Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ibuk", Inspirasi Menjadi Pribadi Lebih Berani

Kompas.com - 24/06/2012, 13:39 WIB

KOMPAS.com - Setiap pribadi punya pengalaman yang menunjukkan keberaniannya mengubah keadaan, demi menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Pengalaman pribadi inilah yang dituangkan Iwan Setyawan dalam novel terbarunya berjudul, Ibuk. Namun, Ibuk tak semata mampu menginspirasi pribadi untuk lebih berani menjalani hidup, tapi juga bentuk apresiasi terhadap semua ibu Indonesia.

Butuh waktu satu tahun bagi Iwan merampungkan novel yang terinspirasi dari keberanian dan kekuatan sang ibu memainkan peran dalam keluarga. Tanpa meninggalkan peran bapak yang juga menjadi role model menjalani hidup dengan penuh keberanian dan perjuangan.

Ibuk memang menceritakan kisah nyata dari kehidupan Iwan dan keluarganya, dari Kota Batu, Jawa Timur. Namun Novel fiksi ini bukan sekadar berisi kisah pribadi. Novel Ibuk lahir dari perjalanan kehidupan perempuan, yang dapat menjadi inspirasi bagi perempuan lainnya, sekaligus bentuk apresiasi terhadap keberanian perempuan.

Membaca novel ini sekaligus juga memberikan pilihan cara merefleksi diri. Karena Ibuk, mengajak pecinta novel untuk kembali merekam jejak perjalanan hidup sosok ibu dan ayah, yang berjuang membesarkan anak-anaknya, memastikan setiap anak yang lahir punya kesempatan yang sama untuk bermartabat dengan pendidikan. Tak terkecuali anak supir angkot, Bayek, salah satu tokoh di cerita fiksi yang mewakili kisah Iwan dalam kehidupan nyata.

"Kisah di novel ini 90 persen adalah kisah nyata kehidupan saya pribadi dan keluarga," tutur Iwan kepada Kompas Female seusai peluncuran novel Ibuk berlangsung di Toko Buku Gramedia Matraman, Jakarta, Sabtu (23/6/2012).

Dalam sesi talkshow, sejumlah pembaca novel ini memberikan testimoninya. Beberapa orang menyuarakan hal yang sama, bahwa butuh keberanian untuk mulai membaca halaman demi halaman novel Ibuk ini. Pasalnya, siapa pun yang membacanya akan terbawa kembali ke kehidupan personal bersama ayah-ibu dan seluruh anggota keluarga lainnya, dan utamanya berbicara tentang diri sendiri.

Iwan pun berkomentar,"Menulis tentang pribadi butuh keberanian." Begitu pun ketika membacanya, karena Anda akan terbawa kembali pulang, ke "rumah" yang boleh jadi sudah lama ditinggalkan.

Novel ini bukan semata bicara kesuksesan Iwan mengalahkan ketakutan dalam dirinya untuk bergerak maju, merubah nasib, menjauhkan diri dari kemiskinan yang dialaminya sejak kecil. Ibuk mengajak siapa pun yang membacanya untuk berani mengambil langkah, mengubah keadaan menjadi pribadi yang jauh lebih berkembang.

Sosok Ibuk pun bukan hanya dimiliki Iwan. Banyak anak muda atau bahkan orang sukses yang juga memiliki karakter ibu sederhana, yang berjuang sekuat tenaga untuk mendidik anak-anaknya. Tak terkecuali Anda. Kesamaan kisah inilah yang membuat novel karya Iwan mendapatkan apresiasi tinggi, dinilai ampuh menginspirasi. Novel ini pun ditunggu-tunggu kehadirannya. Saat hari peluncuran, novel Ibuk telah tersedia dalam jumlah besar, 30.000 eksemplar.

Bagi Anda yang menyukai kisah romantis, novel Ibuk membuka bab awal dengan cerita pertemuan Ngatinah dan Abdul Hasyim, orangtua Bayek. Bagaimana perempuan usia 17 yang putus sekolah, mulai dicarikan jodoh karena sudah cukup usia untuk menikah. Hingga akhirnya ia bertemu dan menaruh hati dengan kenek angkot yang akrab disapa Sim. Keduanya mengingat janji, diawali dengan pertanyaan sederhana yang menunjukkan kejujuran, diajukan Sim kepada Tinah, "Nah... Kamu mau gak hidup susah sama aku. Kita, hidup berdua...,"

Iwan menuliskan kisah cinta orangtuanya, melalui bahasa sederhana. Sesederhana perjalanan hidup keluarga Tinah dan Sim, yang sarat perjuangan, gigih memperbaiki nasib.

Rasanya, banyak keluarga Indonesia yang memiliki ibu seperti Tinah dan bapak seperti Sim. Namun tak semua keluarga berhasil membuktikan bahwa kesuksesan bisa diraih dengan bekal cinta kasih yang besar. Seperti cinta kasih Tinah dan Sim dalam membina keluarga mengasuh lima anaknya hingga sukses meraih gerar sarjana. Membekali Bayek menjadi pribadi mandiri dan berani merantau hingga ke New York, Amerika Serikat.

Tinah mewakili ibu dan perempuan Indonesia, yang berjuang sepenuh hati berbekal kejujuran dan niat baik, demi masa depan lebih cerah. Sim mewakili sosok ayah yang bertanggung jawab terhadap keluarga, memastikan seluruh anggota keluarganya berteduh nyaman dalam rumah yang dibangunnya dengan penuh kesabaran.

Seperti di novel pertamanya, 9 Summers 10 Autumns, Dari Kota Apel ke The Big Apple, melalui Ibuk, Iwan juga tak meninggalkan karakter tulisannya. Ia menyisipkan kata-kata sarat makna dan motivasi. Kali ini, kata-kata penuh makna itu berasal dari pengalaman sang Ibuk dan Bapak.

Iwan menuliskan, ia selalu teringat kata-kata sederhana Ibuk dalam yang memotivasinya, "Jangan takut, coba dulu," ketika Iwan harus meninggalkan Kota Batu menuju Bogor untuk melanjutkan pendidikan tinggi selepas SMA.

Sosok Ibuk juga mewakili perempuan perkasa yang membangun hidup tanpa jeda. Pada bagian ke-13 novel ini, Ibuk juga tampil sebagai pembela perempuan dalam keluarga. Dituliskannya, "Anak-anak perempuan juga, mesti kuliah! gak cukup sampe SMP atau SMA saja. Biar kamu semua dapat kerjaan bagus, biar semua bisa mandiri, menjadi manusia bermartabat." Kata-kata yang membakar semangatnya, juga anak-anaknya, meski kondisinya saat itu keluarga Tinah dan Sim dilanda masalah keuangan, terutama untuk membayar sekolah anak-anaknya.

Tak hanya Ibuk yang menjadi sumber inspirasi dan kekuatan iwan. Sang ayah yang meninggal dunia pada awal 2012 lalu, juga menjadi sumber motivasinya. Iwan menuliskan bagaimana sang bapak bertekad kuat membangun rumah, selepas bekerja menarik angkot ia mengangkat pasir dan batu, membantu tukang membangun rumah untuk keluarganya.

Iwan menggambarkan bagaimana sang bapak berjuang untuk keluarga, melalui tulisannya, "Hidup adalah perjuangan membangun rumah untuk hati. Mencari penutup lubang-lubang kekecewaan, penderitaan, ketidakpastian dan keraguan. Akan penuh dengan perjuangan. Dan itu yang akan membuat sebuah rumah yang indah."

Perjuangan sang bapak selalu melahirkan harapan buat kelima anaknya. Semangat sang bapak, di mata Iwan, membakar semangat kelima anak-anaknya untuk berjuang dalam hidup.

Kalau Anda berani, membaca karya sastra bertajuk Ibuk bukan semata merefleksi diri namun memicu setiap pribadi untuk tak ragu menyongsong masa depan, bermodalkan keberanian seperti Ibuk yang tak gentar menghadapi kehidupannya, menjadi perempuan, ibu, istri yang memahami apa yang menjadi tujuan hidupnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com