Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekali Sarung Tetap Sarungan....

Kompas.com - 07/03/2012, 10:30 WIB

Warnanya umumnya cerah, seperti merah muda, jingga, hijau muda, biru muda, kuning, dan merah. Ada pula yang ditambah benang emas atau perak. ”Warna cerah menunjukkan karakter orang Bugis yang percaya diri dan berani. Benang emas dan perak menjadi lambang kesuksesan,” kata Shaifuddin. Hanya dalam ritual duka, orang Bugis mengenakan sarung berwarna gelap.

Sentra tenun sarung Bugis di Sulsel setidaknya terdapat di tiga kabupaten, yakni Wajo, Gowa, dan Soppeng. Jika berkunjung ke Kecamatan Sabbang Paru, Wajo, yang berada di kawasan pesisir Danau Tempe, suara entakan alat tenun seakan saling menyahut. Di kolong-kolong rumah panggung khas Bugis, para penenun bekerja setidaknya delapan jam setiap hari.

Belakangan, sarung Bugis melanglang buana ke Paris. Urfiah Syanty (46), seorang pendiri Makassar Sampulo (wadah bagi perajin, desainer, dan pengusaha sutra Sulsel), membawa busana bernuansa sarung Bugis ke International Fair of The Muslim World Le Bourget, 17-19 Desember 2011.

Kendati tidak berupa sarung, busana yang ditampilkan menggunakan sutra serat alam dengan pewarna alami serta motif garis yang kerap menjadi motif sarung Bugis. ”Setidaknya, kami membawa bagian dari sarung Bugis ke Paris. Penyesuaian dan modifikasi penting agar sarung bisa diterima oleh khalayak yang lebih luas,” ucap Urfiah. (ROW/SEM/RIZ/SIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com