Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/04/2013, 14:36 WIB

KOMPAS.com - Ajaklah Okky Madasari berbicara soal Kartini, maka akan sangat antusias dia membahasnya. Apalagi jika topiknya mengenai pemikiran dan surat-surat Kartini, yang menurut Okky sangat tajam dan menakjubkan. Bayangkan, kata peraih Khatulistiwa Literary Award 2012 ini, bagaimana bisa surat-surat itu lahir dari seorang perempuan Jawa yang kala itu terkungkung tradisi.

Kartini, bagi Okky tidak hanya seorang feminis, tapi juga perempuan yang bicara mengenai kemanusiaan, semangat keadilan, bahkan juga turut mengkritik agama. Jika ada kontroversi tentangnya, mesti melihat lebih jauh dan memaknai apa yang sebenarnya disampaikan oleh sosok Kartini. 

“Ketika orang bertanya, 'Dia ngapain?', Kartini itu menulis, dan tulisan itu tak lekang oleh waktu, bahkan pemikiran-pemikirannya masih relevan sampai sekarang,” ujar Okky tegas.

Menjadi penulis
Sekitar empat tahun lalu Okky memutuskan untuk menjadi penulis, setelah hampir empat tahun pula menjalani keseharian sebagai wartawan. Pertimbangannya, keinginan untuk menulis novel sudah ada sejak lama, dan dengan menulis novel dia bisa menyampaikan masalah atau suara yang ia anggap benar untuk diperjuangkan. Kedengaran seperti Kartini, bukan?

“Kita kerap baca berita dan nonton televisi sambil lalu, sementara saya pikir kalau lewat novel maka akan sangat efektif, dan menyentuh ke jiwa pembaca,” ujarnya beralasan. Kemudian kita tahu, keputusan Okky menjadi penulis ini tidak salah. 

Novel pertamanya berjudul Entrok terbit pada tahun 2010. Ini mengawali kiprah Okky menyampaikan permasalahan yang ada di sekitarnya lewat fiksi. Dengan background cerita masa Orde Baru dan bagaimana catatan sejarah menjadi warga negara saat itu.

Setahun kemudian lahir novel 86, yang bercerita tentang korupsi. Bisa jadi orang-orang sudah akrab dengan masalah satu ini karena hampir setiap hari diberitakan di televisi. Okky mencoba memberi nilai lebih pemahaman tentang korupsi, dan kenapa orang bisa serakah dengan materi. Novel ini menjadi nominasi penghargaan Khatulistiwa Literary Award 2011.

Di novel ketiganya, Maryam, yang baru saja memenangkan KLA 2012, Okky menyuarakan kondisi sekelompok masyarakat di Lombok, yang dianggap menyimpang karena keyakinannya. Mereka diusir, tidak boleh tinggal di tanah kelahiran sendiri, dan bahkan sampai hari ini masih dirundung masalah.

“Saya membela apa yang saya yakini benar, dan buat saya harusnya setiap orang punya hak untuk meyakini apa saja tanpa gangguan,” ujar Sarjana Ilmu Politik, dari jurusan Hubungan Internasional, Universitas Gajah Mada ini lugas.

Sebagai penulis, Okky tidak lepas dari kritik atau bahkan diteror oleh orang yang tidak menyukainya. Tetapi hal itu ia anggap sudah biasa dan ia memutuskan untuk terus menulis.

Penyuka karya-karya Pramoedya Ananta Toer ini mengaku merasa beruntung lebih dulu mengenal dunia jurnalistik sebelum memutuskan menjadi penulis. Karena proses belajar menulisnya menjadi terasah ketika sebagai wartawan dia harus menulis efektif dan enak dibaca. Membuat sesuatu yang rumit menjadi mudah dimengerti buat orang lain.

“Proses ini membantu saya menulis fiksi, novel yang enak dibaca karena mudah dipahami,” ujarnya.

Kiprah perempuan
Dari pandangannya, Okky melihat bahwa kiprah perempuan saat ini sudah mulai kelihatan, tidak lagi hanya mengurus keluarga, suami, atau anak di rumah. Menjadi penulis, apakah itu novel, atau yang lain, adalah sarana berekspresi.

“Perempuan bisa tidak lagi di tahap terlibat, tapi juga menulis untuk memperjuangkan sesuatu, turut menjadi agen perubahan,” ungkapnya.

Selain menjalani studi masternya di Universitas Indonesia, Okky mengatur waktu menulis tersendiri. Biasanya antara siang hari, saat suaminya berangkat bekerja, hingga malam hari. Tapi bisa juga kemudian ia selingi dengan berolahraga.

“Pokoknya tidak sampai begadang juga, seperti imej yang menempel bahwa penulis suka nyentrik dan tidak beraturan hidupnya, bukan begitu,” ujar dia.

Dalam proses menulis, Okky juga tidak pernah membuat tenggat waktu khusus ataupun merancang outline. Sebagai gantinya ia sudah punya ide dan gagasan yang kuat untuk dituliskan. Ia baru akan berhenti ketika merasa kisah yang ditulis sudah cukup. Dari awal, ide secara keseluruhan sudah tergambar jelas.

Di luar itu, sejak dua tahun terakhir Okky mendirikan Yayasan Muara Bangsa yang bergerak di bidang pendidikan, seni, budaya, dan sastra untuk kemanusiaan. Sehubungan dengan bulan April yang biasanya identik dengan peringatan Hari Kartini setiap 21 April, dia pun tak mau tinggal diam dan menggagas pembacaan surat Kartini dengan mengajak berbagai pihak, dari tokoh politik, seni, budaya, mahasiswa, dan pelajar.

Surat-surat yang dibaca merupakan kompilasi atau pilihan dari tulisan Armijn Pane, Pramoedya Ananta Toer, dan Sulastin Sutrisno. Sebanyak 12 orang telah membacakan surat-surat Kartini tersebut pada Kamis (18/4/2013) lalu di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki. Selain Okky, Jajang C Noer dan Ratna Rintiarno juga turut membacakan surat-surat Kartini.

Semangat Kartini sepertinya juga akan ditemukan lagi dalam novel keempat Okky, yang dijadwalkan rilis pada pertengahan Mei mendatang. Novel tersebut ia beri judul Pasung Jiwa

“Di novel keempat saya bicara soal kebebasan individu, lebih ke personal bagaimana menghadapi masalah dalam masyarakat, menyinggung soal transgender, dan periode sebelum dan setelah reformasi,” ujar Okky memberi bocoran.

Pasung Jiwa mengisahkan cerita dengan tokoh utama dua laki-laki bernama Jakawani dan Sasana. Jakawani adalah teman yang berbalik jadi anggota laskar. Lalu ada dua tokoh perempuan bernama Elis dan Kalina. Elis merupakan sosok pelacur yang merasa lebih baik memilih berprofesi demikian daripada jadi istri yang ditindas suami. Ia memperjuangkan nasib teman-temannya, tapi kemudian malah jadi korban. Sementara Kalina, buruh pabrik yang dipecat karena justru dihamili oleh mandornya sendiri.

Novel keempat Okky dijadwalkan akan rilis bersamaan dengan pementasan teater di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, pada 15 Mei 2013. Pementasan gratis ini mengusung tema sastra untuk pembebasan, yang sekaligus juga memperingati 15 tahun era reformasi.

Kita tidak akan tahu, setelah ini Okky akan menularkan semangat Kartini seperti apa lagi....

Biodata:
Nama: Okky Puspa Madasari
Tempat/tanggal lahir: Magetan, Jawa Timur, 30 Oktober 1984
Profesi: Penulis
Novel: Entrok (2010), 86 (2011), Maryam (2012), Pasung Jiwa (2013)
Penghargaan: Khatulistiwa Literary Award 2012
Suami: Abdul Khalik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com