Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecanduan Film Porno Bisa Diatasi

Kompas.com, 31 Mei 2012, 15:11 WIB

KOMPAS.com - Banyak pria yang gemar menonton film porno. Ada yang menontonnya sekali-sekali, ada pula yang setiap ada waktu senggang ingin menontonnya, menyebabkannya kecanduan. Karena itu, Anda perlu hati-hati bila si dia gemar sekali menonton film porno. Sebab, gambar-gambar atau video porno di internet bisa mengurangi sensitivitas pria terhadap aktivitas seksual biasa, demikian hasil sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Psychology Today pada Oktober 2011.

Film-film porno yang mudah didapat melalui internet memang tak bisa dicegah, dan mungkin akan ada untuk selamanya. Namun, adiksi terhadap film porno sebenarnya bisa ditinggalkan. Caranya dengan mengubah kebiasaan, yaitu dengan belajar mengurangi kebiasaan nonton pada tingkat dimana aktivitas tersebut tidak mengacaukan kehidupan berpasangan, atau kehidupan pasangan dari seorang pecandu film porno.

"Sebagian orang memandang kebiasaan ini sebagai penyakit moral. Kami sendiri mengambil sudut pandang bahwa kebiasaan ini bukanlah suatu penyakit, apalagi penyakit moral, melainkan suatu bagian yang normal dari pertumbuhan," papar Profesor Raj Sitharthan dari Department of Psychiatry, University of Sydney, Australia. "Memang banyak orang yang menontonnya secara berlebihan. Namun, mereka bisa belajar untuk mengurangi kebiasaan ini jika mereka mau."

Menurut Dr Raj, adiksi film porno mirip dengan adiksi terhadap alkohol. Dalam beberapa penelitian sebelumnya, ia mendapati bahwa orang yang mengonsumsi alkohol secara berlebihan setiap hari pun mampu mengurangi kebiasaannya minum.

Dalam praktik di kliniknya, pasien yang kecanduan pornografi mengurangi "asupan" film pornonya dengan cara tidak diberi uang untuk membeli film-film porno, dan aksesnya ke komputer atau perangkat lain dibatasi.

Bersama rekannya, Dr Gomathi Sitharthan dari Faculty of Health Sciences (juga dari University of Sydney, Australia), Dr Raj menggelar sebuah survei terkait kebiasaan orang mengakses pornografi. Mereka mendapati bahwa 20 persen dari 800 partisipan memilih nonton film porno agar bisa membangun keintiman seksual dengan pasangannya. Sebanyak 47 persen responden menghabiskan antara 30 menit hingga 3 jam sehari untuk nonton film porno. Sebanyak 14 persen membina hubungan dengan pengguna internet lainnya, dan 18 persen biasa berfantasi seksual ketika sedang tidak online.

Namun, terlalu sering nonton film porno memberi pengaruh yang kurang baik terhadap hubungan dengan pasangan, kondisi keuangan, maupun studi seseorang. Misalnya, 30 persen responden mengakui bahwa performa kerja mereka terganggu. Beberapa pasien Dr Raj sendiri juga mengalami perilaku ekstrem akibat kecanduan film porno. Pasiennya yang seorang siswa sekolah menolak berangkat ke sekolah, dan mengabaikan teman-temannya, dan memilih nonton film porno sampai dini hari.

"Cepat atau lambat, hal ini akan mengambil alih hidup mereka, dan menjadi satu-satunya hal yang bisa memberi kepuasan untuk mereka," katanya.

Akan lebih baik tentunya jika si pecandu pornografi dibantu untuk mengatasi masalah mereka. Tim peneliti dari universitas ini juga sedang berencana untuk mengadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui penyebab kecanduan pornografi.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau