Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melirik Bisnis Rumah Sakit

Kompas.com - 07/01/2013, 02:30 WIB

BENNY D KOESTANTO

Bisnis yang terintegrasi menjadi pilihan sejumlah korporasi besar. Bagi PT Lippo Karawaci Tbk, hal itu tidak semata-mata tertumpu pada bisnis utama, yakni properti. Proyek-proyek baru diharapkan menjadi pendorong pertumbuhan perusahaan. Bisnis rumah sakit menjadi salah satu pilihan untuk menjalankan rencana besar itu.

Manajemen Lippo Karawaci (LPKR) memproyeksikan tahun 2013 menjadi tahun menjanjikan bagi seluruh divisi usahanya, yakni residential/township, retail malls, hospitals, hotels, dan asset management. Total laba ditargetkan mencapai Rp 1,9 triliun, meningkat tajam 81 persen di atas peningkatan pendapatan sebesar 54 persen menjadi Rp 9,3 triliun.

Sebagaimana ditegaskan Presiden Direktur Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya (56), seluruh divisi usaha telah disiapkan untuk terus tumbuh pada 2013. Laba operasional diharapkan tumbuh 40 persen dengan pendapatan berkelanjutan diharapkan mencapai sekitar 50-55 persen dari total pendapatan.

Berikut petikan wawancara dengan Ketut Budi Wijaya di Tangerang, Banten, Rabu (19/12/2012) lalu:

Latar belakang pengembangan divisi rumah sakit (RS) ini?

Pengembangan kota seperti Karawaci membutuhkan fasilitas lengkap yang seharusnya disediakan pemerintah, tetapi beban pemerintah cukup besar. Maka, kami bangun dengan swasembada. Kami bangun antara lain mal, RS, dan sekolah. Waktu itu di Tangerang adanya RS khusus kusta. Semua takut. Sejak awal kami sadar dan mengerti bisnis RS menyangkut keselamatan dan nyawa. Waktu itu, kami tidak mampu menjalankan fungsi itu. Maka, dijalin kerja sama dengan Gleneagles. Namun krisis ekonomi 1998 mengubah semuanya. Tanpa Gleneagles, mulailah kami jalani sendiri dengan melakukan perbaikan pada RS Siloam. Selain fungsi sosial, ternyata RS juga punya fungsi usaha dan memberikan nilai balik yang sangat tinggi pada perusahaan.

Posisi divisi usaha RS saat ini?

Kami punya 12 unit RS. Yang terbaru di Bali dan Palembang (Sumatera Selatan). Target ada 20 unit RS pada 2015. Ini memberi lapangan pekerjaan cukup besar. Lebih kurang menampung 1.200 dokter dan 2.000 perawat. Sekitar 32 persen sokongan pendapatan perusahaan dari unit RS. Ini strategis dikembangkan. RS memberi pendapatan berulang (recurring income). Properti bernilai jutaan, tetapi gampang terkena fluktuasi. Pendapatan RS meningkat dan bisa mengurangi risiko properti. Fungsi RS strategis.

Jadi, divisi RS ini sebagai berkah?

Tidak semata berkah, tetapi juga penuh perencanaan. Harus diakui kami sempat keteter pada awalnya karena tidak punya pengalaman mengoperasikan bisnis RS. Menjalankan usaha apa pun mesti kreatif. Waktu itu, tingkat keuntungannya kecil. Model bisnis yang cocok dicari. Kelangkaan dokter diatasi dengan hubungan dengan dokter. Mereka nyaman bekerja di tempat kami dan tetap bisa mengembangkan karier. Dokter profesi paling giat belajar. Fasilitas dikembangkan sebagai bagian pengembangan belajar dan spesialisasinya.

Kiat memadukan fungsi bisnis dan sosial pada usaha RS?

Peraturan pemerintah diikuti. Fungsi sosial juga penting. Kami lebih dari itu, mengembangkan model jembatan fungsi sosial tanpa menghilangkan fungsi komersial. Usaha berbiaya rendah, tapi kualitas dan suplai tetap dijaga. Usaha berbiaya rendah pun bisa menghasilkan nilai komersial menjaga kelangsungan hidup. Kami punya unit RS Siloam untuk kelas menengah ke bawah. Menerima kartu Askes dan Jamkesmas.

Tingkat persaingan bisnis RS saat ini?

Dari sisi kepemilikan, RS di Indonesia lebih banyak dimiliki dan dikelola individu. Hanya beberapa korporat yang punya RS. Kami bersaing dengan individu. Persaingan di sini lebih ke persaingan dokter. Kami mau ubah pandangan bahwa Siloam atau merek RS lebih penting dari nama besar dokter. Sebab, di Indonesia pasien banyak mengikuti dokternya.

Bagaimana pengelolaan Siloam sebagai unit bisnis menguntungkan?

Kami dapat melakukan substitusi peralatan. Di daerah yang warganya memiliki kesadaran pada kesehatan lebih tinggi, kami menggunakan peralatan RS yang paling canggih. Ketika sudah ada daerah yang bisa menggunakan, kami dapat salurkan peralatan ke daerah baru itu. Hal ini juga terkait operator. Pindah dan tetap berguna. Misal, ada kulkas tapi daerah tanpa listrik. Kulkas itu bisa jadi lemari baju. Kami juga melakukan kapitalisasi dokter. Melalui telemedicine, dokter dan pasien terbantu. Fasilitas ini dibangun dengan jaringan khusus.

Bagaimana properti dan mal terkait pengembangan RS ini?

Kami jauh hari sudah mempersiapkan semuanya. Sebagai perusahaan terbuka, persiapan itu sekitar 3-4 tahun. Sudah bergulir, tinggal perbaikan-perbaikan. RS, properti, ataupun mal dikembangkan bersama-sama. Pertumbuhan RS tahun 2013 bisa 40 persen dari total usaha. Namun, properti juga dinamis, tetap tumbuh. Bagi kelas menengah disediakan perumahan yang mendekati tempat kerja. Sejak 2010, kami mulai perubahan yang transformasional. Akan bangun 20 RS baru, 15 mal baru. Di banyak daerah belum ada mal. Ini bagian dari sistem logistik. Banyak yang menjajah UMKM, tetapi kami bangun mal komunitas dengan luas 50.000-60.000 meter persegi. Kami ingin membawa ritel modern ke daerah-daerah di Indonesia. Hal itu lebih efisien dibandingkan dengan ritel tradisional. Mal dengan fungsi logistik yang baik layak dikembangkan dan fungsinya sangat krusial bagi Indonesia.

Bagaimana sumber pendanaan?

Pertumbuhan dan peringkat utang menunjang penerbitan surat utang perseroan. Formula bisnis dan model bisnis yang terintegrasi itu menjadikan kami memiliki kemampuan permodalan yang lebih bagus. Penerbitan surat utang dalam beberapa pekan sudah beres, sementara bila mengajukan pinjaman ke bank bisa berbulan-bulan (Semester II tahun 2012, S&P dan Fitch menaikkan peringkat korporasi menjadi BB-).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com