Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/09/2012, 10:22 WIB

KOMPAS.com - ”Bermimpilah setinggi mungkin dan jangan menyerah. Hidup harus punya gereget. Saya menyebutnya ’hunger’, lapar mengejar target. Itu penting,” kata Rany Moran (32) untuk anak-anaknya.

Rany sedang berada di rumahnya yang nyaman di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan. Ia sehari-hari tinggal di Singapura sejak 2005 mengikutinya suaminya, Colin Moran.

Sepatu hak tinggi, setinggi sepuluh sentimeter, segera digeletakkan di ujung karpet. Rany duduk dan berbincang. Pandangannya yang lekat menatap lawan bicara hanya teralihkan ketika dua anaknya, Nicholas (5) dan Christopher (2,5), berlarian turun dari lantai dua.

Nicholas dan Christopher segera bergelayut manja memeluk tubuh ramping ibundanya. Celotehan anak-anak itu menghilang setelah pengasuh membawa mereka pergi untuk mendaftar kelas sebulan belajar matematika dan sains di Darmawangsa Square.

Meskipun sehari-hari tinggal di Singapura dan bersuamikan warga Inggris, Rany bertekad memegang teguh nilai budaya Indonesia dalam keluarga. ”Budaya Indonesia dan Barat harus bisa seiring bersama. Budaya Indonesia yang praktikal dan budaya Barat yang fungsional. Bukan berarti budaya Indonesia-nya luntur,” kata Rany.

Jalan tengah untuk mempertemukan dua budaya itulah yang juga ingin dihadirkan Rany lewat taman bermain Amazonia yang akan segera didirikan di Jakarta. Berawal dari keinginan menghadirkan lokasi bermain premium bagi anak-anaknya, Rany telah lebih dulu membangun Amazonia yang ternyata diminati anak-anak di Singapura.

Di Amazonia, Rany tidak sekadar memasukkan permainan ala Barat, tetapi juga mengangkat tradisi Indonesia. Ia antara lain menghadirkan kelas tari Bali dan tari Jawa. Dongeng anak seperti Bawang Merah dan Bawang Putih juga akan diangkat menjadi materi di kelas balet atau drama.

”Tinggal di luar negeri justru membuka mata lebar-lebar untuk menghargai nilai budaya Indonesia. Saat di Jakarta karena terlalu di depan mata jadi enggak bisa menghargai. Kenapa kita kurang mendalami kekayaan budaya? Orang Barat justru sangat mengagumi budaya kita,” ujar Rany.

Bisnis keluarga
Amazonia bagi Rany menjadi titik awal memulai bisnis baru yang benar-benar lepas dari bisnis keluarga yang selama ini dilakoninya di bidang pertelevisian dan properti. Lewat taman bermain yang juga akan dibuka di India dan Malaysia, Rany tetap memiliki waktu berkualitas bersama anak.

Rany mengatur jadwal kerjanya agar disesuaikan dengan kegiatan anak. Sambil memimpin rapat pun Rany tetap mengawasi anak-anaknya menyelesaikan tugas sekolah. ”Anak saya geret ke mana-mana. Belum pernah traveling tanpa anak-anak,” tambahnya.

Anak menjadi prioritas nomor satu bagi Rany. Ia baru akan menekuni berkas pekerjaan setelah anak-anaknya terlelap pada malam hari. Sering kali Rany tidur setelah dini hari dan harus bangun pagi. Setelah mengantar Nicholas, Rany harus menunggui Christopher selama dua jam di kelas prasekolah.

Rany mulai tinggal di Singapura sejak menikah pada 2005. Ia mengikuti suaminya, Colin Moran, yang memimpin perusahaan di bidang logistik dan tambang dengan cakupan bisnis wilayah Asia. Tinggal di Singapura menjadi pilihan realistis karena lokasinya yang strategis untuk bepergian ke negara mana pun di Asia.

Satu bulan sekali, Rany dan Colin menyempatkan waktu luang menginap di hotel semalam tanpa anak. Sesekali mereka pergi menonton pergelaran orkes simfoni atau berjalan-jalan di Botanical Garden. ”Anak-anak menyita banyak waktu dan kadang lupa waktu berdua,” kata Rany.

Kangen Jakarta
Kala duduk berdua dengan suami, Rany sering kali melontarkan impian untuk melebarkan sayap bisnis ke Jakarta. Walau macet dengan tingkat stres tinggi, Rany mengaku selalu kangen Jakarta.

Rany yang berdarah Jawa-Padang ini lahir dan tumbuh besar di Jakarta. Sejak kecil, orangtuanya menanamkan untuk tidak pernah menyerah. Setiap tahun dari sejak masih di bangku kelas enam sekolah dasar, ia sudah dikirim tinggal di luar negeri. Di ajang pertukaran budaya, ia biasa menari Bali.

Ayahnya yang menjalankan bisnis perdagangan dan pertambangan selalu mengajak Rany kecil belajar berkomunikasi dengan rekan-rekan bisnis ayahnya. Rasa percaya dirinya pun lantas terbangun. ”Dampaknya terasa. Kebawa sampai besar ketika harus berbisnis,” tambahnya.

Selain keramahan orang-orangnya, Rany paling rindu dengan makanan pinggir jalan di Jakarta. Makanan favorit utamanya adalah rendang dan bakso. Namun, dalam perjalanan dari bandara ke rumah, Rany sudah pasti akan meminta sopirnya membeli pisang goreng dan tahu goreng. Ia sampai bertanya tepung apa yang digunakan si penjual hingga rasanya bisa enak banget.

Kalau ingin menyantap nasi liwet, Rany tinggal menyeberang jalan dari rumahnya menuju Hotel Darmawangsa. Tiap hari di Singapura, keluarganya juga selalu menyantap makanan Indonesia, seperti rawon, opor, hingga dendeng balado yang kering dan pedas itu. ”Aduh duh, enaknya,” kata Rany.

Model sembunyi- sembunyi
Terlahir sebagai anak tengah dari tiga bersaudara, Rany tumbuh menjadi remaja pemberontak yang haus perhatian. Meskipun dilarang orangtuanya, ia sembunyi-sembunyi terjun ke dunia modeling.

Suatu kali, ayahnya memergoki hobi modeling Rany ketika fotonya dipajang di sampul depan sebuah majalah. ”Ayah pulang kantor langsung bertanya, apa ini kok kamu enggak bilang-bilang? Orangtua paling pusing sama saya pas SMA,” kata Rany tertawa.

Bagi Rany, pengalaman sebagai model menjadi bekal penting setelah ia memiliki label fashion Palmorano Asia di Singapura. Saat melihat model latihan di pergelaran busana yang dibuatnya sendiri, ia bisa berempati. Menjadi model profesional itu ternyata capek dan membutuhkan disiplin tinggi.

Menurut Rany, foto itu sama seperti akting. ”Saya tidak pernah menyesali pengalaman menjadi model,” tambah perempuan berkulit kuning langsat yang memiliki tinggi 169 sentimeter itu.

Sampai saat ini pun Rany masih aktif dengan aktivitas foto model. Pada 2009, ia dinobatkan menjadi Indonesia Tatler Most Stylish. Ketika pindah ke Singapura, ia dinyatakan sebagai Singapore Tatler Leadership of Style 2011.

Di tengah kesibukan mengelola bisnis, Rany selalu menyempatkan waktu untuk merawat diri. Berdandan tak harus dengan pergi ke salon. Ia sering kali mengerol rambut sambil memandikan anak. Jangan kaget jika menjumpai Rany menggendong anak sambil memegang kereta dorong dengan sepatu hak tinggi di pusat perbelanjaan.

”Merawat diri itu penting buat percaya diri. Kesan pertama sangat penting dalam sebuah bisnis. Bagaimana mencerminkan diri sendiri. Harus dijaga seimbang. Kalau ngurus anak dan kerja terus, ya stres juga. Harus ada waktu ketemu teman dan bersosialisasi,” kata Rany.

Jika ada impian dalam hidup yang belum teraih, Rany menyesal belum sempat mencicipi pengalaman sebagai penyanyi. Sejak SMA, ia hobi menyanyi jazz dan lagu berirama pelan. Mimpi jadi penyanyi ini kandas setelah dilarang sang ayah yang menuntutnya sukses di sekolah dan bisnis.

Bakat suara empuknya itu lantas disalurkan dengan bernyanyi tiap kali ada acara kumpul keluarga. ”Lagu paling susah dinyanyiin itu dangdut. Cengkoknya susah. Itu pertama kalinya suami saya bilang, ’Gila, your voice oh my god. Enggak nyambung’,” ujar Rany mengutip pernyataan suaminya.

Anak-anaknya menjadi penikmat utama suara merdu Rany. Christopher akan segera terlelap ketika Rany menyanyikan lagu ninabobo.

(Mawar Kusuma)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com