Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/12/2012, 09:48 WIB

Dimulai dari produk-produk fashion warna putih itulah akhirnya Remy terus berburu barang warna putih, seperti mobil hingga gantungan kunci mobil serba putih. ”Sekarang malah dapat rambut warna putih,” ujar Remy sambil tertawa.

Heni sendiri tak dapat memahami secara pasti awal dirinya begitu menggandrungi warna hijau. ”Saya mengira, mungkin karena sejak kecil terbiasa terpapar warna hijau karena ayah saya ABRI, angkatan darat, ha-ha-ha,” ujarnya tergelak.

Baik bagi Heni maupun Remy, warna yang difavoritkan sudah menjadi semacam identitas diri. Heni bahkan memakai nama ”Heni Green” untuk keterangan profil di ponsel Blackberry Messenger. Remy merasa lebih nyaman jika bepergian dengan pakaian serba putih.

Meskipun menggilai warna putih, nyatanya Remy tetap menggandrungi aneka ragam warna dalam berkarya. Ia antara lain menuangkan warna-warna mencolok dalam karya lukisannya yang ikut dipamerkan dalam peringatan 44 tahun Taman Ismail Marzuki.

Dua dari empat karya lukisannya segera terjual dalam pameran itu. Dalam lukisannya, Remy memoleskan warna merah darah, hijau daun, hingga hitam kelam.

”Ini semacam kompensasi dari warna putih. Hidup saya sejatinya sangat berwarna, tak melulu hanya putih,” kata Remy, si seniman multitalenta ini.

Warna sebagai metafora sikap
Psikolog dari Universitas Gadjah Mada, Koentjoro, mencermati, fanatisme seseorang terhadap suatu warna tertentu, secara tak sadar bisa jadi merupakan metafora sikap seseorang terhadap suatu nilai-nilai tertentu yang diwakili dari suatu warna.

Warna sendiri, seperti banyak dipahami orang, bisa merefleksikan berbagai macam makna. Seperti hijau merefleksikan keteduhan, biru berarti ketenangan, atau merah yang menggambarkan keberanian, atau putih yang mewakili kesucian atau kepolosan.

Menurut Koentjoro, kegandrungan orang pada suatu warna tertentu boleh jadi cenderung hanya diidap oleh orang urban di perkotaan. Sementara orang di pedesaan cenderung tidak terlalu memedulikan warna dalam kehidupan sehari-hari. ”Lebih ke gaya hidup orang urban,” kata Koentjoro.

Bahkan di masyarakat tertentu, akurasi warna tidaklah menjadi soal penting. ”Di Madura misalnya, masyarakat menyebut biru sebagai hijau. Jadi kalau maksudnya biru, mereka akan bilang sebagai hijau langit,” kata Koentjoro.

(Sarie Febriane/Mawar Kusuma)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com