Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kehamilan di Usia Kurang dari 20 Tahun Rentan Alami Baby Blues, Ini Kata Dokter

Meski begitu, ketika terjadi di usia yang masih sangat muda, khususnya di bawah 20 tahun, masa kehamilan dapat menjadi tantangan tersendiri, baik secara fisik maupun mental.

Menurut dr. Upik Anggraheni, SpOG(K), dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fertilitas dari Universitas Indonesia, perempuan muda cenderung belum memiliki kesiapan mental yang cukup untuk menjadi ibu.

Kondisi inilah yang membuat mereka lebih rentan mengalami sindrom baby blues atau depresi pascamelahirkan ringan.

"Remaja di usia 19 tahun sering kali masih dalam proses pembentukan identitas dan belum sepenuhnya siap secara mental untuk tanggung jawab menjadi orang tua, yang dapat meningkatkan risiko depresi pascapersalinan atau baby blues,” kata dr. Upik dikutip dari ANTARA, Sabtu (19/10/2025).

Apa itu baby blues?

Baby blues adalah kondisi emosional yang sering muncul beberapa hari setelah melahirkan. Ibu biasanya merasa sedih, mudah menangis, cemas, hingga sulit tidur, tanpa penyebab yang jelas.

Mengapa ibu muda lebih rentan?

Dokter Upik menjelaskan, kehamilan di usia muda sering terjadi tanpa perencanaan yang matang, baik secara emosional maupun finansial.

Kurangnya dukungan dari pasangan atau keluarga juga memperparah tekanan psikologis yang dirasakan ibu.

Selain itu, secara psikologis, remaja di bawah usia 20 tahun masih berada pada fase pencarian jati diri.

Mereka sedang beradaptasi dengan perubahan fisik dan sosial, sehingga beban menjadi orang tua bisa menimbulkan kecemasan dan rasa tidak siap.

Secara medis, usia reproduksi yang aman untuk hamil berada di kisaran 20 hingga 35 tahun, sebagaimana direkomendasikan BKKBN dan Kementerian Kesehatan.

Usia di bawah 20 tahun termasuk dalam faktor risiko “4 T” , yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat jarak kelahiran, dan terlalu banyak anak.

Dampak bagi kesehatan mental

Kurangnya kesiapan mental membuat ibu muda lebih mudah mengalami kelelahan, stres, hingga gangguan tidur.

Perubahan hormon setelah melahirkan juga dapat memperburuk gejala baby blues, seperti mudah tersinggung, menangis tanpa alasan, atau merasa tidak mampu merawat bayi.

Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa berdampak pada hubungan ibu dan anak, serta kesejahteraan psikologis keluarga secara keseluruhan.

Cara mengatasinya baby blues

Untuk mengurangi risiko baby blues, dr. Upik menyarankan agar perempuan muda yang sedang hamil atau baru melahirkan mendapatkan dukungan emosional dari lingkungan terdekat.

Ibu perlu menjaga kesehatan mental dengan mengelola stres, melakukan aktivitas yang menenangkan, dan terbuka berdiskusi dengan pasangan atau keluarga.

https://lifestyle.kompas.com/read/2025/10/19/210000120/kehamilan-di-usia-kurang-dari-20-tahun-rentan-alami-baby-blues-ini-kata

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com