Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komunikasi, Stimulus Utama Perkembangan Anak

Kompas.com - 18/01/2009, 18:10 WIB

Laporan wartawan Kompas Aloysius Budi Kurniawan

SURABAYA, MINGGU - Dalam lima tahun terakhir, kasus keterlambatan bicara pada anak usia balita meningkat signifikan dibandingkan kasus gangguan tumbuh kembang anak lainnya. Penyebab utamanya adalah stimulus berupa komunikasi aktif dari orang tua kepada anak yang kurang.

Demikian diungkapkan Anggota Divisi Tumbuh Kembang Anak Rumah Sakit Umum Dr Soetomo dr Ahmad Suryawan SpA(K), Minggu (18/1) di Surabaya.

Menurut Ahmad, pada usia nol hingga enam ta un, anak mengalami perkembangan dasar otak. Karena itu, anak harus selalu dirangsang untuk berkomunikasi aktif agar sel-sel jaringan otaknya berkembang.

Banyak orang tua kini sibuk dengan pekerjaan mereka sehingga waktu intim mereka dengan anak-anak sangat terbatas. Hal ini diperparah dengan kondisi lingkungan yang penuh dengan polusi. "Semuanya menjadi penyebab tingginya risiko anak untuk mengalami gangguan atau keterlambatan pertumbuhan," tutur dokter sekaligus Manajer dan Konsultan Klinik Deteksi Dini ABCDE yang berlokasi di RS Siloam Surabaya ini.

Berdasarkan teknologi imaging otak yang mampu merekam fungsi otak, antara usia nol hingga enam tahun anak memasuki masa kritis perkembangan otaknya. Masa kritis adalah periode di mana jika pada periode tersebut terdeteksi adanya gangguan dan tidak segera diketahui dan ditangani dapat menyebabkan kelainan yang bersifat permanen.

"Masa kritis terjadi sejak anak berada di dalam kandungan hingga berusia enam tahun. Pada usia enam tahun, berat otak anak sudah mencapai 95 persen berat otak orang dewasa," tambah Ahmad.

Kemampuan anak untuk dapat melalui masa kritis menjadi pertaruhan apakah anak nantinya dapat berkembang normal, cerdas, dan kreatif. Karena itu, pendampingan ekstra terhadap anak dan pemerksaan kesehatan anak secara rutin sangat dibutuhkan.

Menurut Ahmad, sebagian orang tua terlambat memeriksakan gangguan tumbuh kembang anaknya. Ini terjadi karena mereka berkonsultasi atau berobat setelah kasus kelainan terjadi pada anak mereka. "Dengan pemeriksaan dini kesehatan anak maka pencegahan gangguan tumbuh kembang akan semakin efektif. Kalau terjadi gangguan awalpun akan mudah ditangani," ucapnya.

Deteksi dini membantu orang tua anak mengetahui tahapan pertumbuhan anak. Dengan demikian, dapat diketahui apakah proses pertumbuhan anak berlangsung normal ataukah terjadi kelainan.

Karena itu, deteksi dini dapat dilakukan pada bayi atau anak sehat tanpa resiko maupun pada bayi atau anak dengan risiko, seperti berat badan kurang dari 2,5 kilogram, prematur, dan kekurangan gizi. Agar perkembangan anak terpantau, maka deteksi dini dapat dilakukan secara rutin tiga bulan sekali untuk usia anak di bawah dua tahun dan enam bulan sekali untuk usia anak antara dua tahun hingga enam tahun.

Dua stimulus

Ahli tumbuh kembang anak RSU Dr Soetomo Prof Dr Bambang Permono SpA(K) mengatakan, selain pengoptimalan komunikasi antara anak dengan orang tua, terdapat pula stimulus dari dalam, yaitu pemenuhan air susu ibu (ASI). "ASI sangat penting untuk pertumbuhan jaringan sel-sel otak. Kalaup un bayi diberi susu formula, seharusnya diimbangi juga dengan ASI," ujarnya.

Ketua Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Jatim Andriyanto mengatakan, pada usia nol hingga enam bulan bayi membutuhkan ASI eksklusif. Setelah usia enam bulan hingga dua tahun baru anak dapat diberi makanan tambahan.

Menurut Andriyanto, ketercukupan konsumsi makanan yang berkualitas pada anak sangat mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. " Anak-anak yang menderita gizi buruk otomatis kecerdasannya rendah dan sulit dipulihkan. Jika dibiarkan, 20 tahun ke depan akan muncul satu rantai generasi yang hilang," ujarnya.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com