Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 22 Juni 2020, 15:53 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com -  Pakar Pemasaran, Founder dan Chairman MarkPlus, Inc, Hermawan Kartajaya ikut memberikan komentarnya terkait fenomena melambungnya harga sepeda lipat Brompton.

Kondisi itu terjadi seiring merebaknya tren bersepeda di Tanah Air, dan salah satunya berimbas pada citra dan harga sepeda lipat handmade asal London, Inggris tersebut.

Sebelum masa ini, nama Brompton kian dikenal publik karena menjadi salah satu barang mewah yang diselundupkan dalam kasus Garuda, beberapa bulan lalu.

Baca juga: Cerita Brompton Mahal Dikira Sepeda Kreuz Bandung, duh...

Selanjutnya, di sepanjang masa pandemi, dan saat dilonggarkannya kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), sepeda kian menjadi tren terutama di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Tren tersebut berdampak pada meningkatkan angka permintaan sepeda, yang secara ekonomis berpengaruh pada harga.

"Mungkin sekarang under supply, jadi harganya naik. Orang cari nggak ada. Under supply, logistiknya nggak jalan."

"Nanti akan mereda-lah. Mungkin demand-nya jauh lebih besar daripada supply," kata Hermawan dalam perbincangan dengan Kompas.com, Senin (22/6/2020).

Baca juga: Beli Brompton Harga Rp 200 Juta, Gangguan Jiwa?

Hermawan meyakini, fenomena kenaikan harga tersebut hanya akan berlangsung sementara waktu.  

Harga irasional

Kenaikan harga akibat pasokan yang berkurang, tentu sudah menjadi bagian dari hukum ekonomi, tak terkecuali dalam urusan sepeda Brompton.

Pandemi global Covid-19 pun berpotensi menurunkan kapasitas produksi di Inggris, dan berimbas pada ketersediaan barang. 

Namun bagaimana dengan munculnya fenomena harga irasional, yang melambung hingga berkali-kali lipat dari harga pasaran.

Baron Martanegara, Presiden Brompton Owner Group Indoresia (BOGI) sempat mengunggah sebuah video yang hendak mengedukasi konsumen terkait kondisi tersebut.

Baca juga: Enggak Tega Beli Brompton? Coba Lirik Sepeda-sepeda Ini...

Menurut Baron, membeli Brompton hingga harga Rp 100-200 juta merupakan keputusan yang tidak rasional bagi konsumen.

Dia malah menyebut, dengan dana sebesar itu, konsumen seharusnya bisa mengongkosi perjalanan ke London, dan memilih Brompton langsung sesuai selera.

Bahkan, masih ada sisa dana untuk membeli oleh-oleh lain, kata dia.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau