Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak yang Rutin Sarapan Sehat Lebih Cemerlang di Sekolah

Kompas.com - 22/01/2019, 14:23 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebiasaan orang tidak sarapan seringkali terbawa sejak kecil. Padahal, sarapan sangat penting untuk performa anak di sekolah.

"Biasakan sarapan pagi. Jangan sampai skip sarapan karena ada kaitannya dengan produktivitas maupun aktivitas," Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dalam acara kick off Koko Olimpiade 2019 di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (22/1/2019).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebanyak 26 persen anak Indonesia hanya mengkonsumsi minuman pada waktu sarapan, baik air putih, teh atau susu.

Tak semua anak yang sarapan pagi pun sudah menerapkan pola sarapan pagi yang sehat dan seimbang. Berdasarkan sumber data yang sama, hanya 10,6 persen yang sarapannya mencukupi asupan energi sebesar 30 persen.

"Kalau ini yang terjadi maka sebenarnya banyak anak-anak kita yang berangkat ke sekolah tanpa amunisi yang bagus untuk menyerap pelajaran," ujar Ali.

Baca juga: Sarapan Bikin Hari Lebih Produktif! Ketahui Panduan Sehatnya

Ketika anak tidak sarapan, tubuh mereka akan terasa loyo saat belajar di sekolah. Kondisi tersebut menurutnya adalah cara tubuh menagih "makanan" tertentu.

Guru Besar Pangan dan Gizi IPB Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dalam acara kick off Koko Olimpiade 2019 di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (22/1/2019).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Guru Besar Pangan dan Gizi IPB Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dalam acara kick off Koko Olimpiade 2019 di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Dalam hal ini, tubuh menagih glukosa yang bersumber dari karbohidrat sebagai makanan otak. Makanan lainnya yang dibutuhkan otak adalah oksigen.

Untuk dibawa sampai ke otak, oksigen harus dibawa oleh hemoglobin. Salah satu unsur penting hemoglobin adalah zat besi.

"Jadi apa yang dikonsumsi akan melancarkan otak," ucap Guru Besar Pangan dan Gizi IPB ini.

Di sisi lain, sarapan terlalu banyak atau tidak seimbang juga tidak baik bagi tubuh. Ali menyinggung banyaknya anak Indonesia yang masih mengkonsumsi makanan serba karbohidrat untuk sarapan.

"Karbohidrat akan cepat diproses tubuh sehingga anak akan cepat kelaparan. Ketika kelaparan bisa saja yang diidamkan hanya gorengan," tutur Ali.

Ali juga menyebut adanya penelitian tentang kebiasaan sarapan dan performa akademik anak tingkat sekolah dasar di daerah pinggiran (oleh Widyanti & Sidiartha pada 2013).

Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa anak-anak yang memiliki kebiasaan makan sarapan bergizi seimbang memiliki nilai akademis 4,5 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak sarapan.

"Dalam aspek performa akademis, anak-anak yang sarapan punya performa lebih baik," kata dia.

Konsumsi makanan bervariasi

Menurut Ali, konsumsi aneka ragam makanan penting karena kebutuhan gizi tidak bisa dipenuhi hanya dari satu atau dua jenis makanan saja.

Sarapan yang baik, kata Ali, idealnya terdiri dari karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral termasuk serat. Makanan kaya serat penting untuk mencegah penyakit kronis, misalnya kanker usus.

Baca juga: Menu Sarapan Orang Indonesia Didominasi Karbohidrat

Ali kemudian mencontohkan salah satu pola konsumsi sarapan dari negara Barat, di mana mereka kerap mengkonsumsi sereal dan susu yang ditambahkan kacang, buah dan yoghurt.

Meski banyak orang kerap mengkritisi pola makan negara Barat, pola sarapan tersebut menurutnya tidak berlebihan, nyaman di perut dan membuat seseorang bisa beraktivitas.

"Kalau orang Indonesia kan banyak yang merasa kalau belum makan nasi enggak bisa beraktivitas," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com