Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maut Mengancam di Dalam Angkot

Kompas.com - 26/12/2011, 05:16 WIB

Jakarta, Kompas - Kondisi keamanan angkutan kota di DKI Jakarta dan sekitarnya, yang seharusnya mengalami banyak kemajuan karena dekat dengan pusat pemerintahan, justru semakin memprihatinkan dalam setahun terakhir ini. Angkutan kota bahkan menjadi sarang baru kejahatan.

Dari sisi jumlah, berdasarkan catatan Kompas, memang tidak besar. Dalam setahun ini, setidaknya tercatat tujuh kasus kejahatan khusus di dalam angkot. Namun, dari sisi kualitas, semakin meningkat. Kejahatan yang terjadi bukan hanya pencopetan yang biasa kerap terjadi, melainkan perampokan dan pemerkosaan yang berakhir dengan pembunuhan. Korbannya mulai dari seorang mahasiswi yang baru menyelesaikan ujian skripsi (LP), seorang karyawati sepulang kerja (RS), sampai tukang sayur yang hendak berbelanja di pagi hari (R).

Tim gabungan dari Polda Metro Jaya dan Polres Kota Depok, Sabtu lalu, berhasil menangkap tiga tersangka pelaku perampokan dan pemerkosaan R. Akan tetapi, MSD, sopir angkot tersebut, belum tertangkap.

Tak heran, banyak warga masih menganggap kendaraan umum sebagai moda transportasi yang rawan kejahatan, terlebih pada malam hari. Hasil jajak pendapat Kompas pada Januari, Oktober, dan Desember menunjukkan hal tersebut.

Pada awal tahun, hampir 40 persen responden menyatakan tidak aman naik kendaraan umum pada siang hari. Bulan Oktober, rasa tidak aman itu meningkat menjadi sekitar 43 persen responden. Akhir tahun ini, meski operasi penertiban angkot telah digelar, masih ada sekitar 28 persen responden yang menyebutkan naik kendaraan umum rawan.

Rasa waswas meningkat saat menggunakan kendaraan umum pada malam hari. Selama 2011, lebih dari separuh responden merasa tidak aman naik kendaraan umum pada malam hari. Dari beberapa jenis moda transportasi umum yang ada, bus dan angkot dianggap paling rawan oleh bagian terbesar responden.

Jajak pendapat bulan Januari menunjukkan, sekitar 80 persen responden menyebutkan bus, minibus, dan mikrolet sebagai kendaraan umum paling rawan di Jakarta. Oktober lalu, tingkat kerawanan pada moda transportasi umum tersebut meningkat, yang dinyatakan oleh 90 persen responden.

Serentetan peristiwa ini bahkan membuat penumpang trauma menggunakan angkot. Salah satunya adalah Marieska (24), anak Silvia korban pencopetan. Marieska, karyawan swasta di Jakarta, tidak berani menggunakan angkot ketika malam. Dia memilih pulang bersama teman-temannya menggunakan sepeda motor. ”Saya belum berani naik angkot lagi. Takut ada orang jahat di dalam angkot,” katanya.

Rasa trauma masih membekas pada keluarga R yang menjadi korban pemerkosaan. HS (41), suami R, melarang anak sulungnya Pr (8) menggunakan angkot untuk sementara waktu. Dia memilih repot mengantarkan anaknya pergi dan pulang menggunakan sepeda motor.

Padahal, sebelum peristiwa yang menimpa istrinya, HS tak pernah punya pikiran negatif tentang angkot. Sebab, salah satu anggota keluarga HS juga bekerja sebagai sopir angkot. Namun, anggapan positif itu hilang setelah peristiwa keji menimpa istrinya.

Belum serius

Meski demikian, sejauh ini pihak kepolisian belum memandang kejahatan di angkot ini sebagai persoalan serius. Dari sisi jumlah, Polda Metro Jaya mencatat jumlah kasus kejahatan di angkutan umum tidak besar, yaitu 18 kasus.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar, kejahatan di atas angkot (7 kasus), bus kota (2), taksi (3), kereta api (2), dan ojek motor (4). Jumlah ini jauh menurun dibanding 2010, yang mencapai 163 kasus.

Dengan hanya 18 kasus, polisi menilai tidak signifikan dalam memberikan kontribusi terhadap kejadian kriminalitas. Jenis kejahatan yang paling banyak memberikan kontribusi pada jumlah kejadian kriminalitas adalah kejahatan pencurian dengan pemberatan dan kejahatan pencurian kendaraan bermotor, serta penyalahgunaan narkoba.

Secara terpisah, Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Nico Afinta menjelaskan, pelaku kejahatan di atas angkutan umum, khususnya di angkot dan bus kota, yang tertangkap, semuanya tidak ada residivis. ”Jadi, mereka itu adalah penjahat baru,” katanya.

Sejauh ini, polisi juga belum membaca adanya pola khusus kejahatan di kendaraan umum. Soalnya, pelaku beraksi secara acak, tidak terus-menerus di jalur sama. Dengan demikian tidak ada pola yang bisa memastikan, jalur angkutan umum atau trayek tertentu menjadi tempat khusus para pelaku kejahatan itu beraksi.

Namun, dari analisis waktu, tempat, dan korban kejahatan di angkutan umum, rata-rata terjadi pada malam hari atau subuh, saat aktivitas umum sepi, atau terjadi di lokasi sepi, serta korbannya perempuan yang bepergian seorang diri.

Dengan data itu, pihaknya menyarankan agar jika terpaksa harus pergi pada malam hari atau subuh, sebaiknya tidak seorang diri, tetapi ditemani orang dekat yang kita kenal. Jangan juga memakai perhiasan atau barang yang memancing orang lain untuk merampasnya. Jika memang ternyata berhadapan dengan pelaku kejahatan, kalau tidak memungkinkan untuk melawan, jangan melakukan perlawanan.

”Serahkan saja barang-barang yang diminta pelaku, tetapi usahakan untuk mengingat ciri-ciri pelaku dan juga kendaraan. Setelah itu, cepat-cepatlah melapor ke polisi terdekat,” papar Nico.

Untuk mengatasi kondisi ini, Polda Metro lebih mendorong bagian lain lebih berperan, seperti Dinas Perhubungan, Organda, atau pemilik kendaraan.

”Kami tidak bermaksud menyalahkan orang lain atau pihak lain, tetapi keselamatan penumpang itu adalah tanggung jawab bersama. Apakah kita masing-masing, kepolisian, Organda, Dinas Perhubungan, dan lain sudah melakukan pengawasan dengan baik dan maksimal,” kata Baharudin Djafar.

Menata anggota

Lepas dari itu, Nico sangat mengapresiasi Organda dan para pemilik kendaraan umum yang sudah mulai menerapkan anjuran kepolisian, seperti pemakaian seragam resmi bagi sopir kendaraan umum.

”Pemakaian seragam ini sedikit banyak dapat memberi tahu kepada calon penumpang bahwa angkot yang akan dinaikinya benar dikemudikan sopir aslinya, buka sopir tembak. Kejahatan di angkutan umum itu banyak yang karena kendaraannya bukan dibawa sopir aslinya,” kata Nico.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono berpandangan, persoalan angkot tidak bisa dipisahkan dari sejarahnya. Angkot adalah moda transportasi yang tidak dilahirkan oleh pemerintah. Angkot yang pada tahun 1970-an berbentuk bemo lahir karena adanya kebutuhan warga. Makin lama semakin banyak angkot ditemukan di jalan, baru kemudian pemerintah merasa perlu untuk mengaturnya.

Pemerintah lalu mengambil langkah untuk menciptakan trayek baru dengan nomor yang sama, tetapi diberi variasi dengan huruf, misalnya, selain ada mikrolet M-01 jurusan Kampung Melayu-Senen, juga ada M-01A, dan M-01G. Trayeknya sama, tetapi jalurnya yang berbeda.

Upaya variasi jalur ini tetap tidak memecahkan masalah angkot. Untuk itu sejak tahun 1997, Dishub menghentikan pemberian izin trayek baru. Alasannya, selain mengurangi keruwetan lalu lintas, juga agar para pengusaha angkot bersaing sehat.

Persoalan lain adalah kepemilikan angkot yang bersifat individual. Angkot itu tidak terintegrasi dalam satu sistem pelayanan. Selain itu spesifikasi dan standar pelayanan dan operasi tidak ada atau tidak jelas.

Pemegang izin tidak pernah lengser meski melakukan kesalahan. Terjadi juga praktik kartel di mana para pengusaha menguasai pasar lalu menurunkan kualitas pelayanan. Kompetisi antaroperator tidak pernah terjadi. Yang ada kompetisi antarsopir sehingga sopir menanggung hampir semua risiko.

(NDY/PUT/RTS/ARN/BRO/PIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com