Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jeratan Undang-Undang Body Shaming Mengintai Tukang Bully di Medsos

Kompas.com - 04/09/2020, 12:05 WIB
Wisnubrata

Editor

Sumber

Pasal 45 ayat (1) menyatakan bahwa pengunggah muatan yang melanggar kesusilaan bisa dipenjara maksimal 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Di samping itu, bagi pelaku body shaming yang terbukti menghina dan/atau mencemarkan nama baik orang lain, pengadilan bisa menjatuhkan hukuman penjara selama maksimal 4 tahun atau denda paling banyak Rp 750 juta.

Jika mengalami perundungan fisik di media sosial, Anda dapat melapor ke kepolisian. Apabila semua unsur pidana telah terpenuhi, termasuk bukti-bukti yang cukup, pelaku body shaming dapat dijerat hukum pidana sesuai undang-undang body shaming yang berlaku di atas.

Baca juga: Apa Itu Beauty Bullying, dan Bagaimana Menghentikannya

Dampak body shaming pada kesehatan mental

Setiap orang memiliki standar kesempurnaan atau kecantikan masing-masing. Namun, semua individu juga berhak hidup dalam ketenangan dengan kondisi fisik pribadi, entah itu sesuai dengan ekspektasi orang lain maupun tidak.

Oleh karena itu, undang-undang body shaming bertujuan untuk melindungi warga negara dari perundungan fisik, yang memang mendatangkan efek buruk bagi korbannya, seperti rendah diri, depresi, gangguan makan, hingga keinginan untuk bunuh diri.

1. Kepercayaan diri rendah dan depresi

Wanita cantik identik dengan tubuh yang kurus dan kulit yang putih. Sementara itu pria tampan dikaitkan dengan tubuh yang kekar dan berotot.

Tidak semua orang memiliki postur tubuh semacam itu. Namun media menggambarkannya sebagai sosok ideal yang harus ditiru.

Alhasil, banyak orang yang merasa tidak percaya diri dengan bentuk tubuhnya sendiri. Jika kepercayaan diri rendah ini ditimpa dengan body shaming yang bertubi-tubi, bukan tidak mungkin orang tersebut akhirnya mengalami depresi.

Penelitian menunjukkan, semua orang dari berbagai kelompok usia dan gender bisa mengalami depresi akibat body shaming.

Namun, remaja dengan kondisi obesitas lebih rentan terhadap depresi bila mengalami perundungan fisik, dibanding teman seusianya yang tidak kegemukan.

2. Kelainan pola makan

Keinginan wanita menjadi kurus dan laki-laki untuk memiliki tubuh berotot membuat mereka kerap menempuh pola makan yang salah.

Akibatnya, mereka justru mengalami kurang gizi dan bahkan gangguan kesehatan, terutama bila juga mengonsumsi obat-obatan pelangsing atau penambah massa otot dengan dosis terlalu banyak.

3. Keinginan bunuh diri

Body shaming juga bisa menimbulkan perilaku korbannya yang cenderung menyakiti diri sendiri.

Bahkan, menurut hasil penelitian yang dipublikasikan di Journal of Adolescent Health, perundungan yang menyasar kelainan fisik berpotensi menimbulkan pemikiran korban untuk bunuh diri, terutama pada remaja perempuan.

Di sinilah undang-undang body shaming memainkan peran krusialnya. Dengan adanya UU ini, efek buruk perundungan fisik yang kerap terjadi di ranah media sosial diharapkan bisa berkurang dan hukumannya bisa menimbulkan efek jera bagi si pelaku.

Baca juga: Perilaku Body Shaming yang Sering Tak Disadari Akibatnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com