Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cemas karena Pandemi Itu Wajar, tapi Perlu Dikendalikan

Kompas.com, 27 April 2020, 18:30 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 mengubah kehidupan banyak orang. Kini kita harus berkegiatan di dalam rumah jika tak mau terpapar virus corona, entah kapan bisa berkumpul lagi secara fisik dengan keluarga dan teman.

Sampai saat ini para ahli masih belum berhasil mengalahkan virus corona baru ini. Dunia seakan tak berdaya dan belum jelas kapan wabah ini akan berakhir.

Tak heran jika banyak orang merasa cemas menghadapi pandemi. Di berbagai negara para ahli melaporkan kenaikan gangguan kecemasan dan memerlukan bantuan konseling, tak terkecuali di Indonesia.

Menurut data Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), tiga masalah psikologis utama yang dialami orang Indonesia pada saat ini adalah cemas, depresi, dan trauma psikologis.

Data tersebut diambil dari swaperiksa yang dilakukan 1.522 orang di situs PDSKJI.org.

Gejala cemas utama yang dialami misalnya kuatir berlebihan, merasa sesuatu yang buruk akan terjadi, mudah marah atau jengkel, serta sulit merasa rileks.

Baca juga: Waspadai Gejala Kecemasan Selama Pandemi Covid-19

Sementara itu, gejala depresi yang banyak dialami responden antara lain gangguan tidur, kurang percaya diri, lelah dan tidak bertenaga, serta kehilangan minat.

Trauma psikologis terjadi karena mengalami atau menyaksikan peristiwa tidak menyenangkan terkait Covid-19. Gejala stres pascatrauma yang menonjol antara lain merasa berjarak dan terpisah dengan orang lain, serta merasa terus waspada dan berhati-hati.

Apa yang bisa dilakukan?

Dalam pandemi seperti sekarang, kita tak hanya harus memperhatikan kesehatan fisik, tapi juga jiwa. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meredakan kecemasan dan kita bisa mengawalinya dengan menerima situasi ini sebagai realitas.

Menurut psikiater dr.Andri Sp.KJ, jika kita merasa kesepian, carilah cara untuk terhubung dengan orang lain.

“Panggilan video call dengan teman dan keluarga dapat membantu mengalahkan perasaan terisolasi,” katanya.

Baca juga: Mengapa Jadi Susah Tidur Selama Karantina di Rumah?

Bicarakan tentang kekhawatiran kita. Ingatlah bahwa ini adalah waktu yang sulit bagi semua orang dan berbagi perasaan kita dan hal-hal yang kita lakukan untuk mengatasinya dapat membantu banyak orang juga.

Ia juga menyarankan untuk untuk mengelola perasaan yang sulit.

“Cobalah untuk fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan, termasuk dari mana kita mendapatkan informasi dan tindakan untuk membuat diri kita merasa lebih siap,” papar dokter dari RS Omni Alam Sutra Tangerang ini.

IlustrasiShutterstock Ilustrasi

Membatasi diri dari paparan informasi yang menyedihkan di media dan juga media sosial merupakan cara lain untuk mengurangi ketegangan selama di rumah.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau