KOMPAS.coom - Busana tie-dye, yang sempat populer di era 1969 di kalangan kaum hippie, kini kembali menjadi tren.
Tak hanya sekadar menjadi item pokok untuk musim panas, pola abstrak semacam ini menjadi favorit para pecinta mode dan bintang-bintang papan atas, seperti Gigi Hadid, Lucy Hale, A$AP Rocky dan T-Pain.
Desain tie-dye yang cerah dan penuh warna pun kembali menghadirkan nostalgia di panggung peragaan busana musim ini.
Bahkan, merek kelas atas seperti Prada mulai memproduksi rancangan berkelas dengan bahan bermotif abstrak dan penuh warna ini.
Mulai dari topi hingga alas kaki yang fungky, para desainer pun mulai melirik bahan dengan teknik pewarnaan ikat celup ini sebagai material dasar.
Baca juga: Justin Bieber Tampil Trendi dengan Hoodie Tie Dye
Lalu, bagaimana asal muasal tye-dye hingga kembali menjadi tren fesyen masa kini?
Popularitas tie-dye memang meningkat di tahun 1969, tepatnya di Amerika Serikat selama era hippie.
Namun jauh sebelum itu, teknik pewarnaan kain semacam ini telah ada di hampir setiap budaya di dunia dengan versi berbeda-beda sejak lebih dari 6.00 tahun lalu, dan sangat populer di negara Asia seperti Jepang dan Indonesia.
Kemuncalan tie-dye di AS bermula sejak tahun 1920an dan masih eksis hingga saat ini dalam berbagai gaya dan bentuk.
Di Jepang, teknik pewarnaan kain semacam ini disebut dengan "Shibori" yang ada sejak 552 hingga 794 Masehi, yang dikenal dengan Zaman Nara.
Teknik pewarnaan kain semacam ini juga ada di Indonesia dan terkenal dengan sebutan "jumputan".
Kemungkinan besar seni pewarnaan kain ini dibawa ke Indonesia, khususnya Sumatra, melalui perdagangan dengan India. Hal ini berdasarkan lukisan di dindi gua-gua Ajanta, India, pada abad ke enam hingga tujuh.
Baca juga: Alasan Nelson Mandela Gemar Pakai Batik di Forum Dunia
Lukisan pada dinding itu menunjukan seorang wanita memakai korset dengan motif berupa titik-titik, serupa dengan motif kain tie-dye.
Di Indonesia, kain dengan teknik ikat celup ini banyak beredar di derah islam pesisir, karena motifnya sangat sesuai dengan kepercayaan masyarakat muslim yang dilarang memakai busana bermotif makhluk hidup.
Pada prinsipnya, kain tie-dye ini dibuat dengan sistem mencegah pewarna mencapai beberapa area kain untuk membat pola.
Hasil pewarnaan kain dengan teknik ini akan menghasilkan pola geometris, abstrak atau kombinasi keduanya.
Kita bisa menghalangi pewarna dengan mellipat atau mengikat kain di area yang diinginkan agar tak tersentuh pewarna saat proses pencelupan pewarna. Pola lipatan atau ikatan tersebut akan menentukan motif yang dihasilkan.
Oleh karena itu, teknik pewarnaan kain semacam ini juga disebut dengan celup ikat.
Baca juga: Yuk, Kreasi Tie Dye
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.