Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan-perempuan Rangkasbitung

Kompas.com - 17/04/2011, 15:36 WIB

Di stasiun itu, sebagian makelar hasil kebun naik ke kereta. Mereka menawarkan hasil kebun apa pun yang bisa dibawa. Dari mereka, Ngapiah (51) memperoleh tujuh jantung pisang, delapan kunur (semacam labu), dan sekantong kencur. ”Lumayan barang dagangan saya bertambah,” ujar Ngapiah, yang sebelumnya telah membawa tiga karung sayur-mayur dan pisang dari Rangkasbitung.

Sesampai di Stasiun Kebayoran Lama, sebagian besar tumpukan karung milik para pedagang sayur itu diturunkan di atas rel. Udara pengap dan gerah di dalam gerbong berkurang seketika. Ngapiah juga turun di sana. Selanjutnya, dia membuka lapak sayur-mayur 50 cm dari pinggir rel kereta.

Penopang metropolitan

Sebagian perempuan itu adalah pendatang yang tersedot oleh pesona Ibu Kota. Nanik datang dari Surabaya ke Jakarta ketika usianya 12 tahun. Selanjutnya, dia menikah tiga kali dan menetap di Citeras. Seperti banyak pendatang di sepanjang jalur Rangkasbitung-Jakarta, pergulatan hidup mereka tak jauh-jauh dari kereta. Bersama suaminya, Nanik memasok buah dan sayur kepada pedagang di Kebayoran Lama, Palmerah, dan Angke. Setelah suaminya meninggal, usaha itu dia jalankan sendirian.

Sejak dulu sampai sekarang dia bergantung pada kereta. Alasannya hanya satu: kereta ekonomi murah meriah. ”Bawa karung sebanyak ini hanya mengeluarkan duit Rp 200.000 untuk tiket, bayar ke petugas kereta, dan bayar ongkos kuli angkut,” ujarnya.

Kalau pakai mobil sewa, dia harus mengeluarkan uang Rp 300.000, belum termasuk bayar tol. ”Keuntungan saya pasti berkurang.”

Esih bahkan tidak bisa mencari nafkah tanpa kereta. Bayangkan saja, setiap hari dia hanya memperoleh Rp 15.000-Rp 20.000 dari jualan sayur di Palmerah. ”Ongkos kereta api pulang-pergi hanya Rp 3.000. Kalau pakai angkot, bisa habis Rp 10.000. Semua duit saya langsung habis,” katanya.

Ruth Indiah Rahayu, peneliti Inkrispena dan aktivis perempuan dari Perhimpunan Rakyat Pekerja, melihat bahwa dalam skala rumah tangga, peran ekonomis perempuan pedagang sayur dari Rangkasbitung itu tergolong tinggi. Mereka menunjang ekonomi harian keluarga untuk bertahan hidup.

Namun, dalam skala ekonomi makro, peran mereka dilupakan. Pasalnya, hitungan ekonomi makro mengasumsikan penghasilan keluarga selalu berasal dari suami.

Dalam konsepsi geografi-politik metropolitan Jabodetabek, mereka juga memiliki peran cukup penting. Mereka adalah agensi yang menghubungkan metropolitan sebagai pusat tumpukan barang dengan daerah produsen pertanian. Lewat mereka pula, konsumsi harian warga metropolitan bisa ditopang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com