Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biarkan Anak-anak Bermain

Kompas.com - 05/02/2010, 03:43 WIB

Berangkat dari kegelisahan itulah, mereka lantas menggagas sebuah acara untuk anak. Jadilah acara itu Biennale Anak, sebuah ruang seni dan budaya khusus buat anak. Awalnya, acara khusus buat anak ini menjadi salah satu sesi dalam perhelatan seni rupa Biennale Jogja X yang berlangsung pada 11 Desember 2009-10 Januari 2010. Namun, padatnya acara selama Biennale untuk dewasa membuat sesi untuk anak akhirnya berlangsung terpisah.

Keterlibatan anak

Biennale Anak yang bertema ”Dokumenku” berlangsung pada 12-22 Januari di kompleks Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Demi anak, area TBY yang semula terkesan sangar oleh karya-karya perupa peserta Biennale untuk dewasa berubah menjadi lebih ceria dengan sentuhan karya anak-anak. Ada lukisan warna warni, gambar, grafiti, komik kolase, dan tentu saja boneka.

Semua kegiatan melibatkan anak karena acara ini memang didedikasikan untuk anak. Panitia hanya fasilitator. Sebanyak 283 anak berusia 4-18 tahun terlibat dalam acara ini. Mereka tidak hanya datang sebagai penikmat, tetapi juga pelaku. ”Ini adalah ruang bermain. Jadi tujuannya memang agar anak-anak bermain di sini,” ujar Yuswantoro.

Di ruang pameran TBY, misalnya, pengunjung bisa menyaksikan karya anak berupa lukisan, komik kolase, serta boneka. Karya-karya tersebut dihasilkan oleh anak-anak yang mengikuti pelatihan seni dua bulan sebelumnya. Salah satunya adalah Cinde Gaharu (7), yang memamerkan karyanya berupa boneka perempuan dari kertas. Karya itu juga menjadi gambar dalam spanduk berukuran besar yang dipasang di kompleks TBY. ”Saya membuat boneka karena suka sama boneka. Yang mengajari Pak Bagong (pelatih workshop boneka),” ujarnya.

Jika kurang berminat pada lukisan, mereka bisa bermain musik, menari, menyanyi, menjadi pemandu acara (MC), atau sekadar datang dan bermain. Mereka bisa menonton pertunjukan wayang kancil oleh dalang Ki Ledjar Subroto, film anak karya Garin Nugroho, serta pentas seni anak-anak. Selain itu, mereka bisa menjadi peserta pelatihan membuat celup ikat, bermain dengan clay, melukis layang-layang serta membuat boneka dari perca.

Minat

Selama berada di arena Biennale Anak, peran orangtua terbatas pada mengantar dan mengawasi anak-anak mereka. Rimon Siregar dan Rumila, misalnya, berpendapat bahwa acara semacam ini sangat positif bagi anak. Oleh karena itu, mereka tidak keberatan mengantar Joan Siregar, anak mereka yang baru duduk di kelas dua SD, ke Biennale Anak. ”Di sekolah anak saya ikut ekstra menggambar. Karyanya juga dipamerkan dalam acara ini. Asal anak memang berminat, kami pasti mendukung,” kata Rimon yang tinggal di Sleman.

Faktor minat jugalah yang membuat Beta Uliansyah rajin mengantar anaknya, Abas Uliansyah (5), setiap sore ke arena Biennale Anak. Sepanjang acara, banyak kegiatan yang dinilainya bisa mendukung pendidikan anaknya yang belajar dengan sistem homeschooling. ”Anak saya punya metode belajar yang berbeda dengan kebanyakan anak lain sehingga saya enggak tega memasukkan dia ke sekolah umum. Jadi kami harus rajin mencari kegiatan alternatif sehingga bisa mendukung proses belajarnya. Dan ternyata di sini dia sangat menikmati, mulai dari kegiatan membuat layang-layang, nonton wayang kancil, sampai main di Pasar DolDolanan,” ujarnya.

Menurut psikolog Tjipto Susana, orangtua bisa mengenali bakat anaknya dengan terlebih dahulu melupakan tren yang sedang berlaku. ”Tren membuat orangtua tidak sensitif terhadap bakat anak. Kalau orangtua sudah tidak peduli tren, baru dia bisa melihat minat anaknya dan dalam bidang apa anak itu bisa belajar dengan cepat. Sesuatu yang bisa dipelajari dengan cepat biasanya memang diminati anak. Kalau sudah ketemu, bakat itulah yang perlu dikembangkan tanpa melupakan pelajaran lainnya,” tuturnya.

Maka, biarkan anak-anak bermain. Mereka bisa bermain-main menjadi pelukis, pembuat boneka, penyanyi, penari, wali kota, apa saja....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com