psikolog Meity Arianty mengingatkan, peran orangtua sangat penting dalam membantu anak yang menjadi korban atau terdampak kasus serupa untuk pulih secara mental.

1. Dengarkan anak tanpa menghakimi

Langkah pertama yang perlu dilakukan orangtua adalah menciptakan ruang aman bagi anak untuk bercerita.

“Orangtua harus memberikan dukungan emosional dengan menciptakan lingkungan yang aman dan penuh pengertian,” kata Meity saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/10/2025).

Menurutnya, ketika anak mengalami kejadian traumatis, respons awal orangtua sangat berpengaruh pada proses pemulihan. 

Alih-alih langsung memberikan nasihat atau menuntut penjelasan, sebaiknya orangtua mendengarkan dengan empati.

“Langkah pertama adalah mendengarkan tanpa menghakimi, memberikan anak kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dan pengalaman mereka secara terbuka,” ujar Meity.

Dengan mendengarkan secara aktif, anak akan merasa diterima dan lebih berani menghadapi perasaan takut, malu, atau marah yang muncul akibat kejadian tersebut.

2. Berikan dukungan emosional yang konsisten

Pemulihan mental anak tidak bisa terjadi dalam waktu singkat. Orangtua perlu hadir secara konsisten dan menunjukkan bahwa mereka peduli.

Meity menekankan pentingnya memberikan validasi terhadap emosi anak. Hindari komentar yang meremehkan seperti “Sudah, lupakan saja”, karena hal itu bisa membuat anak merasa tidak dimengerti.

Dukungan yang konsisten membantu anak merasa aman dan yakin bahwa mereka tidak sendirian menghadapi situasi sulit ini. 

Bahkan, pelukan, perhatian, dan kehadiran yang tenang dari orangtua dapat menjadi bentuk terapi sederhana yang efektif bagi anak yang sedang berjuang memulihkan diri.

3. Libatkan profesional kesehatan mental

Ketika anak menunjukkan tanda-tanda stres berat, seperti sulit tidur, kehilangan nafsu makan, menarik diri, atau sering menangis, orangtua perlu segera mencari bantuan profesional.

“Orangtua juga harus mencari bantuan profesional, seperti psikolog atau konselor, untuk membantu anak mengatasi dampak emosional dan psikologis dari trauma tersebut,” imbau Meity.

Psikolog dapat membantu anak memproses pengalaman traumatis, mengenali emosinya, dan membangun kembali rasa aman yang sempat hilang. 

Pendekatan terapi yang tepat juga dapat mencegah trauma berkembang menjadi gangguan mental yang lebih serius seperti depresi atau PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).

4. Bekerja sama dengan sekolah dan pihak berwenang

Kasus video deepfake tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga memerlukan penanganan sistematis dari lingkungan sosial anak.

“Selain itu, orangtua perlu bekerja sama dengan pihak sekolah, pihak berwajib, atau penyedia platform digital untuk menghentikan penyebaran konten tersebut dan melaporkannya kepada otoritas yang berwenang,” ujar dia.

Kerja sama ini penting agar anak merasa dilindungi, bukan disalahkan. Dengan adanya dukungan dari lingkungan sekolah dan hukum, proses pemulihan bisa berjalan lebih cepat karena korban merasa mendapatkan keadilan dan keamanan.

5. Edukasi anak tentang privasi dan etika digital

Kasus di Semarang menjadi pengingat bahwa literasi digital sangat penting di era teknologi canggih seperti sekarang. 

Orangtua perlu membekali anak dengan pemahaman tentang keamanan data pribadi dan batasan dalam penggunaan teknologi.

“Memberikan edukasi tentang privasi digital dan cara menghindari risiko di dunia maya juga penting agar anak merasa lebih terlindungi di masa depan,” jelas Meity.

Anak perlu memahami konsekuensi membagikan foto pribadi, data identitas, atau informasi sensitif di ruang publik. 

Edukasi ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk membangun kesadaran agar anak lebih bijak menggunakan teknologi.

6. Dukung proses pemulihan anak secara bertahap

Lebih lanjut, Meity menilai, trauma akibat penyalahgunaan teknologi seperti deepfake membutuhkan waktu untuk pulih. 

Tidak semua anak mampu bangkit dengan cepat, karena setiap individu memiliki tingkat ketahanan psikologis yang berbeda.

“Proses pemulihan memerlukan waktu, namun dengan dukungan yang tepat, anak dapat merasa lebih kuat dan kembali membangun rasa percaya diri mereka,” tuturnya.

Orangtua diharapkan terus mendampingi, memantau perubahan emosi anak, dan memberi apresiasi atas setiap langkah kecil dalam proses pemulihan.

Kasus video deepfake di Semarang menjadi pelajaran penting bahwa teknologi canggih bisa berdampak buruk bila disalahgunakan. 

Namun, dengan empati, dukungan emosional dari orangtua, anak dapat lebih siap menghadapi dunia digital tanpa kehilangan rasa aman maupun kepercayaan dirinya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2025/10/18/183514520/belajar-dari-kasus-deepfake-ai-porno-6-cara-orangtua-bantu-anak-pulih-dari

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com