Wakil Ketua Komisi V DPR Mulyadi saat meninjau Jembatan Kartanegara, Selasa, mengatakan, semestinya jembatan dengan bentang panjang dan teknologi gantung ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. ”Jembatan ini, kan, seperti Golden Gate di Amerika Serikat dan di sana tidak ada masalah sampai sekarang. Kuncinya adalah pemeliharaan dan itu menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,” katanya.
Mulyadi menegaskan, dana pemeliharaan jembatan seharusnya dianggarkan tiap tahun. Namun, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kutai Kartanegara Didi Ramyadi mengakui, selama 2008-2010, tak ada kegiatan pemeliharaan Jembatan Kartanegara. ”Kami sudah mengajukan kepada DPRD Kutai Kartanegara, tetapi tidak terealisasi karena tidak ada anggaran,” ujar Didi.
Padahal, dari hasil pemantauan PT Indenes Utama Engineering Consultant, tahun 2006 terkuak bahwa ada penurunan gelagar bentang tengah Jembatan Kartanegara hingga 50 cm dibandingkan tahun 2001. Juga terjadi perenggangan pada pilar jembatan hingga 18 cm, sedangkan pada 2001 hanya 8-10 cm.
Atas dasar itu, PT Indenes memberikan rekomendasi kepada Dinas Pekerjaan Umum Kutai Kartanegara untuk mengusulkan pemeliharaan, antara lain pengencangan baut-baut klem, penyetelan ulang pengait kabel, penggantian sambungan peredam getaran, dan pengisian pasir dengan total biaya Rp 23 miliar.
Namun, Didi menjelaskan, pemeliharaan tahun 2007 hanya berupa penggantian sambungan peredam getaran dan pengisian pasir dengan biaya Rp 1,634 miliar. Pemeliharaan dilakukan lagi pada 2011 dengan anggaran Rp 2,99 miliar yang dilaksanakan PT Bukaka Teknik Utama.
Konsultan ahli beton dan konstruksi jembatan, Wiratman Wangsadinata, mengatakan, runtuhnya Jembatan Kartanegara disebabkan kegagalan pada kabel penggantung dan klem penjepit. Analisis ini berdasarkan sisa konstruksi bangunan jembatan yang tersisa.
Dari pengamatan di lapangan, jembatan yang konstruksinya ditopang oleh tiang tinggi jembatan (pylon), fondasi tiang pancang, dan kabel utama masih utuh, sementara semua kabel penggantung beserta klemnya putus.
Wiratman menduga ada kesalahan pada kualitas material kabel penggantung dan analisis penghitungan. ”Seharusnya, kalau satu kabel putus, kabel lain masih mampu menopang beban pada jembatan,” katanya.