Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bara Hati Lia Candrasari

Kompas.com - 02/05/2011, 09:48 WIB

KOMPAS.com - Berada di dekatnya terasa seperti dekat tungku membara. Hangat. Namun, hati-hati tenggelam dalam sorot matanya yang selalu menatap lekat kawan bicara. Inilah Lia Candrasari (36), pengusaha batu bara.

Lia dibesarkan dalam tradisi Jawa yang kental. Pakem budaya menuntutnya untuk senantiasa menjadi anak perempuan yang manut, penurut. Namun, dalam perkembangan kehidupannya kemudian, perempuan keibuan ini malah ”memberontak”, mengikuti gelora bara di hatinya.

”Aku selama ini selalu berusaha manut pada orangtua dan semua tata krama Jawa,” kata Lia dengan logat Jawa yang terdengar medok.

Perempuan yang besar di kota Malang, Jawa Timur, ini mengawali kariernya sebagai foto model. Obsesi lamanya memang ingin merasakan dunia foto model, namun tak pernah diizinkan sang ayah. Baru setelah menikah tahun 1997 dan baru memiliki bayi yang berusia tujuh bulan, Lia pun ”memberontak”. Ia pun masuk sebagai salah satu finalis Wajah Femina.

Kekerasan hati Lia memang tak kasatmata, tenggelam dalam keramahan dan deraian tawanya yang renyah. Dia tak sungkan menjadikan dirinya sendiri bahan guyonan. Siapa pun yang mengobrol dengan Lia akan betah dengan sikapnya yang hangat tak dibuat-buat.

Karakter diri itulah yang membuatnya bisa berjuang sendiri menjadi foto model tanpa terikat pada satu pun agensi. Dunia layar lebar dan film televisi pun sempat dicicipinya tahun 2003-2004, di antaranya Bangsal 13 dan Catatan Akhir Sekolah. Puluhan iklan telah dibintanginya. Parasnya yang melankolik juga sempat menghiasi kemasan susu untuk ibu hamil. Hidupnya menjadi riuh dengan berbagai jadwal pemotretan dan syuting. Di tahun 2005 ia sempat menjadi nomine Pemeran Utama Wanita Terbaik Piala Vidia, Masih Ada Cinta di Tanah Rencong.

”Waktu dengan Saniyyah sempat tersita,” ujar Lia menyebut nama anaknya.

Batu bara
Di tahun 2004, Lia akhirnya didaulat keluarganya untuk terjun ke bisnis keluarga di bidang pertambangan batu bara. Keluwesannya selama menjadi model banyak membantu pekerjaannya yang harus berhubungan dengan berbagai macam orang. Penyayang kucing ini akhirnya menikmati asyiknya berbisnis. Gebyar dunia foto model perlahan ditinggalkannya.

Namun, Lia yang selalu menyimpan bara di hatinya ini tak lantas betah di zona nyaman. Dia mengaku tak suka melulu menjadi orang yang disuruh-suruh. Pada tahun 2006, bersama teman-teman lama dia malah mendirikan perusahaan sendiri, masih di bidang pertambangan batu bara. ”Pemberontakan” Lia terjadi lagi dengan meninggalkan perusahaan keluarganya.

”Keluarga tentu menentang, tapi akhirnya orangtua sudah sampai pada tahap ’sak karepmu’ (terserah). Padahal, dulu aku selalu manut, ngalah, enggak mau ribut, menjaga harmoni. Jawa bangetlah, he-he-he,” ujarnya.

Lia nekat mendirikan perusahaannya dari nol dan mencari pinjaman modal sendiri. ”Keluarga sudah lepas tangan, he-he-he,” ujar penggemar komik Tintin dan Nina ini.

Meski begitu, Lia mengaku banyak belajar saat bekerja di perusahaan keluarga. Mulai dari mengatur keuangan sampai cara mengatasi limbah pertambangan secara alami. Dia juga tak ragu kelayapan di kawasan pertambangan di Kalimantan, di bawah terik matahari.

”Dunia pertambangan memang didominasi laki-laki, tetapi dulu pun saat di film dan dunia foto model, krunya kan juga banyak laki-laki. Dan aku juga sering panas-panasan. Dunia yang sama kerasnya kok,” cetus Lia.

Filosofinya dalam berbisnis amat mendasar, yakni selalu memegang komitmen. Komitmen apa pun yang sudah dinyatakannya selalu dipenuhinya. ”Apa pun itu. Mulai dari membayar cicilan tepat waktu, pajak, juga dalam berbagi keuntungan. Bahkan, kalau terpaksa kitanya yang susah karena komitmen yang sudah telanjur diucapkan, ya enggak apa-apa. Mengalah,” kata kolektor ratusan tas karya desainer internasional ini.

Kini, sebagai presiden komisaris di perusahaannya, Lia lebih punya banyak waktu untuk mendampingi putri semata wayangnya, Rr Saniyyah Blesshanti Kusuma Wardhani (11). Sebagai orangtua tunggal untuk Saniyyah sejak 2006, Lia berusaha menebus waktu kebersamaan yang sempat hilang ketika dirinya masih sibuk menjadi model.

Waktu luangnya sesekali dihabiskan untuk bercengkerama dengan teman-temannya atau berlibur bersama Saniyyah. Malang menjadi kota favoritnya untuk tetirah. Di sana pula teman-teman lamanya masih bisa dijumpai. Bagi Lia, teman maknanya bisa lebih dari saudara. ”Teman yang sejati itu muncul ketika kita sedang terpuruk,” ucap Lia.

• Lahir: Madiun, 30 November 1974
• Anak: Rr Tania Ayu Kusuma Wardhani (alm) dan Rr Saniyyah Blesshanti Kusuma Wardhani (11)
• Pendidikan:
- D-1 Bahasa Inggris Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur
- D-1 IKIP, PGRI Malang, Jawa Timur
- Teknik Arsitektur Institut Teknologi Nasional, Malang, Jawa Timur
• Pekerjaan:
- 2004-2006: Direktur PT Bungo Raya Nusantara
- 2007-sekarang: Presiden Komisaris PT Wana Lestari Utama
- 2009-sekarang: Pendiri yayasan untuk anak jalanan ”Amelia”

(Sarie Febriane)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com