Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Radikal atau Rasional: Ekstrim atau Lazim?

Kompas.com, 15 Januari 2018, 07:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Ada saat-saat dimana bekerja menjadi dokter saja tidak dirasakan memenuhi ‘greget’. Pun saat para pasien sebenarnya menunjukkan perbaikan yang signifikan, bahkan bisa dibilang memuaskan.

Sebagai bagian dari masyarakat, pasien adalah kelompok manusia yang juga punya dinamika sesuai dengan apa yang terjadi di masyarakatnya. Jika diperhatikan secara seksama, biasanya ketika terjadi kegaduhan sosial atau perubahan kemapanan, maka terjadi kericuhan dan pergeseran yang mirip di arena kesehatan.

Filsafat politik pernah mengutip suatu konsep siklus “Kyklos” yang di jaman Yunani Kuno menggambarkan lingkaran perubahan sistem tatanan pemerintahan (tepatnya kekuasaan) dalam suatu komunitas.

Aristoteles meyakini bentuk monarki atau kerajaan sebagai awal bentuk kekuasaan – lalu mengalami perubahan akibat rezim tirani  – yang memunculkan bentuk kekuasaan baru para aristokrat, pemimpin cendekia dengan buntut oligarki, dan akhirnya berubah wujud menjadi demokrasi.

Saat demokrasi menjadi kebablasan dan semua unsur merasa punya hak bicara, mobokrasi alias okhlokrasi tak terelakkan. Sejumlah massa akan mempengaruhi kebijakan dan keputusan pemerintah, saat hukum yang adil dan hak rakyat tanpa keberpihakan tidak lagi dirasakan.

Teriakan mobokrasi di kancah masyarakat yang hingar bingar dan galau berujung munculnya desakan kebutuhan hadirnya “seorang penyelamat” atau bisa jadi bentuk baru kekuasaan yang mirip seperti monarki – walaupun pemimpinnya bukan raja dan ratu, melainkan tokoh dominan berkharisma.

Dan... putaran lingkaran bentuk kekuasaan ini berulang lagi dan lagi akibat sifat kemanusiaan yang begitu lekat saat sudah duduk di kursi tertinggi.

Memang saya tidak sedang membahas esai filsafat politik. Tapi sekali lagi, jika diamati dengan cermat, siklus serupa juga terasa dalam jungkir baliknya perjuangan dunia kesehatan.

Seorang tokoh filsafat moderen ternama, Ivan Illich yang meninggal pada tahun 2002 sempat menulis tentang “Medical Nemesis” pada tahun 1976 – dimana secara kritis ia mengolok-olok dunia kedokteran yang dinilainya kebablasan dalam merawat kehidupan.

Investasi industri kesehatan dan farmasi seakan membangun suatu monarki, bahkan para dokter mempunyai kewenangan khusus untuk menentukan nasib seseorang – mulai dari pernyataan layak absen karena sakit hingga lolos uji mengikuti seleksi calon karyawan.

Aristokrat dunia kedokteran berpusat pada gengsi para spesialis, yang membuat mereka mendekati kedudukan nabi, bahkan dokter umum tidak pernah mampu bersuara jika para super spesialis senior telah bersabda.

Pergeseran fungsi perhimpunan dan asosiasi kesehatan di milenium yang baru akhirnya sedikit memberi nuansa demokrasi walaupun aroma aristokrasi masih tercium menyengat.

Hingga beberapa dekade belakangan ini dengan tumbuhnya teknologi informasi, dunia kesehatan tidak lagi dapat didikte oleh para dokter atau aparat ‘medik konvensional’.

Mereka yang merasa punya kepentingan ikut bicara dan bersuara di arena kesehatan. Mulai dari lahan komplementer, alternatif, hingga oknum yang sekadar meramaikan suasana tapi diam-diam menuai keuntungan – menjual metode abal-abal penuh janji kesembuhan hingga jamu ajaib yang katanya diturunkan leluhur.

Mobokrasi, okhlokrasi di depan mata.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau